Leo Tolstoy mengatakan “If you want to be happy, be happy (jika kamu ingin bahagia, bahagialah)”. Sebuah ajakan yang sangat sederhana namun bermakna. Hampir semua orang di dunia ingin memiliki hidup yang bahagia. Namun tak jarang orang bertanya, bagaimana? Menjadi bahagia bukan soal seberapa banyak yang kita miliki atau tidak kita miliki. Itulah sebabnya James Openheim mengatakan “It’s pretty hard to tell what does bring happiness. Poverty and wealth have both faild (Cukup sulit untuk mengatakan apa saja yang membawa kebahagiaan. Kemiskinan dan kekayaan keduanya gagal”.
Untuk membuktikannya cobalah tengok bagaimana orang-orang di sekitar kita menjalani hidupnya setiap hari. Ada orang kaya yang tidak puas dengan apa yang ada dan ada orang miskin yang putus asa dengan kondisi hidupnya yang (menurutnya) sangat terbatas.
Lantas bagaimana untuk bahagia. Logan Pearsall Smith mengatakan “There are two things to aim at in life: first, to get what you want; and after that, to enjoy it. Only the wisest of mankind achieve the second (Ada dua hal yang menjadi tujuan dalam hidup; pertama, medapatkan apa yang kamu mau; dan setelah itu, menikmatinya. Hanya manusia paling bijaksanalah yang mencapai tujuan kedua”.) Menikmati hidup adalah perjuangan yang banyak diabaikan manusia karena terlalu sibuk mengejar keinginannya yang terkadang tidak ia butuhkan.
Banyak orang yang memberi pendapat bahwa bahagia itu sederhana. Namun, jika hidup itu sederhan lantas mengapa ada banyak orang yang dirundung duka ketimbang dikaruniai kelimpahan hidup bahagia? Yah, kerena manusia banyak dibebani oleh pikiran untuk mengurus ini dan itu. Karena sibuk dengan keinginan dan nafsu pikirannya menjadi penuh dan akhirnya tubuh menjadi jenuh dan wajahpun nampak lesu. Padahal tubuh mannusia yang terbatas ini perlu juga diisi dengan hal-hal yang mampu membuat ia semangat lagi, diantaranya dengan hidup bahagia. Bagaimana caranya? Hal-hal berikut menjadi alternative dari sekian banyak pilihan untuk menjadi bahagia.
ADVERTISEMENTS
1. Memilah mana tujuan dan mana sarana
Di zaman serba instan ini cara manusia menilai tujuan dan sarana terkadang sedikit banyak dipengaruhi oleh pola hidup. Terlalu sering orang menimbun berbagai sarana (barang) untuk memenuhi nafsu dan keinginannya dalam hidup ketimbang menimang secara matang berbagai kebutuhan yang patut untuk dipenuhi.
Manusia terlalu fokus untuk mengejar kepuasan fisik dan tanpa sadar menjadi budak mode dan trend. Hal ini nampak dari bagaimana manusia menggunakan barang-barang baik mewah maupun murah. Terkadang barang dan benda-benda tersebut tidaklah dibutuhkan tapi demi memuaskan keinginan dan nafsu akan mode dan trend.
Maka sudah saatnya kita jedah sejenak untuk memilah mana hal yang penting tidak saja untuk kebutuhan fisik tetapi juga untuk kebutuhan rohani kita.
ADVERTISEMENTS
2. Uang dan harta adalah sarana bukan tujuan
Ada yang mengatakan, uang bukan segalanya tapi segalanya butuh uang. Hal ini seharunya mengingatkan kita akan nilai intrinsik dari uang. Uang pada dasarnya bukan tujuan akhir dari apa yang sendang kita perjuangkan dan yang akan kita capai. Uang dan segala jenis harta yang kita impikan hanya sarana yang sifatnya sementara. Maka uang dan harta bukanlah segala-galanya, keinginan kitalah yang membuat mereka menjadi lebih penting dari kehdupan itu sendiri. Jika kita ingin bahagia uang dan harta seharusnya mampu menjadi sarana positif untuk meraih kebahagiaan. Mulai dengan menginfentarisir berbagai kebutuhan primer, kebutuhan sekunder dan tersiar dalam kehidupan kita.
