“Blur – For Tomorrow”
"Take a drive to Primrose Hill // It's windy there, and the view's so nice"..
Senandungku pelan. Lebih lirih dari angin yang menyapu kasar wajahku sekarang. Hanya berteman aplikasi pemutar musik di gawai berlogo apel krowak ini, aku duduk manis di atas bangku bebatuan, memandangi hamparan rerumputan hijau berias lampu taman. Di balik pemandangan itu, tersembul gedung-gedung tinggi tegap mengintip. Telanjang, tak terlindung kabut dan asap.
Bukan, bukan karena Jakarta sudah bebas polusi, tapi aku sedang di Primrose Hill, sebuah bukit tengah kota di London Utara.
Kuamini sepanjang lirik di lagu Blur ini. Ditulis oleh Damon Albarn, vokalis yang terobsesi dengan pasang surut kehidupan modern, lirik lagu ini tentang London. Ketika orangtua Albarn pertama kali pindah ke London, mereka tinggal di sebuah flat tepat di samping kediaman para personel The Beatles. Sebagai penggemar berat Beatles, Albarn terkesan mengetahui fakta itu, membayangkan orangtuanya bisa minum secangkir teh di Emperor’s Gate sembari melihat gerak gerik John Lennon. “Romantis,” katanya.
Romantis juga untukku. Sejak menginjakkan kaki di London, aku selalu mencuri-curi peluang untuk bisa menemukan sepi. Menancapkan sepasang kepala earphone ke kuping. Memang ini yang aku tunggu-tunggu. Di kota ini, The Small Faces menciptakan mahakaryanya yang bertajuk “Itchycoo Park” tatkala bermalas-malasan di taman Little Illford, suburban London sembari memberi makan bebek dan mengonsumsi pemandangan. Bahkan, tepat di bukit yang aku jejaki ini Paul McCartney sempat melihat sosok gaib yang menginspirasi The Beatles mengarang lagu berjudul “The Fool on The Hill”.
Di Inggris, tanah ini, atmosfer ini, kerumunan orang-orang ini, lagu-lagu favoritku dari Radiohead, Arctic Monkeys, atau The Rolling Stones dilahirkan. Lagu-lagu british yang kudengarkan di sini terasa berkali-kali lipat lebih emosional. Kau harus coba jika cukup beruntung sampai sini.
Ups, tunggu, Lebih dari musik. Sungguh. Lebih dari apapun. Kau bisa temukan timbunan info destinasi wisata menarik di Inggris, atau gambar-gambar pemandangan London di mesin pencari. Internet sudah khatam. Tapi bagiku, London dan Inggris lebih dari itu.
Bagiku, Inggris adalah ibu dari peradaban modern. Menyambanginya adalah cara paling instan untuk memahami dunia.
Mudah-mudahan pernyataan tadi tak mengagetkan dan berlebihan untukmu. Aku akan tanggung jawab. Kujelaskan alasannya:
ADVERTISEMENTS
1. Tak asal puitis saja kumenyebutnya "ibu", faktanya Inggris penyumbang keturunan yang sangat besar di dunia
"David Bowie – London Boys"
Kendati luas negara mereka kini cuma remah-remahnya Rusia atau Benua Amerika, tapi orang Inggris serasa ada di mana-mana ya? Nah, jika tak terlampau malas menengok bacaan sejarah, kau pasti tahu bahwa Britania pernah punya imperium atau masa penjajahan yang bukan main besarnya. Di bawah kepemimpinan Ratu Elizabeth pada abad ke-16, Inggris punya armada laut tak tertandingi di dunia yang bertualang ke mana-mana. Kira-kira seperlima bumi dan seperempat populasi dunia pernah dijajah Inggris.
Dengan menyambangi Inggris, ibaratnya kita datang ke kampung halaman bangsa-bangsa modern. Kita bisa mempelajari asal-usul dan nilai sejarah yang mereka miliki, baik dari sisi perilaku, fisik, maupun kebijakan negaranya. Silaturahmi ke ibunya para bule-bule :)
ADVERTISEMENTS
2. Kita bisa menghirup udara yang sama dengan tokoh-tokoh paling berpengaruh di dunia, siapa tahu ketularan ~
“Adele – Hometown Glory”
Biar saja dibilang iri, tapi faktanya 18 dari 100 tokoh paling berpengaruh di dunia versi paling otoritatif dari Michael Hart adalah orang Inggris. Paling banyak dibanding negara lain. Mulai dari Alexander Graham Bell, Adam Smith, sampai dengan ilmuwan paling disegani di dunia, Isaac Newton. Bayangkan, dunia belum tentu semaju sekarang jika bukan karena ada negara Inggris. Makan apa ya mereka ini?
