Tahun ke-13 menyambut Ramadan jauh dari kedua orangtua. Wah, ternyata aku perantau akut. Apakah tidak berat? Jangan ditanyakan lagi. Rindu? Sudah pasti. Ikhlaskah? Harus, karena aku tahu jauh dari rumah saat Ramadan tak menjauhkan hatiku dari kedua orangtua.
Setiap di awal Ramadan, Ibu selalu mengirim pesan dan mengingatkan untuk menjaga amalan selama bulan Ramadan. Bahkan tak jarang Ibu memberikan tantangan untuk mengkhatamkan Al Quran selama bulan ramadhan. Terserah yang lain akan menganggap seperti apa, tapi tantangan dari ibu ini seperti pecut yang membangunkanku untuk selalu ingat ada orangtua di rumah yang selalu mendoakan anaknya yang nun jauh di rantau.
Ketika hampir memasuki bulan Ramadan satu persatu iklan sirup mulai tayang di televisi. Sajian buka puasa dari olahan margarin seperti membiusku untuk segera grebek dapur dan membuat nasi goreng ala kosan. Plus, iklan es krim yang entah mengapa terlihat lebih menggiurkan dibandingkan biasanya. Terlepas dari itu semua, aku justru lebih merindukan suara ketukan kuali dan sendok masak ibu di dapur. Kemudian langkah ibu ke kamarku dan adikku, membangunkan kami dan mengatakan..
“Bangun nak, salat tahajud terus sahur kita ya!”
ADVERTISEMENTS
1. Menu berbuka khas buatan Ibu
Di luar bulan Ramadan, ibu jarang membuatkanku kolak pisang campur ubi. Namun ketika di bulan Ramadan, menu ini adalah menu andalan ibu untuk berbuka puasa. Ditambah dengan kurma dan teh hangat. Duh, kangen kan~
ADVERTISEMENTS
2. Iklan sirup
Di siang hari menonton televisi menjadi sebuah godaan saat yang tayang adalah sirup iklan. Entah mengapa warna sirup, dan sajian olahan sirup terlihat lebih menggoda dibandingkan hari biasanya.
ADVERTISEMENTS
3. Membuat jadwal masak
Ini bukan tradisi tapi seperti sebuah kebiasaan saja, karena hanya di momen Ramadan aku seringkali pulang dan bergantian masak bersama ibu. Bahkan membuat jadwal akan memasak apa hari ini, besok dan lusa. Menu masakan dibuat bergantian agar kami tak bosan saat sahur.
ADVERTISEMENTS
4. Suara ayah dan ibu membaca Al Quran
Setelah selesai tarawih di masjid, ayah akan membaca Al Quran di masjid bersama adik dan pemuda-pemuda lainnya di kampungku. Kemudian aku dan Ibu pulang terlebih dulu, aku kembali ke kamar untuk membaca Al Quran kemudian ibu ke kamar pula. Tak jarang aku diam sejenak atau membaca Al Quran dari hati karena ingin mendengar suara ibu mengaji di kamar dan suara ayah mengaji di masjid melalui pengeras suara.
ADVERTISEMENTS
5. Tidur siang di lantai rumah
Meski sudah di usia dua puluh tahun, saat siang hari di rumah aku lebih memilih tidur di lantai dan membiarkan pintu belakang rumahku terbuka. Angin sepoi-sepoi berhembus halus bahkan terkadang kencang, pepohonan di sekitar rumah membuat tidur siangku nyenyak di atas lantai hanya dengan beralaskan kain panjang~
ADVERTISEMENTS
6. Belajar mengantri dan bersabar
Mungkin tidak semestinya aku bahas, tapi momen Ramadan seperti mengajarkan kami, anak Ibu dan Ayah untuk belajar sabar dan mengantri. Namun hanya di waktu tertentu saja seperti setelah makan berbuka dan setelah makan sahur. Dengan toilet satu dan penghuni rumah empat orang membuat aku belajar mengantri dan bersabar jika ingin menggunakan toilet. Dan mengajarkanku untuk tidak tamak saat makan, agar tak segera membuang hajat pula setelah selesai makan.
Ayah, Ibu sungguh aku rindu Ramadan di rumah. Tapi mohon maaf anakmu ini belum bisa pulang. Meski kita berjauhan bantu aku untuk bangun sahur ya Pak, Bu.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”