Kedekatan dengan seseorang terkadang banyak menimbulkan ekspektasi yang bisa saja membuat kita bahagia sentosa atau bahkan sebaliknya. Ada yang berujung pada sebuah ukiran di hati yang disebut dengan “cinta”, ada juga yang berujung pada sayatan hati yang orang menyebutnya “broken heart“. Tidak ada satu pun yang memilih untuk patah hati, sakit hati bahkan kecewa ketika kita sedang menjalin hubungan yang indah dengan lawan jenis. Tidak ada satu orang pun yang bisa dengan sadar memilih untuk dikhianati, ditinggalkan atau bahkan diduakan. Karena pada dasarnya, setiap orang memilih dan berusaha mewujudakan kebahagiaan diri.
Termasuk dengan saya, yang terjebak dengan sebuah ekspektasi dalam relasi yang mengharapkan keindahan dan kebahagiaan dalam hubungan dan yang didapati adalah kepedihan dan pengorbanan batin hiks.. hiks.. Saya memaksakan pikiran untuk berkata dengan sadar ini semua adalah pelajaran hidup yang tidak pernah saya inginkan. Sama sekali, tidak saya inginkan, tapi namanya saja seperti sebuah “pelajaran” di sekolah, mau tidak mau saya harus mengikuti dan menerima pelajaran itu, walaupun kehendak dan pikiran tidak suka.
ADVERTISEMENTS
1. Ekspektasi pahit
Saya menyebutnya sebagai "keterikatan emosi", kami hanya terikat dengan sebuah kebiasaan yang membuat saya berekpektasi berlebihan dan menamakannya "cinta", yang ujungnya saya menderita dengan "harapan bahagia" dari pikiranku. Oh, sangat jauhhhh… bukan tidak cinta, tapi ini bicara kebiasaan bersama, ketulusan, dan pengorbanan yang saya berikan. Dibalas dengan dusta? Sama sekali tidak, tapi ini dibalas dengan sebuah kejujuran yang sangat menyayat hati, pedih dan mengharukan.
ADVERTISEMENTS
2. Saya harus menghadapinya
Saya, harus menghadapi kenyataan yang pahit ini. Harus? Iyalah seperti halnya sebuah mata pelajaran di sekolah yang mau tidak mau harus saya terima dan ikuti. Saya harus melihat orang yang saya sayangi pergi meninggalkan saya dengan yang lain, harus melihat mereka berdua-duaan, harus melihat mereka jalan bersama, bahagia bersama.
Tidak saya inginkan, tapi harus saya ikuti. Entah, berapa nilai yang saya dapatkan? Saya hanya meratapi kesedihan, berjuang untuk move on dengan tips-tips dari berbagai artikel, menyibukkan diri supaya lupa dengan semuanya dan alhasil, masih saja mengingat-ingat tentangnya. Menangis sesekali, emosi terkadang, ingin marah, dan yang pasti hati ini benar-benar semakin kacau. Benci, emosi, marah tapi hanya bisa diam, diam dan diam. Menyimpan semua dalam hati seperti brankas yang menyimpan dokumen-dokumen secara rapi.
Walau saya tidak menyukai pelajaran matematika, saya tetap ingat apa itu trigonometri, bagaimana itu bilangan bulat dan sebagainya. Saya tetap mengingatnya, tetapi saya tidak ingin keadaan semakin rapuh dan kacau. Dan yang terjadi semua mengacaukan pekerjaan, pikiran dan batinku. Semakin lama semakin rapuh.
ADVERTISEMENTS
3. Saya harus menyelesaikannya
Berusaha untuk berdamai dengan hati, sudah dilakukan dengan berbagai terapi spiritual. Mulai dari berdoa secara pribadi, pemberesan batin dengan Tuhan, mendoakan yang terbaik untuk mereka, tetapi sayangnya saya semakin gagal untuk mengasihi dan mengampuni mereka. Saya, semakin benci dan kecewa bahkan tidak mau melihat mereka berdua. Salah siapa ini semua? Mengapa semua jadi seperti ini? Setelah melalui waktu perenungan diri yang begitu lama, membiasakan diri dengan ketidakbiasaan tanpanya, mencoba membangun kenyataan hidup, saya mulai sadar bahwa saya lah yang paling bersalah dengan semua hal yang seolah-olah menyakiti saya. Saya, berusaha untuk bukan hanya berdamai dengan diri saya sendiri melainkan diberi kekuatan untuk berdamai dengan mereka, walaupun itu berat. Dan semuanya sungguh-sungguh menghisap energi, waktu dan pikiranku alias sangat panjang dan lama. Ketidaksabaran untuk sebuah nilai tanpa proses akan menjadikan saya seorang pecundang, tetapi kesabaran saya untuk sebuah nilai dengan melewati proses yang begitu lama dan menyakitkan menjadikan saya pemenang. Sekalipun saya tidak mendapatkan nilai yang begitu memuaskan dalam pelajaran itu, tapi saya mau ikhlas menerima ketidaksukaan saya dalam pelajaran itu.
ADVERTISEMENTS
4. Saya mendapat nilainya
Saya membebaskan dengan ikhlas cara dia menyakiti saya, bagaimana dia melukai saya, dan ketika dia pergi meninggalkan saya dan bahagia di depan saya bersama dengan yang lain. Bagi saya, adalah sebuah perjuangan untuk memberikan ketulusan dan juga mengakhiri dalam kesakitan. Perjuangan saya untuk membebaskanmu pergi, kemenangan untuk saya membebaskan batin dari sakit dan kekacauan melewati waktu-waktu yang begitu kelam
ADVERTISEMENTS
5. Akhirnya, kita menikmati kemenangan itu
Seperti halnya menyelesaikan mata pelajaran yang harus dilalui di setiap kelas, ada perjuangan dan kesulitan nya masing-masing. Sekalipun kita tidak suka dengan mata pelajaran tersebut, mau tidak mau kita harus tetap mengikutinya. Berapapun hasil dan nilainya, kita sudah melewatinya. Sekalipun kita tidak mendapat nilai yang memuaskan, kita telah melewati masa-masa "mengikutinya". Dan kita mendapatkan hasil usaha kita yang susah payah telah kita lewati. Makin keras pertempuran, makin indah kemenangan.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”