Perkembangan internet hingga kini seharusnya mampu menyatukan anak bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik. Tapi, ada saja persoalan yang mendera sehingga memengaruhi predikat warganet negeri ini hingga mengalami degradasi. Seperti contohnya, predikat sebagai warganet kurang memiliki adab oleh dunia internasional.
Jika sampai perihal ini mempengaruhi secara global, boleh dikatakan perilaku warganet kita di dalam memanfaatkan internet stabil sangatlah toksik. Bangsa ini perlu menata kembali adab dan perilakunya ke arah yang lebih bersahabat, bahkan kepada sesama saudara sebangsa.
Setidaknya terdapat tujuh perilaku yang dikategorikan toksik didalam bersosialisasi di media sosial dengan memanfaatkan fasilitas WiFi cepat negeri ini. Mungkin ketujuh hal ini terdengar candaan biasa di kehidupan nyata. Tapi pada dasarnya, perilaku ini tidak pantas dan mesti dijauhi untuk kepentingan bersama.
ADVERTISEMENTS
1. Pelecehan berkedok pujian
Salah satu bentuk pelecehan yang seringkali kita dengar, seperti halo cantik, godain kita dong!. Pujian semacam ini dapat dikategorikan sebagai catcalling, perilaku menyerang atribut seksual yang dimiliki seseorang sehingga yang bersangkutan merasakan ketidaknyamanan. Berhati-hatilah ketika melakukan hal ini kepada siapa saja karena memiliki dampak hukum berdasarkan pasal 5 UU TPKS. Konsekuensinya pidana 9 bulan penjara atau membayar 10juta rupiah.
ADVERTISEMENTS
2. Candaan menghina fisik
Kita biasa melihat perilaku ini di depan layar kaca televisi. Maraknya program-program bertemakan humor terkadang menghadirkan karakter dengan fisik yang spesial. Akan tetapi, kita sebagai penonton menyalahartikannya sebagai kekurangan fisik yang dapat dibuat sebagai materi candaan setiap hari. Padahal tidak sama sekali. Bercanda dengan mengungkit-ungkit persoalan fisik di media sosial jelas tidak asik.
ADVERTISEMENTS
3. Sindir kesalahan di muka umum
Seringkali kita membutuhkan afirmasi orang lain terhadap kesalahan lawan bicara kita. Dengan fitur like dan comment yang terdapat pada aplikasi media sosial, warganet terbiasa memanfaatkannya untuk mendapat dukungan, sehingga yang bersangkutan terpojok dan dihakimi. Padahal, solusi terbaik adalah kedua belah pihak yang bermasalah menyelesaikannya secara pribadi, dan tidak membuat kegaduhan di ruang publik.
ADVERTISEMENTS
4. Menghina kemampuan
Tidak ada manusia yang sempurna. Persoalannya, manusia sering berperilaku narsis dan merasa diri paling sempurna. Bisa jadi, kita pandai di satu bidang dan kurang mengerti di bidang yang lain. Hal ini sering luput dari pemahaman kita sehingga tanpa sadar menghina kemampuan orang lain. Anak IndiHo** paling paham akan fenomena ini. Karena didalam percakapan media sosial seringkali istilah ini diasosiasikan dengan anak-anak indigo, melihat sesuatu yang kasat mata. Padahal kedua hal tersebut tidak memiliki keterkaitan. Perilaku toksik semacam ini harus dijauhi.
ADVERTISEMENTS
5. Mengasosiasikan umur dengan pencapaian
Takdir seseorang tidak ada yang tahu. Itu merupakan pemahaman universal yang diakui semua orang di dunia. Tapi seringkali warganet Indonesia menjadikan umur sebagai bahan candaan. Tidak semua orang bisa menerima atribut yang dimilikinya sebagai bahan olok-olok, apalagi kalau hal itu berkenaan dengan pencapaian. Seperti halnya pernikahan, pendidikan, dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENTS
6. Toxic masculinity
Pada dasarnya, tidak ada salahnya menjadi orang yang sensitif, terutama bagi kaum lelaki. Menangis dan bersedih adalah manusiawi. Namun bagi sebagian kelompok orang, baik itu perempuan maupun lelaki itu sendiri, menganggap bahwa pria yang mengekspresikan kesedihan sebagai bentuk kemunduran maskulinitas.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”