Dalam menghadapi kehilangan, tiap orang punya cara berbeda dalam menjalani hari dengan kepura-kepuraannya. Manusia normal memiliki perasaan mendalam bagi kehilangan yang mereka alami, seolah tak percaya dengan apa yang terjadi, beberapa dari mereka justru menangis histeris, pingsan, kesurupan atau bahkan melukai dirinya sendiri.
Mereka meluapkan emosi setelah kehilangan dan berharap orang yang pergi itu bisa kembali, andai bisa memilih sebaiknya kehilangan itu memang tak pernah ada saja. Tapi nyatanya kepergian tetaplah kepergian, kejadian menyakitkan itu mengharuskan manusia untuk bersedih, untuk menangis, untuk berduka dalam kurun waktu yang bisa saja cukup atau bahkan sangat lama.
Tidak hanya pada jiwa melankolis, bahkan orang sekuat baja ringan pun, bisa saja ambruk ketika dihadapkan pada keadaan menyakitkan setelah kehilangan. Masa-masa sulit yang harus dijalani setelah tanpanya lagi, kenangan-kenangan yang dihadirkan cuaca. Pertanyaan tak sengaja dari orang-orang yang bisa saja mengorek kembali luka, membuat air mata kembali membasahi pipinya.
Sejak lama, kehilangan bukan hal yang menggembirakan bagi orang-orang yang sempat memiliki. Tidak ada rumus matematika atau kimia yang mampu menjelaskan kenapa perasaan pedih itu ada setelah kehilangan. Perasaan kehilangan sudah seperti penyakit yang menyerang seluruh tubuh. Kadang waktu yang lama bisa menjadi obat baginya, atau bahkan ada yang membawa perasaan kehilangan tersebut sampai pada akhir hidupnya.
Kita memang tak pernah tahu sedalam apa seseorang terluka, sampai pada akhirnya kita sendiri yang berada di posisi tersebut. Siklus perasaan setelah kehilang bisa membuat seseorang tiba-tiba berubah, jadi pemurung dan penyendiri, menjauhi kawan yang dulu akrab dengannya, emosi yang sulit dikendalikan.
Menurut Elisabeth Kubler-Ross (1969) seorang Psikiater. Fase-fase perasan kehilangan terjadi pada beberapa tahapan. Tahapan-tahapan tersebut, antara lain
ADVERTISEMENTS
5. Penerimaan
“Semuanya hendak baik-baik saja.”
“Saya tidak dapat melawannya, Saya harus menerima jika inilah jalan takdir.”
Ini adalah tahapan terakhir, individu tiba pada kondisi sebagai mahluk hidup jika semua perihal datang, pergi.
Namun, tidak semua yang kehilangan berada di tahapan itu.
Pada akhirnya, tak pernah ada yang siap dengan kehilangan. Dan tangisan hanya perayaan sesaat untuk duka yang panjang. Oleh karena itu, jaga mereka yang masih ada. Bahagiakan hidupnya, isi harinya dengan menyenangkan, muliakan hatinya, temani tidurnya dengan doa-doa. Karena kita tak pernah tahu kapan ia akan pergi dan tidak ada lagi di hidup ini. Karena kadang, yang paling menyakitkan dari kehilangan ialah penyesalan.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”