Dari berbagai kebutuhan itu dapat dipilah lagi mana yang benar-benar dibutuhkan dan mana yang hanya sekedar untuk memenuhi keinginan semata. Karena uang dan harta itu sebagai sarana maka sudah seharusnya memfasilitasi kita ke kebutuhan terdalam yakni hidup bahagia. Mulai dengan prinsip bukan uang (dan harta) yang mengatur saya tapi saya yang mengatur uang (dan harta).
ADVERTISEMENTS
3. Perbanyak waktu dengan keluarga dan sahabat
Ketika gadget dan berbagai fitur komunikasi menyerbu pasar sontak semua orang beramai-ramai seperti terkena virus ingin menikmati aneka sajian dapur teknologi dan modernisasi tersebut. Parahnya lagi, teknologi informasi yang pada mulanya bertujuan untuk memudahkan komunikasi dan relasi justru menjadi boomerang dalam pola pergaulan kita. Relasi dan komunikasi menjadi hambar dan kian dilupakan.
Banyak keluarga yang jarang berkumpul bersama untuk sharing dan bermain bersama. Relasi antar teman beralih dari face to face ke facebook, twitter, whatsap, instagram dan lainnya. Mulailah mengurangi menggunakan gadget ketika sedang berkumpul bersama.
Ada kenikmatan luar biasa yang tak bisa diwakilkan oleh gadget kita ketika bersenda gurau sambil menatap wajah setiap orang yang kita jumpai dan ajak bicara. Tawa dan canda akan nampak asli tanpa editan ala media sosial.
ADVERTISEMENTS
4. Menghargai saat-saat hening untuk refleksi diri
Banyak milenial yang enggan menikmati keheningan. Modernisasi yang banyak berpengaruh pada daya tarik euforia kepuasan fisik lebih memberi daya pikat ketimbang cara-cara tradisional untuk memperoleh kepuasan batin. Cara tradisional yang dimaksud salah satunya adalah menciptakan keheningan atau menepi untuk menikmati keheningan.
Dalam keheningan kita bisa membuat berbagai keputusan penting bahkan meningkatkan daya reflektif hingga kedamaian jiwa. Tentang keheningan Bunda Teresa mengatakan “Buah keheningan adalah doa. Buah doa adalah iman. Buah iman adalah cinta. Buah cinta adalah pelayanan. Buah pelayanan adalah damai”. Jadi jangan abaikan saat heningmu.
ADVERTISEMENTS
5. Senantiasa bersyukur daripada meminta
Cara kita bertindak sedikit banyak dipengaruhi oleh kultur dan adat istiadat kita. Demikian pun halnya dalam hal meminta dan bersyukur. Dalam relasi keseharian kita lebih dipengaruhi oleh budaya meminta daripada bersyukur. Hal ini nampak jelas bagaimana korupsi itu menjadi laten dan akut di negeri kita. Kita terlalu banyak meminta daripada bersyukur.
Bersyukur akan membuat kita menjadi lebih sabar dan tulus. Bersyukur membuat kita enggan berhamba pada ketidak puasan fisik. Bersyukur menjadikan kita mampu menahan diri terhadap segala godaan dan tawaran untuk senantiasa mengikuti keinginan dan nafsu manusiawi kita. Sikap bersyukur secara perlahan mengangkat derajad kemanusiawian kita ke derajad yang ilahi. Ayo, perbanyak syukurmu daripada minta-mintamu.
Nah, jika kamu ingin bahagia mulailah dengan cara-cara ini. Jika tidak bisa melaksanakannya sekaligus, lakukan satu persatu. Jika kamu sudah pernah melakukannya dan gagal itu tandanya kamu kurang serius dan mudah terseret oleh godaan-godaan yang mungkin kurang kamu sadari.
Ambil waktu untuk hening dan mulailah mengolah diri dengan serius niscaya kamu akan menemukan kebahagiaan itu, sederhana bukan?
Diwaktu-waktu bahagiaku
Padang Panjang, Sumatera Barat Awal Mei 2019
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”