6 Tradisi Unik dari Berbagai Daerah di Indonesia saat Menyambut Bulan Puasa. Seru Semuanya!

Tradisi menyambut bulan puasa

Seperti kita ketahui, tidak lama lagi bulan puasa akan segera tiba. Masyarakat Indonesia selalu menyambut bulan penuh berkah ini dengan suka cita. Tidak hanya sekedar perayaan tetapi tidak sedikit yang menggelar acara tertentu.

Biasanya masyarakat menggelar acara sesuai dengan tradisi daerah mereka. Tak heran jika masyarakat Indonesia antusias menyambut bulan puasa, hal itu dikarenakan Indonesia mayoritas masyarakatnya adalah penganut agama Islam. Sebenarnya Indonesia bukan negara Islam, tetapi Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia.

Walaupun dalam menyambut bulan puasa setiap daerah di Indonesia memiliki ciri khas tersendiri, tetapi tradisi tersebut tetap satu tujuan yaitu mengucapkan syukur bahwa bulan penuh berkah akan segera tiba.

Nah, berikut ini beberapa tradisi yang terkenal di Indonesia dalam menyambut bulan puasa.

 

ADVERTISEMENTS

1. Perlon Unggahan (Banyumas, Jawa Tengah)

Berjalan kaki sambil membawa nasi ambeng.

Berjalan kaki sambil membawa nasi ambeng. via https://bit.ly

Perlon Unggahan dilakukan satu minggu sebelum bulan puasa tiba. Tradisi masyarakat Banyumas ini sudah dijalani dari berabad-abad silam, lebih tepatnya di Desa Pekuncen, Jatiwalang, Banyumas, Jawa Tengah.

Pengikut tradisi ini biasanya berjalan kaki dari Cilacap, melintasi perbukitan yang memisahkan Banyumas dan Cilacap sejauh 30 kilometer. Tradisi ini berupa ritual ziarah kubur di makam Bonokeling tanpa alas kaki dan sambil membawa nasi ambeng.

Dalam tradisi ini diadakan makan besar yang akan diramaikan oleh warga sekitar. Terdapat berbagai macam makanan seperti serundeng sapi, nasi bungkus, dan sayur kuah. Biasanya akan terjadi perebutan makanan karena masyarkat meyakini bahwa makanan itu akan menambah keberkahan dalam di bulan puasa.

Namun sebelum kemeriahan itu terjadi, enam kasepuhan akan terlebih dahulu berdoa di makam Bonokeling, yaitu Kasepuhan Kyai Mejasari, Kyai Padewirja, Kyai Wiryatpada, Kyai Padawitama, Kyai Wangsapada, dan Kyai Naya Leksana.

ADVERTISEMENTS

2. Meugang (Aceh)

Keramaian perayaan meugang

Keramaian perayaan meugang via https://bit.ly

Tradisi Meugang sudah dilaksanakan sejak ratusan tahun silam. Awal mula tradisi ini adalah pada masa Kerajaan Aceh yang dipimpin oleh Sultan Iskandar Muda. Kala itu menjelang bulan puasa tiba Sultan Iskandar Muda memotong hewan ternak dalam jumlah banyak dan kemudian membagikannya ke seluruh masyarakat.

Dalam tradisi ini, masyarakat aceh memasak daging dan menikmatinya bersama keluarga dan kerabat. Selain itu ada juga yang mengundang anak yatim piatu untuk menikmati masakan bersama. Tradisi ini sebagai bentuk rasa syukur selama sebelas bulan mencari nafkah dan puncaknya di bulan puasa.

Selain daging sapi, kambing dan ayam juga disembelih. Kemudian dimasak di rumah, setelah itu dibawa ke masjid untuk dihidangkan dan dinikmati bersama.

Dalam setahun, masyarakat aceh menggelar tradisi sebanyak 3 kali yaitu saat menjelang ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha. Di daerah perdesaan Meugang digelar satu hari sebelum memasuki bulan puasa, sementara di daerah perkotaan digelar dua hari sebelum bulan puasa.

