Tulisan ini kubuat bukan untuk menghakimi siapapun. Bukan untuk menghakimimu atau diriku. Ini untuk meluapkan segala gundah di dalam dada.
Hai kamu! Di manapun kamu yang mungkin sedang berjibaku dengan pekerjaanmu atau sibuk meladeni pasanganmu atau pun kawan-kawanmu.
Kini aku melihat sebuah kenyataan yang pilu. Sosokmu yang dulu menebarkan pesona, membuat rasa berharap itu ada di kepala.
Awal pertemuan kita yang dijembatani oleh temanmu dan temanku juga. Kita yang sama-sama tak mempunyai ikatan dengan manusia lainya. Kudengar kisah lara darinya, bahwa dirimu pernah terluka karena cinta sebelumnya. Pernah terifikir di kepala, ingin rasanya aku menjadi obat yang mampu menghapus duka. Tapi rasa suka kepadamu tidak bisa datang secara tiba-tiba.
Kuat bagiku untuk menjaga jarak karena aku bukan orang yang mudah menetapkan cinta. Bukan tanpa alasan karena aku tak mau terjebak dengan perasaan yang sama sebelumnya.
<>2. Sesaat kamu seperti menawarkan sejuta harapan yang indah, hingga kumerasa kamu adalah jawaban akhirnya.>Dari perkenalan biasa, kini ada kedekatan di antara kita. Sampai akhirnya, aku melihat sosokmu yang menawarkan sebuah harapan di dalam kesendirian yang melanda jiwa. Pesan singkatmu seolah menawarkan segala perhatian yang menarik diriku hingga ada rasa “suka” pada mu. Bahkan aku mampu berdamai dengan prinsipku untuk menjaga jarak padamu.
Bukan menjauhimu, tapi menjaga jarak agar tak begitu mudahnya tertarik pada sosokmu. Sekali lagi dengan alasan yang sama, karena tak ingin merasakan luka yang dulu.
<>3. Tuhan mengutusmu untuk aku belajar bagaimana menilai orang yang bukan hanya sekedar dari luar.>Saat suatu hari, kamu menghilang entah ke mana arahnya. Mungkin aku yang terlalu berlebih mengharap rasa yang sama. Atau kamu yang menganggapku sebagai teman curahanmu saja. Entah malaikat apa yang Tuhan kirimkan hingga aku melihat fakta yang mengejutkan mata. Segala perkatanmu yang membuatku terpana, kini terjawab sudah. Kamu kini telah kembali dengan luka lamamu dulu. Kecewa? Iya.
<>4. Kini kubatasi diri bukan untuk menghakimi. Tapi sekedar untuk bangkit dan menata hati kembali.>
Sesekali kamu mengirimkan pesan singkat, hanya sekedar menanyakan kabar dan pekerjaan. Seperlunya kubalas hanya tak ingin larut dalam deretan percakapan yang membuatku kembali mengkhayal. Ah, kupikir wajar jika aku menghakimimu dengan kata “laki-laki jahat dan tak baik”. Tapi toh, inilah kenyataan yang dikabarkanNya. Kamu datang dan pergi dengan sesuka hati hingga banyak tanya di kepala.
Bodoh? Yah mungkin aku terlalu bodoh untuk bisa menilai dan menduga bagaimana isi hatimu yang sebenarnya. Untungnya, aku hanya masuk dalem fase “suka”. Belum sayang dan cinta. Belum ada ikatan menjadi “kita”, hingga belum merasakan sakit yang membunuh jiwa dan hanya sebatas kecewa. Kini ku siap menyambut masa yang depan yang menunggu.
<>5. Tak ada kesia-siaan dalam kisah ini. Karena inilah cara Tuhan yang menghadirkan untuk mendewasakan.>Walaupun sekarang belum mampu membuka hati untuk cinta yang baru.
Kemungkinan yang terjadi sekarang adalah bahwa kamu tak baik untukku. Tapi mungkin baik untuknya. Dengan hadirmu, mungkin inilah cara Tuhan untuk mendewasakan. Untuk memperingatkan agar kepekaan selalu diataskan. Mengajarkan untuk lebih lapang menerima kenyataan. Mungkin Tuhan meggelitikku bahwa kita harus menggantungkan harapan hanya pada-Nya.
Bukan pada manusia yang banyak kekurangan, yang mungkin akan mengecewakan.
Terima kasih untuk mu yang pernah mengukir kisah walau hanya sebatas bertamu lalu pergi
Dariku, yang tanpa sadar pernah kamu kecewakan.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.