Sesungguhnya, mengulang kisah ini dengan menuliskannya sama saja dengan membuka sebuah luka lama. You know what I mean? Siapa sih yang ingin menceritakan kisah tidak menyenangkan dalam hidup seseorang? Malah kalau bisa, kisah ini dikubur dalam-dalam dan anggap tidak pernah terjadi.
Tetapi pada akhirnya, aku memutuskan untuk menceritakannya kembali dengan harapan, semoga sekelumit kisahku ini bisa berguna bagi orang lain. Ini kisahku, beberapa tahun yang lalu, tentang sebuah keberanian yang sia-sia. Tak apalah, setidaknya aku sudah mencoba. Setidaknya aku sudah mengungkapkannya.
ADVERTISEMENTS
1. Berawal dari Sebuah Cita-citaku, Ingin Bahagiain Bunda
Siapa sih yang tidak ingin membahagiakan kedua orang tuanya? Terlebih bundanya? Aku rasa, ini adalah sebuah pertanyaan retoris yang sama sekali tidak butuh jawaban. Aku juga berada di antara 7 milyar perempuan yang bercita-cita demikian.
Cita-citaku sangat sederhana, ingin menjadi dokter, punya uang banyak, dan bahagiain bunda.
ADVERTISEMENTS
2. Menjadi Tiga Besar di Kelas, dari SD Hingga SMU
Allah Maha Baik, memang, Dia Yang Terbaik. Buktinya, dari sebuah cita-citaku yang sederhana, aku diberikan kemudahan. Alhamdulillah perjuanganku tidak sia-sia. Aku menjadi peraih rangking tiga besar di kelas. Dan itu terjadi dari SD hingga SMU.
Kalau beberapa anak SMU bercita-cita ingin membolos, aku malah ingin selalu masuk sekolah. Hari-hariku di sekolah bergelut dengan mata pelajaran lebih menyenangkan daripada sendirian di rumah.
ADVERTISEMENTS
3. Memutuskan Meneruskan Cita-citaku Ke PTN
FYI, aku bukanlah anak orang kaya. Akan tetapi, tidak bisa juga dikatakan kalau aku anak orang miskin. Aku berada di antaranya. Ya, di tengah-tengahnya. Aku selalu tahu dan paham bahwa kedua orang tuaku menabung dengan sangat keras agar aku bisa sampai kuliah. Makanya, aku sudah memutuskan harus masuk ke perguruan tinggi negeri.
Dan hari itu pun tiba. Setelah sebulan aku ditempa dengan les di sebuah tempat kursus terbaik di kotaku. Hari itu aku mendaftar ke salah satu PTN di Yogyakarta. Dalam hatiku berkata, apapun yang terjadi, aku harus lulus!
Tetapi, saat aku mengisi form pendaftaran, ada yang membuatku shock. Aku harus mengisi sumbangan sukarela. Ya, dikatakan sumbangan sukarela memang. Sukarela yang harus diisi dengan nominal minimal di atas Puluhan juta. What the hell, apa ini? Saat aku tanyakan ke bagian pendaftaran. Apakah boleh, jika tidak menyumbang? Mereka bilang, jika tidak menyumbang, tidak akan diprioritaskan lulus.
ADVERTISEMENTS
4. Dan Ya! Keberanianku Menyatakan Cinta Ternyata Tidak Berujung Bahagia
Kalian pasti tahu, apa yang tidak terjadi selanjutnya, bukan? Yap! Benar sekali! Peraih 3 besar dari SD hingga SMU dengan predikat SMU terbaik se-Jawa Tengah ini tidak lulus. Beberapa hari setelahnya, aku sempat frustasi hanya berada di kamar selama hampir satu bulan penuh.
Dua hal yang tersangkut di otakku waktu itu.
1. Aku benar-benar bodoh
2. Aku cukup pintar tapi aku tidak diprioritaskan.
Akan tetapi, jika yang terjadi adalah opsi kedua, aku tidak menyesal. Aku rasa, PTN yang mengharuskanku membayar sumbangan sukarela puluhan juta itu tentunya akan membuatku menyesal jika aku mengisinya. Bagaimana aku mengatakannya kepada kedua orangtuaku? Sanggupkah aku? Berapa lama lagi aku harus merepotkan mereka jika dalam waktu beberapa menit saja mereka kehilangan puluhan juta karenaku?
Aku mencintai cita-citaku. Aku sudah mengungkapkannya. Tetapi aku malah menolaknya karena aku yakin, ia bukan yang terbaik untukku.
ADVERTISEMENTS
5. Tak Apalah Bukan Negeri, yang Terpenting, Aku Pun Sudah Lulus Kuliah Sekarang!
Iya, benar! Beberapa tahun harus kutanggung dengan rasa sesak setiap kali ada orang menyebutkan lulusan dari perguruan tinggi negeri itu. Aku kalah. Dan aku patah.
Tetapi bukankah, malam yang dingin akan terlewati dengan datangnya cahaya pagi? Juga, suara gemuruh petir akan segera sirna setelah hujan turun bahkan masih ditambah pelangi. Pun suara burung hantu akan diganti suara merdu ayam berkokok, iya kan?
Aku percaya, di atas segalanya, Allah pasti telah siapkan yang lebih indah untukku. Butuh waktu lama untuk menyadarinya. Kini, aku sudah lulus kuliah. Pendidikan Bahasa Inggris di salah satu Universitas Swasta di Jakarta Selatan. Kabar baiknya, aku bisa kuliah tanpa merepotkan orang tuaku.
Aku kuliah sambil kerja. Aku pernah mencoba beberapa profesi seperti HRD-GA, Accounting, Guru. Kini, aku menjadi seorang freelancer content writer dan copywriter.
Mungkin aku tidak akan bisa liburan ke Hollywood seperti para sepupuku yang notabene para dokter specialist. Akan tetapi, saat aku tunjukan ke bundaku, bahwa tulisanku sudah ada di website, buku antologi, aplikasi android, dan beberapa prestasi menulisku, aku tahu, ada binar bahagia dan bangga di matanya. Dan kurasa, aku lebih bahagia.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”