Jika kamu termasuk penikmat sastra, tentu mengenal nama-nama penyair muda seperti Fiersa Besari, Adimas Immanuel, Bernard Batubara, Esha Tegar Putra, dan kawan-kawan sepantarannya. Mereka memang piawai memainkan kata-kata sehingga menjadi sajak-sajak yang menyentuh sanubari, baik orang yang sedang kasmaran maupun yang sedang menikmati kesepian.
Bicara soal cinta, tidak hanya para penyair muda tersebut yang bisa merangkai kata-kata mesra. Sebagai penyuka sastra, kamu perlu tahu bahwa sebelum mereka lahir, telah ada nama-nama besar yang mewarnai panggung perpuisian di Indonesia ini. Berikut ini adalah lima sajak terkenal dari penyair maestro Indonesia.
ADVERTISEMENTS
1. Pada Suatu Hari Nanti karya Sapardi Djoko Damono
Pada suatu hari nanti
jasadku tak akan ada lagi
tapi dalam bait-bait sajak ini
kau tak akan kurelakan sendiri
Pada suatu hari nanti
suaraku tak terdengar lagi
tapi di antara larik-larik sajak ini
kau akan tetap kusiasati
Pada suatu hari nanti
impianku pun tak dikenal lagi
namun di sela-sela huruf sajak ini
kau tak akan letih-letihnya kucari
(Sapardi Djoko Damono, Pada Suatu Hari Nanti)
Pada suatu hari nanti
jasadku tak akan ada lagi
tapi dalam bait-bait sajak ini
kau tak akan kurelakan sendiri
Pada suatu hari nanti
suaraku tak terdengar lagi
tapi di antara larik-larik sajak ini
kau akan tetap kusiasati
Pada suatu hari nanti
impianku pun tak dikenal lagi
namun di sela-sela huruf sajak ini
kau tak akan letih-letihnya kucari
(Sapardi Djoko Damono, Pada Suatu Hari Nanti)
Sapardi Djoko Damono adalah penyair kebanggaan Indonesia kelahiran 20 Maret 1940. Ia kerap pula disapa dengan sebutan SDD. Puisi-puisinya terkenal sederhana namun penuh makna kehidupan.
Barisan puisinya yang terkenal itu di antaranya ada Aku Ingin, Hujan Bulan Juni, dan Pada Suatu Hari Nanti. Coba baca dan resapi puisi Pada Suatu hari Nanti di atas. Betapa cinta yang ditampilkan Sapardi begitu realistis dan luhur.
ADVERTISEMENTS
2. Puisi karya Korrie Layun Rampan
Jalan ini berdebu, kekasih
Terbentang di padang rasa
Enam belas matahari memanah dari enam belas ufuk
Siang pun garang sepanjang kulminasi
Bahak malam mengikut pelan langkah tertatih
Ketipak bulan putih
Di taman kekasih
Pengantinku,
Antara kerikil dan pasir merah
Tersembunyi jejak-jejak yang singgah
(Korrie Layun Rampan)
Jalan ini berdebu, kekasih
Terbentang di padang rasa
Enam belas matahari memanah dari enam belas ufuk
Siang pun garang sepanjang kulminasi
Bahak malam mengikut pelan langkah tertatih
Ketipak bulan putih
Di taman kekasih
Pengantinku,
Antara kerikil dan pasir merah
Tersembunyi jejak-jejak yang singgah
(Korrie Layun Rampan)
Setelah tadi ada SDD, sekarang ada Korrie Layun Rampan. Ia belajar sastra dengan bergabung dengan Persada Studi Klub, sebuah klub sastra yang diasuh oleh Umbu Landu Paranggi. Korrie Layun Rampan lahir 17 Agustus 1953 dan telah meninggal pada 19 November 2015 lalu.
Puisi di atas adalah salah satu karyanya yang menarik. Bisa dilihat bukan bagaimana kepiawaiannya dalam merangkai kata-kata sedemikian manis hingga menjadi sajak yang romantis.
