Toxic friendship terjadi ketika pertemanan yang kita jalani kerap membuat kita merasa negatif. Alih-alih bersifat mendukung, toxic friendship malah membuat kita merasa tidak berdaya. Kalau sudah begini, jadi bingung—bagaimana cara bergaul yang baik untuk mengatasinya?
Parahnya lagi, terkadang kita malah ‘membiarkan’ saja. Padahal lambat laun, toxic friendship membuatmu merasa tersiksa. Kita pun jadi stres. Bahkan, dapat mempengaruhi fisik kita juga, lho, Dear. Wah, wah…seram juga ya?
Tentunya, kita nggak boleh hanya tinggal diam dan terjebak dalam toxic friendship. Lantas, bagaimana sih, cara bergaul yang baik untuk melawan toxic friendship? Tenang, berikut ini Riliv berikan amunisinya!
ADVERTISEMENTS
1. Know your worth, be the original version of you!
“I can’t be myself, it just feels so wrong and tiring, all the time.”
Seringkali, kita merasa nggak nyaman untuk benar-benar menunjukkan jati diri. Kita sering merasa cemas, tidak ingin teman kita berpikiran yang bukan-bukan. Kadang kala, kita dibuat payah, we feel we are not good enough for them.
Dalam toxic friendship, kita kerap memilih untuk berusaha mengikuti pertemanan, meskipun artinya kita tidak bisa menjadi diri sendiri. Even, toxic friendship can bring out the worst of you. Namun, sampai kapan mau membohongi diri?
Dear, jangan pernah ragu untuk menjadi diri sendiri. Pertemanan yang baik seharusnya menjadi wadah untuk menumbuhkan karakter diri sesungguhnya, bukan malah membunuhnya pelan-pelan.
ADVERTISEMENTS
2. Intuisi dapat menjadi andalan, termasuk ketika tidak ada jalan
“My heart knows, but I always say no. And then, I am being controlled.”
Intuisi adalah anugerah. Kita tidak menyadari bahwa kita tengah terjebak dalam, sebelum intuisi mengingatkan kita. Intuisi bagai alarm ketika dirimu terancam. Sayangnya, kita seringkali mematikan alarm tersebut.
Kita malah menuruti standar teman-teman toxic kita, lalu mengesampingkan apa yang sebenarnya kita inginkan. Dear, kita harus lebih siaga dengan alarm yang kita punya.
Oleh karena itu, penting untuk mendengar kata hati. Ketika pertemananmu terasa salah, jangan ragu untuk lebih mempercayai diri sendiri. Semakin kamu acuh, semakin jauh pula toxic friendship menarikmu!
ADVERTISEMENTS
3. Diam dan menghindari konflik, bukanlah cara bergaul yang baik
“Berat rasanya untuk semudah itu meninggalkan. Tapi lebih berat lagi untuk mengatakan.”
Kita tentunya selalu berusaha agar tidak terjebak dalam konflik, termasuk dalam pertemanan. Kita bahkan memilih untuk berdiam diri saat dihadapkan dengan toxic friendship, karena malas berkonflik.
Ketika rasanya sulit untuk meninggalkan toxic friendship, tetap diam akan membuatnya makin sulit. Ada cara yang dapat kamu tempuh: berkomunikasi! Seharusnya, utarakan saja apa yang kita rasakan.
Komunikasi adalah langkah bergaul yang baik dalam berbagai kondisi. Tidak selamanya diam itu emas, lho, apalagi ketika hal tersebut tidak mengubah apapun, Dear.
ADVERTISEMENTS
4. You are not completely stuck—you always have a choice
“Sudah tahu pertemanannya beracun, tapi tetap dijalani karena aku terjebak.”
Saking beracunnya, toxic friendship membuat kita ‘terjebak’. Dilematis, tersiksa dan lelah saat bertahan, bingung saat ingin melawan. Kita merasa tidak berdaya, karena ‘terjebak’ seolah tidak memberikan kita pilihan.
But Dear, you do have a choice! Toxic friendship memang dapat dengan kuat menarikmu, tapi kamu dapat dengan tegas melepaskan belenggunya. Jangan sampai dirimu berusaha keras untuk nyaman, walau sebenarnya berusaha mencari aman.
Risiko akan selalu ada pada setiap langkah yang kamu ambil. Ketika kamu sudah mengusahakan dan tidak berhasil, sebenarnya selalu ada pilihan untuk menyudahinya. But choosing to be happier, is the best choice you can ever make.
ADVERTISEMENTS
5. Berbaik hati kepada teman itu perlu, tapi jangan lupakan dirimu!
Ketika berusaha membuat orang lain senang, seharusnya kita juga merasakan hal yang sama. Pertemanan seharusnya bersifat mutual, sama-sama memberikan dan mendapatkan manfaat.
Sebelum membahagiakan orang lain, jangan lupa untuk terlebih dulu membahagiakan diri sendiri. Hal ini tidak egois. Kamu juga punya hak untuk merasa bahagia. Pertemanan yang baik seharusnya memberikan perasaan positif untuk diri kita.
Teman-teman yang toxic seringkali sulit menghargai kita apa adanya. Maka, mengapa repot-repot susah payah menuruti mereka?
—
Bergaul yang baik bukan berarti selalu memberikan yang terbaik, apalagi kalau hanya untuk orang lain. Toxic friendship akan selalu menciptakan rasa kecewa dan dirugikan. Toxic friendship memang dapat meracunimu, tapi selalu ada jalan untuk sembuh!
Percayalah, selalu ada jalan, Dear. Bisa juga tetap tinggal dan berusaha memperbaiki, atau malah menyudahinya agar lebih bahagia. Selalu ambil langkah, jangan hanya diam dan pasrah.
Referensi:
- https://www.psychologytoday.com/us/blog/healthy-connections/201006/7-signs-youre-in-toxic-friendship
- https://www.psychologytoday.com/us/blog/resolution-not-conflict/201603/8-signs-toxic-friendship
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”