Negara kita kaya akan budaya, termasuk tradisi saat lebaran. Biasanya, kita menyantap ketupat dan opor ayam, dapat tunjangan hari raya atau menyalakan petasan saat takbiran. Ternyata, banyak tradisi lebaran yang beranekaragam dan sarat makna tersebar di seantero Nusantara. Berikut ini tradisi-tradisi unik yang kamu bisa temukan saat berkunjung ke sana.
ADVERTISEMENTS
1. Grebeg Syawal – Yogyakarta
Selain dikenal sebagai kota pelajar, Yogyakarta memiliki tradisi 'Grebeg Syawal' yang rutin diadakan setiap momen lebaran. Tradisi ini digelar setiap 1 Syawal sehabis sholat Idul Fitri di lingkungan alun-alun utara Keraton Yogyakarta. Tradisi yang dimulai oleh Sultan Hamengkubowono ke-I ini mempunyai makna sebagai rasa syukur sultan kepada Tuhan atas rezeki yang diberikan dan bersedekah kepada rakyat, berupa makanan dan hasil bumi yang disusun mengerucut ke atas seperti sebuah gunung. Makanya disebut gunungan.
Sebelum dibagikan kepada masyarakat, prajurit keraton membawa gunungan itu dan diarak terlebih dahulu dari Pagelaran Keraton Yoyakarta sampai halaman Masjid Gede Kauman. Kemudian, gunungan itu dibawa lagi ke Pura Pakualaman dan Kantor Kepatihan untuk didoakan bersama. Hingga akhirnya, gunungan itu dilepaskan kepada masyarakat di sekitar keraton. Dan momen itulah yang membuat tradisi ini menarik antuasiasme warga maupun turis yang datang.
ADVERTISEMENTS
2. Tellasan Topak – Madura
'Tellasan Topak' atau lebaran ketupat ini dirayakan atas ungkapan rasa syukur masyarakat Madura setelah berpuasa enam hari setelah Idul Fitri. Dilansir dari alif.id, tradisi ini dilakukan dengan cara berbagi ketupat kepada tetangga atau kerabat. Ketupat yang diantar ke rumah tetangga biasanya dilengkapi berbagai lauk, seperti daging sapi atau opor ayam. Selain rasa syukur kepada Tuhan, tradisi ini menjadi ajang pengerat silaturahim antarwarga di Madura.
Semakin berkembangnya zaman, tradisi ini dirayakan dengan cara tersendiri. Di Pamekasan, tradisi ini dirayakan dengan melakukan pawai dokar, becak, maupun mobil bak terbuka yang dihias oleh masyarakat. Sementara itu, para nelayan menggelar tradisi ini dengan cara melarung sesajen ke tengah laut di Sampang.
ADVERTISEMENTS
3. Bakar Ilo Sanggari – Nusa Tenggara Barat
Masyarakat Nusa Tenggara Barat punya tradisi sendiri untuk menyambut lebaran. Bakar 'Ilo Sanggari' namanya. Dikutip dari Good News from Indonesia, 'Ilo Sanggari' adalah sebilah bambu yang dililit dengan secarik kain yang telah diberi minyak biji jarak pagar. Bambu tersebut dibakar dan dipasang di beberapa titik dekat rumah, terutama di depan halaman depan rumah.
Tradisi ini dilaksanakan saat takbiran atau malam sebelum Hari Raya Idul Fitri. Selain memperindah rumah, masyarakat setempat percaya bahwa 'Ilo Sanggari' yang dibakar merupakan penerang yang kelak mengundang leluhur atau malaikat ke rumah. Sehingga, dengan kedatangan leluhur maupun malaikat bisa memberikan berkah kepada penghuni rumah yang menjalankan tradisi ini.
ADVERTISEMENTS
4. Ngejot – Bali
Tradisi 'Ngejot' ini tidak hanya dirayakan oleh umat Hindu saat Galungan, Nyepi atau Kuningan. Tetapi juga digelar oleh umat Muslim menjelang Idul Fitri di Bali. Istilah ‘ngejot’ sendiri berarti ‘memberi’ dalam bahasa Bali. Tradisi ini bisa diwujudkan dengan cara membagikan makanan kepada para tetangga sebagai ungkapan terima kasih. Saat lebaran, umat Islam memberikan makanan berupa ketupat, opor, maupun hindangan khas lebaran. Sedangkan, umat Hindu memberikan makanan sesajen seperti buah-buahan dan jajanan tradisional.