ADVERTISEMENTS
3. Malam Rindu karya Joko Pinurbo
Malam Minggu. Hatiku ketar-ketir.
Ku tak tahu apakah demokrasi dapat mengantarku
ke pelukanmu dengan cara seksama
dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Sebelum Ahad tiba, anarki bisa saja muncul
dari sebutir dengki atau sebongkah trauma, mengusik undang-undang dasar cinta, merongrong pancarindu di bibirku, dan aku gagal
mengobarkan Sumpah pemuda di bibirmu.
(Joko Pinurbo, Malam Rindu)
Malam Minggu. Hatiku ketar-ketir.
Ku tak tahu apakah demokrasi dapat mengantarku
ke pelukanmu dengan cara seksama
dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Sebelum Ahad tiba, anarki bisa saja muncul
dari sebutir dengki atau sebongkah trauma, mengusik undang-undang dasar cinta, merongrong pancarindu di bibirku, dan aku gagal
mengobarkan Sumpah pemuda di bibirmu.
(Joko Pinurbo, Malam Rindu)
Berikutnya adalah Joko Pinurbo, penyair kelahiran 11 Mei 1962. Penyair yang bermukim di Yogyakarta ini telah menghasilkan banyak sekali karya yang beberapa di antaranya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Jerman, dan Mandarin.
Puisi-puisi karya Joko Pinurbo sederhana dan mengandung humor yang unik. Sebagai contoh adalah puisi yang berjudul Malam Rindu di atas.
ADVERTISEMENTS
4. Barangkali Telah Kuseka Namamu karya Goenawan Mohamad
Barangkali telah kuseka namamu
dengan sol spatu
Seperti dalam perang yang lalu
kauseka namaku
Barangkali kau telah menyeka bukan namaku
Barangkali aku telah menyeka bukan namamu
Barangkali kita malah tak pernah di sini
Hanya hutan, jauh di selatan, hujan pagi
(Goenawan Mohamad, Barangkali Telah Kuseka Namamu)
Barangkali telah kuseka namamu
dengan sol spatu
Seperti dalam perang yang lalu
kauseka namaku
Barangkali kau telah menyeka bukan namaku
Barangkali aku telah menyeka bukan namamu
Barangkali kita malah tak pernah di sini
Hanya hutan, jauh di selatan, hujan pagi
(Goenawan Mohamad, Barangkali Telah Kuseka Namamu)
Puisi di atas adalah karya dari seorang sastrawan terkemuka Indonesia yang lahir pada 29 Juli 1941, Goenawan Mohamad. Ia merupakan salah seorang pendiri majalah Tempo. Catatan Pinggir atau disingkat menjadi Caping adalah salah satu rubriknya yang terkenal.
Masa muda Goenawan Mohamad, atau biasa disapa GM, lebih dikenal sebagai penyair ketimbang jurnalis. Karya-karyanya sangat menawan, contohnya seperti puisi di atas.
ADVERTISEMENTS
5. Permintaan karya W. S. Rendra
Wahai, rembulan yang bundar
jenguklah jendela kekasihku!
Ia tidur sendirian,
hanya berteman hati yang rindu.
(W. S. Rendra, Permintaan)
Wahai, rembulan yang bundar
jenguklah jendela kekasihku!
Ia tidur sendirian,
hanya berteman hati yang rindu.
(W. S. Rendra, Permintaan)
Puisi di atas sungguh sederhana, tapi seperti memiliki daya magis untuk membuat seorang terkasih klepek-klepek. Sajak tersebut ditulis oleh penyair maestro Indonesia yang sangat terkenal, W. S. Rendra. Penyair ini lahir 7 november 1935 dengan nama asli Willibrordus Surendra Broto Rendra dan meninggal pada 6 Agustus 2009 silam.
Jika kamu sedang rindu atau menjalani hubungan LDR, kamu bisa meniru apa yang dipuisikan seorang penyair maestro, W.S Rendra, ini. Dalam puisinya, ia seolah-olah memohon pada bulan untuk menjenguk kekasihnya yang sedang merindu.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”