Life is not always a sugar sweet. Sometimes it gives you the sour of lemon. And when that time comes, make a LEMONADE!
Sebelum membaca ini, saya harus peringatkan bahwa yang Anda baca bukan a fairy tale, bukan cerita di dongeng sebelum tidur, poin-poin yang akan Anda baca di sini adalah A REAL LIFE story. Sehingga, I am brave to say that YOU CAN DO IT TOO! Anda akan membaca berbagai lemon hidup yang saya temui dalam hidup and how I turn it into A GLASSFULL of LEMONADE!
Setiap wanita berhak akan A CINDRELLA STORY. Make your own. TODAY.
1. Perpisahan dan kehilangan
Lemon pertama yang diberikan hidup adalah perpisahan dengan anak perempuan saya satu-satunya. Lelaki yang saya abdi selama bertahun-tahun memutuskan untuk memisahkan saya dengan anak saya. Awalnya karena saya meminta berpisah dengan baik baik, namun well, life gives me this.
Saya dipisahkan dengan satu satunya anak yang saya lahirkan. Tidak hanya itu, saya hampir tak punya apa-apa saat perpisahan terjadi. Jadi life gives me teo lemons sekaligus: PERPISAHAN DAN KEHILANGAN.
My lemonade: Anak terus saya doakan, karena saya percaya DOA itu adalah energi. Dan bagaimana pun saya dipisahkan, energi doa itu akan terus sampai pada ia yang saya doakan. Untuk kehilangan banyak hal dalam hidup dan hampir tak punya apa apa, saya bawa dengan ikhlas dan syukur. Day by day, saya membangun hidup saya kembali. Sendiri, but I am at peace.
2. Financial Hardship
Perpisahan tentu juga berujung pada kesulitan ekonomi. Saya masih ingat di awal-awal perpisahan, saya harus pinjam uang hanya untuk bisa bayar kost (karena saya tidak suka kembali hidup dengan orang tua saya, i chose to be independent). Saya masih ingat hari hari saat saya menangis di pojok kamar kost, berteman dua kantong plastik baju yang sempat saya bawa.
Waktu itu saya cuma bisa menangis dan berbisik "mampukah saya, mampukah saya". Tiba-tiba saya sendirian, anak hilang, harta hilang, wuih serasa kiamat sugra saat itu. Belum lagi tekanan masyarakat akan status saya. Masih ingat ditolak seorang Ibu kost begitu tahu saya "janda". Beliau dengan sinis berkata "cuma menerima wanita yang belum menikah atau yang berkeluarga". Can you imagine that?
How did I make it into a lemonade? Saya melamar beasiswa. Hitungan saya jika saya berangkat sekolah dengan beasiswa, tabungan saya di tanah air akan bertambah karena gaji (saya tetap dibayar tugas belajar saat sekolah), dan saya masih bisa hidup dari beasiswa. Saya lulus beasiswa master, lalu sekarang saya di beasiswa PhD. Sebelum ini pun, saat saya dihantam kesulitan eknomi di tanah air, saya bekerja di dua tempat.
Pagi saya mengajar di kantor A, sore hingga malam saya mengajar di kursus (karena di kantor saya tidak banyak yang memberi saya kesempatan karena status saya). Dengan kerja di dua tempat inilah, saya berhasil membiayai persiapan beasiswa saya. Saya lulus beasiswa master dan kini sedang menempuh PhD saya.
3. Education Hardship
Tidak selalu usaha saya berhasil. Ada saja batu sandungan yang membuat saya harus putar otak. Waktu saya menempuh master of science, saya keluar masuk rumah sakit karena sering ingat anak dan tak bisa makan. Saya bahkan didiagnosa kena bullimia oleh dokter, karena saya selalu muntah setelah makan, ingat anak saya.
Betapa sintingnya saya dengan mental seguncang itu, saya memutuskan untuk sekolah lagi. Tapi i did it! Di tengah kesulitan dan goncangan mental itu, saya lulus master ON TIME. Dan itu master kedua yang saya genggam.
Awal saya tiba di negara ini (i am now in New Zealand), PhD saya hampir karam. Saya pun didiagnosa dokter terkena depresi berat. Saya hampir bunuh diri di kamar saya di Auckland. Saya pikir sudah jauh-jauh saya berjuang, mengumpulkan rupiah demi rupiah untuk PhD, lha kok malah karam?
How did I change it into a lemonade? Saya ikut kelas depresi. Dan itu menguatkan saya. Saya diajari untuk ikut arus depresi, membiarkannya membawa saya tenggelam, tidak melawan, karena itu akan bikin tambah frustasi, lalu turn around, berputar dan berenang ke permukaan.
And i did it! Di tengah kepala depresi itu, saya menulis proposal ke education, saya memindahkan PhD saya di luar negeri! Saya ikut interview dengan beberapa supervisor, dan akhirnya YAY! PhD saya berhasil dipindahkan. Saya juga me lobby imigrasi dan beasiswa, agar tetap mau me sponsori saya.
Dan semua berhasil. PhD saya berhasil pindah, saya sekarang sudah menjadi doktoral kandidat dan bahkan way better, begitu saya pindah, saya dikontrak oleh universitas terbesar di New Zealand.
Kena depresi tidak membuat saya patah. Setelah depresi, saya tidak hanya berenang ke permukaan, saya melompat tinggi ke angkasa!
4. Love Hardship
Ingat Reese Witherspoon dalam film Sweet Home Alabama? Ceritanya tentang cewek yang sukses dan dilamar seorang lelaki tapi surat cerainya belum selesai. Yep, itulah saya. Karena tak punya uang, saya tak mampu menuntaskan surat cerai saya. Lebih parah lagi, karena saya sekolah ke luar negeri, saya tidak punya waktu untuk menuntaskan itu.
