Banyak hal yang sampai saat ini belum bisa aku terjemahkan dalam bahasa, bagaimana tidak ? Apalagi hal itu hanya sebuah rasa yang tidak pernah berwujud nyata, tak teraba, tak tercium, bahkan tak terdengar. Namun entah kenapa sesuatu itu terasa ada. Aku tahu itu ada, dimana ? Iya di sana, di antara sebuah jarak terbagi rata, tentunya jarak sebuah makhluk yang memiliki rasa. “Kau tidak perlu berusaha untuk memahamiku, bila itu sulit bagimu. Pahami saja aku sebagaimana aku adalah penamu, bila kau ingin mengetahui apa yang ada di dalamku,cukup kamu menulisnya. Maka itulah aku”.
3 tahun, 4,tahun 5 tahun ? Mungkin lebih dalam dari pada itu. Perkenalan tidak melulu saling berjabat tangan. Bagiku perkenalan ialah di mana setiap individu mengetahui individu yang lain dengan memahami identitas masing-masing. Jauh di belakang sana aku kenal sosokmu dari sebelum kamu berwujud nyata di hadapanku.
Dari negeri antah berantah aku bisa mengenalmu, mungkin bagi sebahagian orang hal itu tidaklah berarti, namun tidak bagiku. Bukan untuk diingat oleh orang lain. Aku hanya sekedar melihat kilas balik di dalam kepalaku. Dari sanalah aku bisa menelusuri jejak-jejak perasaan itu ada, dan mengapa itu ada.
<>2. Dimanakah kita? Sebenarnya kita tidak dimana-mana, masih menjadi diri sendiri yang saling mengenal.>Haihai.. iya sama yang kurasa? Mungkin sedikit terperanjat bila kau menanyakan padaku, begitu pula sebaliknya. Apakah aku ini temanmu? Atau sahabat? Atau secret admire? Sepertinya yang terakhir itu terlalu naif, kita ambil dua pertanyaan di depan saja. Anggap sahabat atau teman? Mungkin aku lebih suka menyebutnya sebagai "kenalan". Dalam artian luas aku mengartikanya bahwa dirimu mengenalku, begitu pula aku mengenalmu.
Tidak banyak yang aku tahu memang, ya mungkin hanya sekedar tahu sekelumit tentang hidupmu, hobi, kehebatanmu, style-mu, emm.. mungkin tidak lebih, begitu pula sebaliknya. Hal seperti itu tidak pernah berubah. Sekalipun mungkin aku takkan pernah menyesal di dalam posisi seperti itu. Namun aku merasa di dalam jarak ini ada sebuah kehangatan yang seolah membuatku enggan untuk beranjak.
"Telah kubangun dunia di sisimu, dan aku ingin kau percaya bahwa aku membutuhkanmu, sepertihalnya aku tak membutuhkan yang lain" (Dikutip dari Buku JCDD#2 oleh Eni Ristiani).
<>3. Mungkin kita ingin saling berbagi, namun masih terasa tabu.>Sesekali ada kalanya suasana di antara kita memiliki hal yang ingin dibagi. Bisa jadi mungkin hanya sepenggal cerita, atau bahkan hanya sekedar berbagi makanan bersama. Hal tersebut bisa terjadi kapan saja, dan dimana saja, bukankah kalian tahu bagaimana frekuensi hati bisa berubah seenaknya tanpa kita sadari? Kamu patut bersyukur ketika kamu maupun dia mau saling berbagi, dan mau saling menerima, hal tersebut begitu luar biasa.
Namun ada kalanya hal tersebut tidak berjalan indah sesuai harapan, lalu bagaimana? Sedih kecewa? Kalian hanya cukup bersabar, berfikirlah positif dengan hal-hal yang kalian alami. Biasa saja kok mungkin mood-nya kurang baik saja, semua itu alami, ambil segi positifnya maka kamu akan selalu merasa nyaman.
" Dear You. Maafkan aku yang membuatmu bisu. Jujur saja aku tidak pantas menuliskan ini untukmu. Aku malu pada diriku yang bahkan tak sanggup mengeja namamu. Memohon untuk bisa selalu di sini bersamamu. Aku tidak pandai berucap, apalagi merangkai kata. Aku tidak bisa menuliskanya dengan indah sepertimu. Yang jelas kutahu bahwa sejatinya kamu memang indah.
