Beberapa di antara kita yang pernah jadi anak kosan atau hidup di perantauan pastinya memiliki kisahnya masih-masih. Kisah lucu, mengharukan, mengesankan, dan segala kisah lainnya yang jika diingat malah bikin rindu.
Hidup di perantauan terkadang jadi alasan untuk belajar mandiri dan belajar arti sebuah perjuangan. Mulai dari belajar mengatur keuangan, belajar masak untuk penghematan, atau merasakan kebebasan dari pantauan orang tua. Tepat pada tahun lalu, aku melalui Ramadan di perantauan untuk kali kedua. Dan kali pertama berbuka sendirian, sahur yang terkadang telat, dan segala kisah diantaranya yang akan aku bagikan ini.
ADVERTISEMENTS
1. Sahur dengan mie instan, karena sayuran yang basi
Jika hari biasanya bisa masak di pagi atau siang hari untuk makan seharian. Namun saat puasa, belanja atau beli makanan berganti menjadi siang atau sore hari. Bahkan kalau sedang malas memasak, akan beli makanan matang menjelang berbuka dan menyisihkan sebagian untuk sahur nanti. Terkadang pula, sayuran yang tidak tahan lama harus di taruh rice cooker agar bisa dimakan lagi.
Namun karena berbagai faktor, seperti sibuk mengurusi kerjaan, nongkrong di luar, ketiduran atau hanya malas saja, sayur yang tadinya sudah disiapkan untuk sahur, pada akhirnya basi dan dengan terpaksa harus membuangnya.
ADVERTISEMENTS
2. Semakin rajin ibadah meski di rumah males-malesan
Entah karena faktor apa, euforia ramadhan saat jauh dari rumah jadi semakin terasa. Suara-suara tadarus Quran usai tarawih, ramainya masjid atau mushola dan acara-acara tausiah menjelang berbuka.
Keinginan untuk ikut bagian darinya juga semakin kuat. Seperti menyempatkan tadarus quran saat senggang, menjadikan tarawih kegiatan priotitas, dan jadi senang mendengarkan tausiah.
Padahal saat di rumah juga biasa saja, tak serajin saat masih di perantauan. Tarawih yang mulai males setelah lewat 2 pekan, tadarus kalau benar-benar minat, dan sisanya hanya untuk makan sepuasnya.
ADVERTISEMENTS
3. Merasa kesepian meski sudah punya pasangan
Jauh dari rumah bukan berarti sendirian dan tak ada teman. Acara berbuka bersama, ucapan selamat berbuka dan berburu takjil masih bisa dilakukan. Apalagi saat masih memiliki kekasih hati, nuansanya jadi semakin terasa jauh dari rumah.
Jauhnya dari rumah dan orang-orang tercinta inilah yang tak jarang mendatangkan rasa kesepian. Meski tetap ada yang menemani, kehadiran masih tetap yang paling diinginkan.
ADVERTISEMENTS
4. Pengeluaran yang meningkat seiring banyaknya penjual makanan
Jika biasanya uang 20ribu sampai 30ribu cukup untuk makan seharian. Lain halnya saat puasa, kebiasaan memasak atau beli makanan secukupnya jadi susah dilakukan.
Kesibukan kerja dan terbatasnya waktu jadi enggan untuk memasak. Rasa lapar dan godaan segala macam makanan yang dijual di pinggir jalan meningkatkan keinginan untuk jajan. Tak jarang pula, setelah berbuka atau tarawih masih berburu makanan.
ADVERTISEMENTS
5. Waktu berlalu begitu cepatnya, tau-tau sudah mau berbuka
Memang, semakin sibuk sesorang akan membuat waktunya cepat berlalu. Begitu pula saat puasa di rumah dan puasa di perantuan. Rasanya sungguh beda, bandingkan saja saat libur dan di rumah saja, yang ada waktu hanya untuk tiduran dan main HP.
Lain halnya saat bekerja, terutama dengan rutinitas yang padat dan berubahnya beberapa prosedur. Tak ada breafing di pagi hari, tambahan waktu istirahat di siang hari, serta jalanan macet di sore hari. Seakan itu semua membuat waktu begitu cepat berlalu dan waktu berbuka yang terkadang tanpa disadari.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”