Membicarakan bullying atau perundungan sepertinya tidak akan pernah ada ujungnya. Mengapa? Bentuk perundungan atau bullying yang ditemui hari ini kerapkali terselubung atau seringkali dibiarkan karena sudah dianggap wajar. Padahal, tidak ada bullying yang diwajarkan sebab semuanya terlalu menyakitkan.
Kini, bullying pun tidak lagi berupa perundungan secara fisik tetapi bisa melalui candaan-candaan yang dilontarkan. Bahayanya, mungkin bagi si pembully kata-kata yang dilayangkannya merupakan kalimat biasa tapi belum tentu bagi orang lain. Dengan alibi, jangan dimasukkan ke hati, sebenarnya setiap ucapan yang sukses dikatakan sudinya mampir sebentar di hati baru kemudian dilepas pergi.
Berikut beberapa rangkuman contoh topik pembicaraan yang tergolong bullying, baik secara disadari maupun tidak.
ADVERTISEMENTS
1. Merendahkan kemampuanmu entah di muka umum ataupun di depan teman sepermainan
Mungkin di antara kita sering mengatakan pada teman atau mendengarkan kalimat, ah gitu saja masa nggak bisa sih? Itu mudah banget lho. Masa kamu nggak bisa? Anak kecil saja bisa. Kamu mah cemen.
Secara tidak langsung, meski terdengar konyol dan biasa, kalimat di atas bisa digolongkan kalimat bullying jika kamu ucapkan di area publik atau di hadapan orang ramai. Sejatinya, tidak ada orang yang menginginkan judgement menyoal kemampuan di tengah-tengah keramaian sebab itu dapat melukai harga dirinya. Namun, terkadang, kita yang mengatakannya seolah tidak sanggup menahan perkataan meski sebentar.
Untuk itu, gimana kalau mulai saat ini kita lebih peka lagi memilah-milih kata dan timing yang tepat untuk mengungkapkan sesuatu ya. Supaya tidak ada yang terluka.
ADVERTISEMENTS
2. Mempertanyakan masalah gender
Siapa sih yang tidak gerah jika menyoal gender selalu dipertanyakan? Hanya karena penampilan tidak sesuai atau tidak seperti orang kebanyakan. Tidak berpenampilan ayu seperti perempuan lain atau tidak mengikuti tren macho seperti yang sering diunggah laki-laki lain.
Kamu cewek kok rambutnya dipotong pendek sih? Lebih mirip cowok lho. Boleh jadi ada banyak pertimbangan untuk tidak berpenampilan demikian.
Contoh, perempuan memilih gaya rambut plontos. Belum tentu karena ia ingin tampil seperti laki-laki, boleh jadi ia sedang melalui proses pengobatan yang mengharuskannya memotong rambut lebih pendek. Atau, ada seorang laki-laki yang tidak menunjukkan perut sixpack-nya sebab tidak percaya diri.
Mulai dari sekarang, yuk, bijak melontarkan candaan terlebih mengenai gender.
ADVERTISEMENTS
3. Maksud hati mungkin ingin menghibur, tapi jatuhnya malah terjerembab toxic masculinity
Mungkin pernah ada yang mengatakan atau mendengar kalimat, jadi cowok tuh nggak boleh nangis, kamu harus kuat dan gentle.
Pernah? Eits, setiap insan boleh-boleh saja lho merasakan kesedihan atau bahkan sampai menangis. Sayangnya, di negeri ini sosok laki-laki menangis justru dianggap tabu juga memalukan. Pun, sejak kecil para lelaki dididik untuk tidak boleh menangis. Padahal, menangis adalah salah satu cara meluapkan kesedihan.
Ayolah, cari cara menghibur yang lain alih-alih jatuh ke toxic masculinity.
ADVERTISEMENTS
4. Melayangkan protes terhadap sebuah kesalahan di area publik
Ironi, di Indonesia sepertinya ada saja orang-orang yang merasa terbiasa melayangkan ketidaksetujuan atau protes di area publik. Supaya apa gitu? Supaya dilihat wah oleh orang lain, kah? Alih-alih terlihat hebat, mengutarakan protes atas sebuah kesalahan di muka publik malah akan membuatmu kehilangan citra baik.
Misal, ini sudah jam berapa? Kan, janjian pukul sekian. Kamu datang lima belas menit kemudian. Kalau tahu kamu bakal terlambat, aku bisa manicure pedicure dulu di salon.
Di balik kesalahan atau kekeliruan orang lain, boleh jadi, ada alasan yang membuatnya demikian. Coba deh sebelum protes, ditanyakan dulu perihal kesalahannya. Jangan tiba-tiba langsung menyindir dan sebagainya.
ADVERTISEMENTS
5. Menertawakan penampilan fisik seseorang sembari memukul-mukul bagian tubuhnya
Penampilan fisik memang selalu jadi juara untuk dijadikan topik pembicaraan. Entah mengapa selalu saja menarik. Padahal, belum tentu orang yang dijadikan objek menyukai gagasan pembicaraan tersebut. Apalagi sampai menggunakan aksi berupa memukul atau menjitak kepala.
Sedekat apapun pertemananmu atau relasimu, rasa-rasanya, hormat dan sopan santun tetap butuh dijunjung tinggi ya. Jangan karena merasa sudah dekat atau terlalu dekat, maka kamu seenaknya saja. Ingat, kita semua punya yang namanya perasaan.
Pernah melabeli seseorang baperan? Alias terlalu bawa perasaan? Hei, tiap orang memang diciptakan sepaket dengan perasaan. Sah-sah saja jika ada yang merasa marah atau baper kalau dibully. Harusnya kita yang berkaca, apakah becanda yang kita lontarkan benar dan tidak menyakiti perasaan orang lain? Coba renungkan kembali, jangan sampai nantinya ada orang yang sakit hati hanya karena ucapan yang tidak sengaja kita nyatakan, ya.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”