ADVERTISEMENTS

3. Balimau (Minangkabau, Sumatra Barat)

Mandi bersama di sungai

Mandi bersama di sungai via http://bit.ly

Masyarakat Minangkabau memiliki tradisi unik dalam menyambut bulan puasa. Tradisi itu berupa ritual mandi memakai jeruk nipis yang dilakukan di kawasan dengan aliran sungai atau tempat pemandian.

Selain di Sumatra barat, tradisi ini juga dilakukan oleh masyarakat dibeberapa kabupaten di Riau. Tradisi ini dilatarbelakangi keinginan untuk membersihkan diri menjelang memasuki bulan puasa. Jeruk nipis digunakan karena tidak terlepas dari tradisi berabad-abad dimana masyarakat belum mengenal sabun. Maka jeruk nipis atau masyarakat Sumatra barat menyebut dengan sebutan Limau menjadi pilihan untuk membersihkan diri.

ADVERTISEMENTS

4. Megengan (Jawa Timur)

Makan bersama

Makan bersama via http://bit.ly

Tradisi ini merupakan khas masyarakat Jawa Timur seperti Tuban, Surabaya, dan Malang. Tradisi megengan biasanya berupa makan bersama dengan sanak saudara dan kerabat terdekat, kenduri di mushala. Selain makan bersama dan kenduri, megengan juga berupa ziarah kubur ke makan keluarga yang sudah meninggal.

Namun, sayangnya tradisi ini sudah mulai ditinggalkan. Hanya masyarakat desa saja yang masih rutin menggelar ritual seperti ini dalam menyambut bulan puasa. Sedangkan sebagian masyarakat kota sudah tidak lagi menggelar tradisi semacam ini dikarenakan perkembangan zaman. 

ADVERTISEMENTS

5. Nyorog (Jakarta)

Mengantarkan makanan

Mengantarkan makanan via http://bit.ly

Masyarakat betawi memiliki tradisi dalam meyambut bulan puasa, yaitu Nyorog. Dalam tradisi ini, tidak jarang sanak saudara membawa makanan khas betawi untuk dinikmati bersama.

Biasanya tradisi ini dilakukan oleh orang yang lebih muda kepada yang lebih tua. Dan tradisi ini dipercaya oleh masyarakat betawi untuk saling mengingatkan bahwa bulan puasa akan segera tiba.

Akan tetapi, tradisi ini bisa dikatakan sudah hampir punah dan mulai berganti dengan berbagi bingkisan berupa sembako, sirup, hingga kue yang sejatinya bukanlah ciri khas makanan Betawi. 

ADVERTISEMENTS

6. Dugderan (Semarang, Jawa Tengah)

Maskot dugderan

Maskot dugderan via http://bit.ly

Tradisi Dugderan kini menjadi seperti pesta rakyat yang sangat meriah di Semarang. Biasanya diwarnai dengan tabuh bedug, pawai, atau karnaval. Acara ini seperti sebuah acara yang dinantikan oleh masyarakat semarang menjelang bulan puasa tiba.

Tradisi ini sudah dilakukan sejak abad 19 lalu, bermula dari acara penentuan hari pertama bulan puasa. Tak jarang sering terjadi perbedaan dalam menentukan hari pertama puasa. Maka tradisi ini menjadi tanda bagi masyarkat semarang.

Kehadiran maskot Dugderan menambah kemeriahan acara ini. Kambing dengan kepala naga lengkap dengan kulit bersisik dari kertas warna warni bernama Warak Ngendog adalah maskot dalam tradisi ini.

Itulah beberapa tradisi yang cukup popular di Indonesia dalam menyambut bulan puasa. Dengan kekayaan budaya negara kita, tentu masih banyak lagi tradisi lainnya. Tradisi ini adalah warisan leluhur yang sepatutnya dijaga dan dilestarikan.

Tradisi itu adalah bukti bahwa betapa kaya budaya dan kearifan lokal masyarakat Indonesia. Mari kita jaga dan lestarikan agar kita tetap menjadi negara yag dikenal dengan kekayaan budaya. 

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Saya mahasiswa jurusan ilmu komunikasi UIN Suska Riau, semester VI, Konsentrasi jurnalistik.