Kasus saya sudah pernah saya daftarkan dan dengan sisa uang tabungan saat itu, saya menyewa pengacara. Tapi well, kasus saya digagalkan pengadilan karena saya dianggap gagal hadir di persidangan meski sudah diwakili pengacara. Saya mencoba cara lain, meminta mantan saya yang mendaftarkan gugatan, tapi tetap well, he won't help.
Akhirnya saya tidak punya uang lagi untuk menuntaskan kasus saya dan membiarkan diri saya ini terkatung-katung tanpa status. Menurut agama sudah bercerai, tapi menurut negara belum. Menikah status, tapi tak dihiraukan suami. Harta diambil, anak diambil. Saya sendiri, berusaha mengatasi kesulitan hidup. Lima tahun saya hidup tanpa surat cerai dan tidak jelas status.
Hingga saya berhasil melulusi proposal PhD saya dan diberi waktu 3 bulan untuk ambil data ke tanah air. Saat itulah dengan uang tabungan saya bekerja di luar negeri, saya menyewa pengacara lagi. Saya berpacu dengan waktu agar surat cerai saya tuntas dalam waktu 12 minggu.
Saya juga harus meyakinkan hakim bahwa perpisahan ini sudah terjadi sejak 5 tahun yang lalu, tapi saya ditelantarkan tanpa surat oleh mantan saya. Dan saya berhasil! Surat cerai saya selesai dalam waktu 9 minggu, proses pengambilan data saya sukses, dan saya akhirnya berhasil membeli harga diri saya!
5. My Next Lemonade: A HOUSE!
Saat saya berpisah, rumah milik keluarga saya direbut oleh mantan suami. Jangankan itu, ijazah saya pun hampir tidak dikembalikan oleh mantan. Pelajaran untuk siapa pun yang berniat menikah: Amankan surat surat pribadi, you will never know when things go wrong.
Anyway, saat saya berangkat untuk PhD, saya sampai jual motor cuma supaya ada uang tambahan buat tiket pesawat. Lalu saat itu pun, status saya masih anak kost, dan masih luntang lantung nyari duit sana sini. Pas baru tiba di negara ini pun, saya sampai harus menahan lapar dan makan cuma roti karena nggak mampu beli ayam selama berhari-hari sebelum uang beasiswa saya tiba.
Dan a year after that, saya berhasil membeli rumah di tanah air. Cukup signifikan, meski cuma rumah sederhana, karena setelah financial hardship itu, saya berhasil membeli rumah cash. This is what I call as my house goal. Saat saya pulang ke tanah air kemarin, saya menuntaskan urusan surat cerai saya, membeli rumah dan menuntaskan pengumpulan data saya. All in 9 weeks!
6. My Next Lemonade: LOVE
Ada banyak lemonade yang terjadi justru saat saya di titik nadir depresi. Saat itu saya dilamar oleh seorang bule muslim (persis seperti yang saya doakan ke Tuhan). Saya termasuk yang tidak bermimpi punya pasangan bule karena concern dengan perbedaan keyakinan dan budaya.
Sebutlah saya wanita konservatif yang sadar diri bahwa saya tidak punya apa-apa yang bisa menarik hati bule. Wajah pas pasan, penampilan apa lagi, moderen pun tidak. Saya ini cuma wanita biasa yang senang di rumah, belajar, memasak, dengar musik, itu hobby saya.
Well then justru saat saya kena depresi, saat PD itu sangat tipis sekali saya dilamar olehnya di puncak sky tower. With a diamond. Can you believe that? Mimpi pun tidak bakal punya diamond, ini saya justru dilamar di puncak tower tertinggi di Southern Hemisphere! Setelah dihujat oleh mantan saya bahwa tidak akan ada lagi yang menginginkan saya, seorang bule justru berlutut di hadapan saya mengucapkan "would you marry me?".
Now that is a real Lemonade!
7. The Cinderella Story
Setelah berhasil membeli harga diri saya dengan mengurus surat perceraian yang tergantung selama 5 tahun itu, saya pun menikah di Auckland. I called this a Cinderella story, karena semua disiapkan penuh dengan kemeriahan oleh tunangan saya. Ia membelikan a bridal shoes dari negara lain, lalu membuatkan saya custom made veil agar saya bisa tetap pakai jilbab dan tetap berkerudung ala white bride.
Saya juga dijemput limousine dan dibawa terbang naik helikopter setelah perayaan. Yang lebih membahagiakan, setelah 5 tahun jadi wanita tanpa surat, sekarang saya punya dua surat nikah dari luar negeri. Tunangan saya menikahi saya secara muslim dan tercatat di Muslim Association Auckland, dan secara negara yang tercatat di Internal Affairs New Zealand.
Bagaimana dengan anak saya? Saat ini ia masih kecil tapi saya selalu tekankan padanya untuk menghafal nama belakang saya. By the time she googled me, she will find me. And when she is ready, ia akan saya tuggu di mana pun di dunia ini. Meanwhile, sementara ini saya memeliharanya dalam doa. Dan saya yakin Tuhan selalu melindunginya.
Sekali lagi, hidup itu tidak selalu semanis gula, selalu ada hal yang asem yang bikin kita merem melek menelannya. Tapi percayalah, dengan ikhlas, sabar, dan pantang menyerah, kita bisa membuat keaseman hidup itu menjadi sesuatu yang masih bisa dibuat senyum. I am not a Cinderella, definitely not. I make my own Cinderella story. And if I can, you can do it too!
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”