Semalam, mungkin aku bertanya banyak hal padanya yang pernah menjalin hubungan romantis. Obrolan tadi malam mungkin kepikiran begini, sampai batas mana semua ini berlabuh?
Untukmu yang tengah dilanda kegamangan, karena susah mencari tema demi sebuah obrolan, nih ada beberapa hal yang bisa kamu jadikan bahan. Tidak ada jawaban pasti, namun inilah pertanyaan-pertanyaan yang sekiranya bisa dilontarkan.
ADVERTISEMENTS
1. Kita datang dari dua keluarga dan gaya asuh yang beda. Bagaimana dengan luka pengasuhan waktu kecil?
Gaya pengasuhan orang tua yang lahir pada generasi boomers, nggak dipungkiri menimbulkan trauma sendiri bagi anak-anaknya yang lahir sebagai generasi milenial. Anak milenial yang menjunjung tinggi kesetaraan dan transparansi, kerap merasa terintimidasi kalau gaya pengasuhannya judgemental, membatasi, dan berbau toxic positivity.
Orang tua manapun pasti ingin anaknya dilindungi. Namun, tidak semua melindungi bisa membebaskan sayap anak-anaknya. Kata-kata insulting compliment seperti “Oh jadi gini ya anak ibu/ayah sekarang? Mulai hebat melawan ya.” Padahal niatnya adalah berdiskusi dengan pertimbangan-pertimbangan.
ADVERTISEMENTS
2. Hubungan jarak jauh mengharuskan semua butuh percaya. Apa kita bisa?
Beruntung ya jika kita hidup di zaman terkoneksi 24 jam. Kehadiran teknologi video call, perekam pesan suara di aplikasi perpesanan, atau media sosial, membuat kita tahu kabar masing-masing.
Namun, tidak semua diungkap transparan. Tidak tahu bagaimana emosi aslinya, bagaimana tindak-tanduknya, atau bagaimana matanya berbicara. Semua hubungan butuh percaya, apalagi jarak jauh. Namun harus seberapa percaya?
ADVERTISEMENTS
3. Bekerja 8 jam sehari. Meski, capek dan kadang lelah hati, masih mau kan saling berbagi cerita?
Bahkan melebihi 8 jam sehari saja sudah termasuk lembur. Konektivitas dengan rekan kerja semakin meningkat, apalagi di jam-jam lembur. Sudahlah lelah, pusing, terbawa emosi karena kerjaan belum kelar. Siapa lagi yang menjadi teman cerita?
ADVERTISEMENTS
4. Saat hamil dan melahirkan, baby blues dan kelelahan luar biasa buat emosi tinggi. Maukah kamu bantu tanpa melihat perubahan fisikku nanti?
Tidak jarang, cerita-cerita kehidupan rumah tangga mulai banyak dibagi di akun-akun parenting, anonim, penasihat keuangan, atau bahkan influencer di Twitter dan Instagram. Perubahan fisik karena hamil, ditambah lagi dengan rasa lelah karena membawa bayi di dalam. Tidak jarang membuat reaksi paksu atau pak suami sedikit berbeda.
Jika melahirkan, pekerjaan rumah bertambah lagi karena harus mengurus buah hati tercinta. Perubahan fisik belum selesai. Mungkin saja sudah kelelahan duluan dan tidak ingin bercinta. Masa kamu mau mencari kehangatan dengan yang lain?
ADVERTISEMENTS
5. Kerja keras sampai sakit, sebenarnya apa sih yang kamu cari?
Ceritamu yang bilang:
“Gue sehat-sehat kok. Lo aja kali udah tua”.
“Nggak kok, gue nggak minum boba atau kopi susu”.
“Lo kira gue merokok atau vaping? Gue duta rokok tau~”
Dan kesibukan-kesibukan lain yang perlahan menggerogoti tubuh, seperti duduk terlalu lama, toleran terhadap radiasi layar, kurang gerak, atau mungkin terhirup asap kendaraan dan rokok secara pasif.
Sangat biasa jika lembur itu pesan makanan-makanan enak. Lapar di malam hari memang butuh energi karbo lebih banyak, khususnya yang asin, gurih, dan manis.
Aku tidak tahu di sini, kalau kamu mungkin begitu. Tapi aku berbaik sangka saja. Kalau kamu sakit demam, batuk, pilek, dan kehujanan adalah kesalahan sendiri.
ADVERTISEMENTS
6. Aku tahu kamu gaul dan sering bertemu orang baru. Tapi, apakah kamu minum dan merokok?
Memang tidak bisa digeneralisasi kalau anak muda tanggung menuju dewasa coba-coba minum dan merokok. Hanya untuk bersenang-senang. Minimal melangkahkan kaki ke bar atau clubbing untuk melepas penat.
Mungkin tidak semua, tapi aku ragu. Ada banyak hal di luar kontrol yang akan terjadi kan?
7. Bagaimana jika nanti aku harus kembali bekerja demi tegaknya finansial keluarga?
Mungkin perdebatan warganet hingga kini adalah perempuan di rumah atau perempuan bekerja. Sejatinya itu bukan masalah, asal ada komunikasi yang jelas dan tegas.
Obrolan semalam pun diutarakan lagi, bagaimana jika kasusnya perempuan itu pekerja media, anggota TNI/Polri, jaksa, hakim, pengacara, jurnalis, pekerja film, aktivis NGO, dan sebagainya yang harus pulang malam?
“Ya kalau dia menikmati pekerjaan itu, nggak apa-apa.”
“Kecuali dia mengeluh sampai rumah. Daripada capek dengerinnya, mending istirahat aja di rumah.”
8. Kamu kapan ke rumah?
“Sabar ya, nanti gue kabarin.”
“Gue masih sibuk ngurusin perusahaan startup gue, biar bisa pensiun sebelum 30 tahun. Jadi lo nggak perlu kerja terlalu keras.”
“Kalo lo siap, gue siap.”
“Ayo titi karirnya dulu, supaya masing-masing ada persiapan.”
Dan berbagai alasan yang mungkin akan sering terdengar. Rasanya tidak sabar ingin menemuimu dan berteriak “Jangan bilang ini bukan takdir kita dan dipersulit!”
9. Ya, setidaknya…
Obrolan semalam membuatku dan mungkin semua perempuan yang menanti kamu berpikir, begitu berjuangnya menjadi perempuan di negeri ini.
Setidaknya membebaskan pikiran berlebih ini untuk terlebih dahulu mencintai diri sendiri.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”