Dikutip dari Tirto.id, tradisi ini ada sejak raturan tahun silam. Saat itu, desa Angantiga, daerah ngejot berasal, dikuasai kerajaan Hindu. Beberapa waktu kemudian, masyarakat pendatang yang beragama Islam dari Bugis datang dan tinggal di daerah tersebut. Tidak adanya paksaan mengganti keyakinan, masyarakat antarumat ini saling terbuka dan menghormati satu sama lain. Tradisi ini diibaratkan sebagai simbol bahwa perbedaan bukanlah halangan untuk berbagi kepada sesama.
ADVERTISEMENTS
5. Meriam Karbit – Pontianak
Meriam kali ini bukan untuk perang, melainkan untuk menyambut hari raya Idul Fitri. Dentuman dan kerasnya suara yang dihasilkan menjadi daya tarik sendiri bagi masyarakat setempat maupun wisatawan. Awalnya 'Meriam Karbit' ini hanya terbuat dari sebatang bambu dan kini bisa dibikin dari pohon kelapa, meranti, atau mabang. Bagian tengah dari pohon itu dikeruk dan diberi pelumas agar kedap air dan suara. Meriam yang siap dipakai lalu diisi dengan karbit dan disulut oleh obor. 'Meriam Karbit' ini bisa ditemukan berjejer di tepi sungai Kapuas.
Konon katanya, meriam ini dibuat untuk mengusir hantu. Kala itu, Raja Syarif Abdurrahman Alkadrie ingin membuka lahan tetapi diganggu oleh hantu setempat. Versi lain mengatakan bahwa tradisi ini berasal dari seorang bangsawan Arab yang datang dan ingin menyiarkan agama Islam. Dalam perjalanannya menyusuri sungai Kapuas, ia menemukan daratan bernama Beting. Untuk memastikan ada tidaknya penduduk, bangsawan itu menembakkan meriam. Kini, meriam ini dijadikan masyarakat Pontianak untuk malam takbiran.
ADVERTISEMENTS
6. Binarundak – Sulawesi Utara
Bagi pecinta kuliner, tradisi ini dapat dinanti-nantikan. Tradisi asal Sulawesi ini dilakukan pada hari ketiga setelah Idul Fitri. Tradisi ini dirayakan dengan membakar nasi isi dalam bambu yang disebut Nasi Jaha. Makanan khas Sulawesi Utara itu terbuat dari beras kentan dan santan serta dimasukkan ke dalam bambu yang dialasi oleh daun pisang. Cara memasaknya pun dibakar seperti lemang. Selain merayakan suasana lebaran, 'Binarundak' digelar untuk menyambut para perantau yang mudik ke kampung halaman. Biasanya masyarakat setempat menikmatinya bersama keluarga, kerabat, maupun sanak saudara untuk melepas rindu. Tabuhan gendang dan rebana pun ikut memeriahkan tradisi ini.
7. Pukul Sapu – Maluku
Tradisi ini terbilang cukup ekstrim bagi sebagian besar masyarakat awam. 'Pukul Sapu' ini dilakukan oleh pemuda yang terbagi menjadi dua kelompok, merah dan putih. Kelompok ini berisikan 20 anggota yang memegang sapu lidi dengan panjang 1,5 meter. Bagian tubuh yang bisa dipukul terbatas dari bagian dada hingga perut. Dalam pertarungan dua kelompok ini, tidak sedikit yang mengalami memar dan luka. Setelah selesai, para pemuda itu dioleskan minyak tradisional yang dikenal mujarab.
Dilansir dari Gatra.com, tradisi ini dicetuskan oleh Imam Tuni yang berhasil mendirikan masjid pada 7 syawal dengan bantuan mengoleskan minyak Mamala pada kayu masjid. Ungkapan rasa syukur kepada Tuhan dan kemujaraban minyak itulah disimbolkan dengan menggelar tradisi Maluku Tengah ini. Jika kamu tertarik menyaksikan langsung tradisi Pukul Sapu ini, bisa mengunjungi Desa Morella dan Mamala tiap 7 Syawal.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”