R.A. Kartini lahir di Jepara pada tanggal 21 April 1879 dan meninggal di Rembang tanggal 17 September 1904 saat berusia 25 tahun. R.A Kartini merupakan keturunan bangsawan atau golongan priyayi. R.A. Kartini dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi. Beliau memperjuangkan kesetaraan perempuan dan laki-laki melalui bidang pendidikan. Tetapi, setelah kepergian R.A Kartini selama 1 abad, apa yang terjadi pada perempuan Indonesia? Yuk, intip listiclenya.
ADVERTISEMENTS
1. Masih maraknya praktek pernikahan dini di Indonesia, dan yang dirugikan adalah kaum perempuan
Praktek pernikahan dini di Indonesia memang masih marak terjadi. Tidak ada yang salah dengan pernikahan, namun beberapa masalah justru akan datang ketika menikah di bawah umur. Pada kasus seperti ini, perempuan yang belum siap secara fisik dan mental yang akan dirugikan.
Misalnya masalah kesehatan reproduksi yang belum matang, masalah psikologis yang belum stabil, masalah perekonomian, dan berbagai masalah lainnya yang akan timbul di kemudian hari. Fenomena seperti ini terjadi akibat beberapa faktor, seperti adat, ekonomi, pendidikan, media massa, dan sebagainya.
ADVERTISEMENTS
2. Perempuan memiliki kesempatan luas dalam bidang pendidikan tetapi malah menyia-nyiakan kesempatan itu
Kesempatan perempuan dalam meraih pendidikan yang lebih baik dan lebih tinggi sangat terbuka ebar bagi perempuan. Terbukti dengan beberapa program beasiswa pendidikan yang memberikan kesempatan yang sama bagi perempuan dan laki-laki. Namun, beberapa perempuan menyia-nyiakan kesempatan itu dengan kegiatan yang tidak berguna, seperti membolos, tawuran, bahkan menjadi cabe-cabean.
ADVERTISEMENTS
3. Keanggunan perempuan yang terbalut dengan busana yang sopan dan rapi kini semakin pudar
R.A Kartini selalu tampil memakai pakaian yang sopan dan tertutup meskipun tidak berjilbab, tetapi di masa sekarang, banyak perempuan yang berpakaian yang terbuka.
ADVERTISEMENTS
4. Perempuan yang seharusnya mendapatkan perlindungan, justru rentan KDRT
Kasus kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) paling banyak memakan korban dari pihak perempuan. Mengutip dari penuturan Najwa Shihab di media Kumparan.com, “Data menunjukkan 1 dari 3 perempuan mengalami kekerasan fisik maupun verbal, bahkan 2 dari 10 perempuan mengalami kekerasan dalam perkawinan”.
Beberapa perempuan lebih banyak terdiam sehingga beberapa dari mereka tidak sadar memasuki toxic relationship dalam pernikahan. Jadi, speak up jika terjadi kekerasan pada kalian ya girls.
ADVERTISEMENTS
5. Rasa simpati dan empati yang hilang ke sesama perempuan, bahkan menganggap catcalling sudah biasa
Terakhir, hilangnya rasa simpati dan empati dengan sesama perempuan. Banyak kita jumpai di media sosial yang menunjukkan hujatan dan meremehka beberapa pelecehan terhadap perempuan, seperti fenomena catcalling. Catcalling merupakan salah satu perilaku yang masuk di dalam kategori kejahatan seksual, dimana segerombolan laki-laki yang berkerumun memanggil perempuan yang sedang berjalan dan memintamu untuk tersenyum, atau memanggil dengan nada nakal. Hal ini akan menimbulkan luka psikologis beberapa perempuan dan tidak bisa dianggap remeh.
Yuk, saling peduli dan menjaga diri sendiri serta sesama perempuan, supaya R.A.Kartini tak menangis dan menyesal memperjuangkan emansipasi perempuan.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”