Ketulusan?
Apa itu ketulusan?
Adakah ketulusan itu?
Yang ku tahu, cinta itu ada apanya, tanpa ketulusan.
Aku tidak percaya pada awalnya. Tapi kamu yang membuatku percaya.
Bukan karena kamu yang mengatakan, tapi hatiku yang mempercayainya.
Kamu yang dengan sabar mengahdapiku. Dari balik diam, aku memperhatikanmu. Memperhatikan perjuangnanmu. Sekian kali ku coba lumpuhkan rasamu. Namun kamu tak lumpuh jua. Dengan semua kekuranganku yang tak sebanding dengan kekuranganmu. Aku merelakan kamu lebih memilih yang lain. Karena apa? Karena aku tahu diri. Kamu terlalu baik untuk bertahan dalam duniaku. Hingga berpuluh bujuk agar rasa itu lumpuh. Sedikitpun kamu tak gentar.
Apa kamu sungguh bersedia memasuki duniaku? Kamu tahu konsekuensinya? Ya kamu tahu itu, dan kamu masih berthan. Menerobos masuk mengakrabkan diri dengan duniaku. Mungkin itulah ketulusan. Tidak memandang, tidak mengahrap lebih. Hal sederhana menjadi wah dan terkesan istimewa.
Tahukah kamu? aku tidak menginginkan hal seperti itu. Terlalu canggung? Hingga lidahpun klu untuk melontarkan sepatah dua patah kata. Setidaknya hanya menegur ketika berpapasan. Terlihat sederhana. Namun sangat rumit. Jangankan bersama. Dinding pembatas diantara kita terlalu kokoh, itu yang membuatku terbuai dalam diam.
Bukankah kamu juga paham agama? Kamu tahu batas pergaulan antar laki laki dan perempuan? Aku hanya teringat perkataan Rasulullah,
“Lebih baik bagiku ditisuk kepalaku dengan besi yang panas daripada menyentuh perempuan yang bukan muhrim.”
Itulah dinding pembatas yang ku maksud itu. Kita tak boleh bersama sebelum halal. Kuharap kau mengerti...
<>2. Akan kuapakan rindu yang mengusik ini?>Aku tak bisa memungkiri saat kerinduan itu menyelinap hadir menemani sunyi. Merindu dalam diam. Lebih tepatnya seperti itu. Aku yang tak pernah bisa mengungkapkan rasa rinduku karena tertahan hal yang mungkin hanya sebagian orang yang mengerti. Dan ku harap kamu jua mengerti. Kamu tahu, harapan konyol yang kerap kali meghantui malamku? Entahlah. Setidaknya kamu memberi kabar, itu sudah cukup bagiku. Cukup menghilangkan setetes kerinduan itu.
Dalam dekapan malam, hanya lantunan doa yang menjadi wakil rindu yang kukirimkan untukmu. Ku titipkan hatimu pada Tuhan, karena aku yakin kuasaNya. Secarik kertas cukup menjadi pelampiasan rinduku. Rindu yang terlanjur membuncah. Rindu yang kerap kali membuatku gusar. Rindu yang kerap kali mengusik aktivitasku.
Semua itu karena apa? Aku tak mengerti dengan kerinduan yang menyelinap. Apa itu artinya kamu begitu berharga bagi hidupku? Entahlah. Lagi lagi aku tak mengerti dan untuk kesekian kalinya ku harap kamu mengerti..
<>3. Aku harus meyakinkan hatiku sendiri untuk selalu di pihakmu.>Tahukah kamu? Sekian orang yang menghamipi hidupku. Tapi hatiku selalu kembali padamu. Menoleh? Tidak. Kamu tahu karena apa? Karena aku terlanjur mejatuhkan pilihan padamu. Hatiku terlanjur tertaut padamu. Terbelenggu dalam tulusmu.
Meski hanya dari kejauhan. Aku tak peduli. Getir hati memanggilmu, menyebut namamu. Ingin bersua. Ingin bercengkrama. Tapi lagi lagi jarak kita terlalu jauh. dinding pembatas itu terlalu tinggi..
<>4. Harapan itu… Masihkah kau ingat mimpi kita?>
Aku masih ingat ketika kita sama sama memilih untuk focus pada pendidikan. Fokus meraih mentari kita. Aku harap kamu tetap mengingat itu. Semoga itu menjadi motivasi buat kita untuk sungguh sungguh dalam belajar. Kamu masih ingat? Aku hanya mengatakan berdoa dan belajar dengan keras. Demi masa depan.. demi tujuan hidup kita..
<>5. Pada akhirnya, akankah kita dipersatukan?>
Aku percaya pada janji Tuhan. Dan aku tahu kamu juga percaya bahwa jodoh, rizqi, dan maut sudah tertulis di Lauhul Mahfuz. Tulang rusuk tidak akan tertukar. Salahkah jika aku berharap kamu yang menemani hidupku? Menjadi teman dalam setiap pelayaranku. Menjadi imam yang membimbingku ke syurgaNya.
Salahkah jika aku mengajakmu hijrah. Hijrah menjadi makhluq yang lebih baik. Menjemput cahaya hidayahNya. Sadarkah kamu, suatu hari nanti kamu akan menjadi imam untuk keluargamu. Kapan kau akan memperbaiki diri?
Begitupun aku. Aku akan menjadi madrasatul ula bagi anak anak. Dan aku tahu kodratku. Aku hanya ingin kamu memperbaiki diri, kita sama sama menjemput hidayahNya hingga bisa menjadi manusia yang lebih baik .
Aku percaya jika kamu yang ditakdirkan untukku, sebesar apapun ku mecoba melepasmu, melumpuhkan rasa dengan setumpuk ketulusanmu, kita akan diperstukan pada satu masa. Masa dimana kita benar benar siap. Dan aku percaya bahwa Tuhan tidak pernah kehabisan cara untuk menyatukan laki laki yang menjaga imannya dengan perempuan yang menjaga kesuciannya.
Kamu yang selalu tulus menemani setiap langkahku meski hanya dalam gurat bayangan...
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”
Beruntunglah pria yang berjodoh dengan wanita yang ada di kisah tersebut 😮
bahasanya begitu dalam dengan perumpaan yang masih general. Tetaplah menulis, yang sederhana dalam kata 🙂
Salam Rizal EnsyaMada