Hampir bertahun-tahun aku mengenalmu. Mungkin baru sekarang aku menyadari aku selalu bersikap aneh denganmu, seakan aku memerankan sosok lain yang bukan diriku. Aku tidak mampu memberikan apapun padamu saat ini, selain kubakukan pengakuan ini. Kuharap kau membaca dan merasakanya,... semoga, " (Dikutip dengan sedikit penyesuaian dari buku JCDD#2 oleh Sofya Nito Amalia)
<>4. Selalu ada perbedaan dan jurang pemisah, jadilah angin yang selalu bisa melewati itu semua.>Kenal, bukan berarti tahu segala-galanya. Terkadang tanpa sengaja sebuah kata dalam message text misalnya membuatnya terluka, atau bisa jadi hal-hal lain yang membuatmu marah, iri, cemburu dan semacamnya, begitu pula sebaliknya. Pada dasarnya rasa itu tidak pernah bohong, selalu polos apa adanya. Sebuah tantangan besar di sana yang menjadikan jarak semakin jauh dan mungkin juga tinggi.
Aku tahu suatu saat, dan atau mungkin itu semua sudah terjadi, entah itu karena kesengajaanku, atau mungkin khilafmu. Ini bukan salah siapa-siapa, ibarat air mengalir meskipun lembut namun tetap berbekas. Sebuah ritual hidup bila kita merasakan hal tersebut. Dengan jarak bumi bisa melihat bulan dengan indahnya, begitu pula bulan memandang bumi.
Bila jarak ini tidak ada, mungkin semuanya tidak akan pernah terlihat. Pasti berat rasanya bila jarak kian menjauh dan menghilang, mungkin takkan kuasa air mata ini meleleh. Namun takut juga kurasa ketika jarak itu semakin mendekat ketika aku belum mempersiapkan apa-apa sebagai rendezvous kita.
"Mungkin kamu benar, creamer itu sengaja saya minta agar kopi itu tertutupi rasa pahitnya. Dan rasa manis yang saya telan adalah semu, sebab pahit adalah rasa yang sesungguhnya. Dengan pahit kopi kita akan tahu apakah kita menyukai rasanya, maupun tidak begitu suka. Namun ketika creamer itu ada maka rasa aku tidak akan pernah tahu selamanya kepahitan kopi yang bisa menenangkan segala hasratku" (Dikutip dengan sedikit penyesuaian dari buku JCDD#2 oleh Ikhsan)
<>5. Anggap aku ini penamu, tuliskan saja apa yang ingin kau tahu dari dalamku, karena memahamiku dalam angan tidak akan pernah selesai sampai lelahmu.>Ibarat sebuah pena, hitam adalah isiku. Namun di tanganmulah semuanya bisa meliuk indah dalam kata, maupun sketsa rana. Kamulah yang bisa menggunakan pena itu untuk bisa lebih tahu arti dari keberadaanku. Kamu lebih tahu dariku, karena diriku sendiripun belum tentu mengenal aku sebagaimana kamu mengenalku.
Apalah aku hanya sebatang pena, tak berarti bila tak digenggam oleh mereka yang memiliki seni dan keinginan imajinasi. Apalah aku bila aku hanya tergeletak di pojok meja tulismu. Mungkin pada masanya pena hanya menjadi benda usang bila ditinggal penulisnya seperti halnya jika jarak menjauh dari pada kita. Namun juga aku hanya akan menjadi barang koleksi tanpa berguna kala hanya disimpan dalam kotak kaca. Seperti halnya bila jarak mendekat kepada kita, dan kita akan buta dengan sembarang arah.
Kau tahu jarak ini sebenarnya seperti sang penulis kepada pena. Ketika penulis membutuhkannya seharusnya ia masih ada di meja, ya dia selalu menunggunya di sana tidak pernah berpindah. Kecuali berpindah ke saku pemiliknya, maupun jatuh dan tertinggal. Tidak terlalu sulit untuk bisa saling mengenal, cukup tuliskan saja kata, maka dalam sekajap ia akan mengetahuinya.
"Diantara" itulah dimana kita sekarang, dimana waktu terasa berhenti diantara kita. Untuk itulah takut itu selalu ada, bukan untuk mengganggu, tapi untuk saling menjaga.
Salam hangat dariku, Kenalanmu.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”
nice… ada yg kurang nih soal pena yg di meja, “dia selalu menunggunya di sana tidak pernah berpindah”, kecuali di ambil orang lain … hehehehe .”ceritanya ada pencuri”