Sebab itu, kita bisa merancang wisata intelek di sini. Kau bisa mampir ke tempat-tempat yang mencoba mengabadikan jasa dan karya insan-insan brilian tersebut. Contohnya, ada Tower of London sebagai salah satu kastil peninggalan William Sang Penakluk, atau makam Isaac Newton di dalam gereja bergaya arsitektur gothic bernama Westminster Abbey yang juga terletak di London.
ADVERTISEMENTS
3. Inggris juga seakan mengajarkanmu cara berbicara, karena bahasa adalah kearifan lokalnya yang paling dekat dengan kita
“The Libertines – Up The Bracket”
Jumlah pengguna bahasa Mandarin dan Spanish sebagai bahasa ibu boleh lebih banyak, tapi bahasa Inggris tak terkalahkan sebagai bahasa yang paling laku untuk sengaja dipelajari demi keperluan-keperluan komunikasi yang strategis, seperti pendidikan, bisnis atau politik. Apalagi bagi orang Indonesia, bahasa Inggris seakan sudah menjadi santapan sehari-hari.
Pertama, akhirnya ini kerap jadi pertimbangan banyak orang yang memilih Inggris sebagai destinasi perjalanan karena akan lebih memudahkan untuk beradaptasi dibanding melawat ke negara yang bahasa utamanya bukan bahasa Inggris. Kedua, praktis ini bisa jadi cara memperfasih bahasa Inggrismu dengan langsung datang ke masyarakat yang menggunakannya sebagai bahasa ibu.
Apalagi bahasa Inggris dengan aksen Britania kerap dipandang lebih eksotis daripada bahasa Inggris aksen Amerika. Dan pengalaman ini bisa didapat secara mengalir saja, sesederhana berdialog dengan penjual cinderamata atau bertukar sapa dengan warga lokal.
ADVERTISEMENTS
4. Laksana sosok ibu yang piawai melipur hati kita, dunia akan amat menjenuhkan tanpa adanya Inggris
“The Smiths – This Charming Man”
Aku bahkan tak berani membayangkan apa jadinya semesta ini tanpa The Beatles, Harry Potter, Charlie Chaplin, George Orwell, dan segunung seniman legendaris lainnya. Pada dekade 60-an, orang Amerika Serikat yang superior saja sampai mencetuskan istilah British Invasion, sebagai fenomena transfer budaya besar-besaran dari Inggris, meliputi musik, film, busana, dan literatur. Rasanya nihil anak muda yang menolak diajak berfoto dengan pose menyeberang jalan di pertigaan jalan sibuk Abbey Road.
Sebentar, kita baru menyinggung budaya populer masa kekinian. Perlu kusebut William Shakespeare? Penulis terbesar yang pernah ada. Bakat Shakespeare untuk menggubah kalimat-kalimat menyentuh masih dianggap luhur, dan kata-katanya kerap dikutip oleh orang-orang yang bahkan tidak pernah menonton atau membaca naskah dramanya.
Tahu caranya menghormati tokoh negaranya, Inggris punya banyak destinasi yang dapat dikunjungi terkait peninggalan Shakespeare, mulai dari rumah kediaman dan sekolahnya di Stratford upon Avon, serta rekonstruksi modern dari Globe Theatre di London yang rutin memainkan karya-karya drama Shakespeare.
ADVERTISEMENTS
5. Dan mau tidak mau, kita tetap harus balik membicarakan satu ini: panorama
“The Kinks – Waterloo Sunset”
Di luar daya pikat budaya dan historisnya, Inggris tetap pandai mempercantik diri. Ciri destinasi wisata Inggris secara visual adalah perpaduan antara klasik dan modis, tersuguh rapi di lanskap yang elok dipandang. Merefleksikan karakter orang Inggris sendiri, senantiasa ada nilai-nilai kebanggaan dalam tiap pesonanya. Misalnya, London Eye, bianglala raksasa yang mampu menampung 800 orang sekali putar, atau gedung pencakar langit menjulang bernama The Shard yang menawarkan pemandangan London 360 derajat dan….
.
.
.
“The Beatles – Norwegian Wood”
“And when I awoke I was alone / This bird had flown / So I lit a fire / Isn't it good Norwegian wood?”
Persis lagu itu menemukan ujungnya, sontak aku terentak dari lamunan. Tak ada rerumputan, lampu kota, dan… tepatnya, tak ada London. Aku sedang termangu di kasur, dipelototi laptop menyala dan laman aplikasi olah kata yang menagih. Terjebak khayal. Kutengok ponselku, playlist lagu-lagu Britishku habis. Pantas.
Kusambung tulisan yang tertunda untuk kontes #AyoKeUK #WTGB #OMGB. “Menulis bisa mengantarkanmu ke mana saja,” ucap ibuku. Sampai yang terjauh sekalipun? Bertemu ibu?
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”