Apakah kamu menyadari bahwa akhir-akhir ini, isu kesehatan mental (mental health) begitu gencar dikampanyekan dan diperdebatkan? Mulai dari gejala stress, frustasi, sampai depresi kerap dikaitkan dengan anak muda zaman sekarang. Narasi-narasi terkait mencintai diri sendiri (self love) dan tak boleh mengejek kekurangan fisik seseorang (body shaming) seakan tak pernah lepas dari kehidupan para remaja masa kini.
Kepedulian terhadap kesehatan mental seakan terus meningkat ditandai dengan membludaknya kunjungan kepada profesional, baik psikolog maupun psikiater. Perasaan tak berdaya yang dialami remaja dalam masa transisi menuju dewasa (quarter life crisis) memaksa mereka untuk berkonsultasi. Tak jarang, demi menarik simpati atau hanya atensi, diantaranya kerap mendiagnosis diri sendiri mengidap penyakit mental. Lantas jika ditarik benang merah, bagaimana stigma bermental lemah pada pemuda terbentuk?
ADVERTISEMENTS
1. Kemajuan Teknologi Berdampak Pada Keinginan Serba Instan
Tak bisa menyangkal, bahwa keberadaan teknologi sangatlah membantu manusia terkhusus pemuda untuk menjalani aktivitas sehari-hari. Sayangnya, secara tidak langsung hal ini membentuk karakter seseorang menjadi sosok yang tak lagi tahan banting. Kemudahan dalam segala hal telah tertanam dalam benak kita. Tak ingin menggadai nyawa, segala sesuatu yang berbau ‘ribet’ seakan-akan selalu kita hindari.
ADVERTISEMENTS
2. Tanpa Disadari Keberadaan Media Sosial Membuat Kita Sering Membandingkan Pencapaian
Terkoneksi dengan banyak orang tak hanya dapat dilakukan melalui dialog tatap muka ataupun surat-menyurat. Kali ini, cukup mengandalkan sebuah gadget yang terhubung internet, mampu mempererat tali silaturahmi hingga ke ujung dunia. Namun, media sosial sudah berkembang fungsinya, yakni sebagai ajang pamer keberhasilan duniawi. Hal inilah yang membuat kita seakan jauh tertinggal daripada kawan yang bergelimang harta.
ADVERTISEMENTS
3. Beragam Motivasi Untuk Sukses yang Menjamur Hingga Berujung Pada Label ‘Kutu Loncat’
Seberapa sering kamu membaca artikel dari motivator-motivator tentang kesuksesan berbisnis? banyak quote diluaran sana yang meminta kita untuk menjadi seorang bos dengan membuka usaha sendiri. Selalu memberikan contoh-contoh seperti nama Mark Zuckerberg yang di DO dari perkuliahan. Ataupun menyarankan diri untuk keluar dari pekerjaan (resign) dengan dalih budaya perusahaan yang tak sehat. Sadarlah bahwa kebiasaan menghindari masalah ini bukanlah jalan yang terbaik.
ADVERTISEMENTS
4. Dipicu oleh Kebiasaan Mengumbar Aib Sampai Berniat Mati
Sejak bangun tidur hingga tidur lagi di malam hari, kita tak bisa melepaskan diri dari belenggu telepon genggam. Seakan-akan ia (HP) telah menjadi jantung dan hati kita. Merasa tak ada yang bisa mengerti selain smartphone yang memahami.
Berbagi jadwal kegiatan melalui udpate status adalah kewajiban yang harus dilaksanakan. Mengira diri sendiri ialah sosok yang paling bernasib buruk di bumi. Permasalahan yang seharusnya orang tak tahu akan menjadi konsumsi publik yang tak berharga dan justru menghancurkanmu.
ADVERTISEMENTS
5. Menyangkal Kenakalan dan Membenarkan Kesalahan
Tak berniat membandingkan, tetapi perlu diingat, anak-anak kelahiran 90-an kebelakang yang belum terjamah smartphone sangat mengandalkan aktivitas fisik. Hal-hal usil yang dilakukan siswa di masa sekolah sangat lumrah mendapatkan hukuman dari seorang guru. Bahkan tak jarang, ketika kita melaporkannya kepada orang tua, ayah dan ibu justru memberikan sanksi tambahan.
Bukan bermaksud melegalkan kekerasan, tetapi nyatanya di zaman sekarang, siswa nakal tak boleh dikritik jika tak ingin dibui. Seakan-akan kenakalan mereka harus dimaklumi dan pada akhirnya menjadi calon pemberontak negeri ini.
Nah, itulah 5 hal yang kerap menjadi penyebab mengapa anak muda zaman sekarang jauh dari kata kuat mental. Apakah kamu menyetujuinya atau justru malah marah menolak faktanya?
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”