Makin banyak perumahan, makin sempit lahan hijau yang kita temui. Tak jarang, kita merindukan kehidupan yang asri dan damai. Kalau orang kota yang punya banyak uang, sih gampang. Tinggal pergi ke puncak, beres deh! Beruntunglah kalian yang tinggal di desa, gak perlu ngeluarin biaya mahal hanya untuk menikmati pemandangan yang asri. Setiap hari, kamu bisa menghirup udara segar dan pemandangan yang asri dengan gratis.
Bagi yang tinggal di desa, melihat pemandangan seperti ini sudah biasa. Bahkan tidak jarang tetangga, saudara, paman, atau bahkan orang tuanya menjadi seorang petani. Mereka berangkat sebelum matahari menampakkan hidungnya dan pulang ketika matahari enggan menampakkan hidungnya. Pulang-pulang, sudah membawa hasilnya.
<>2. Tumpukan gabah di teras rumah akan jadi pemandangan yang khas buat kamu, si anak ndeso.>Kalian yang tinggal di kota, pasti tidak pernah melihat rumah dengan teras yang penuh dengan tumpukan gabah. Para petani sengaja menumpuk gabah di teras agar ketika ingin menjemur, tidak perlu kerepotan mengangkat gabah.
<>3. Setelah panen, hampir setiap rumah akan menjemur gabah.>Pada musim kemarau, para petani biasanya berlomba-lomba menjemur gabah di teras rumah. Mereka menjemur semua gabah yang didapatkan. Konon, harga gabah yang dijual dalam keadaan kering akan lebih mahal dibanding gabah basah. Ya, meskipun berat yang didapat dari gabah kering lebih sedikit ketimbang gabah basah.
<>4. Bermain petak umpet? Berlari mengejar layang-layang putus? Pasti seru sekali rasanya.>Sore hari adalah waktu yang tepat bagi warga untuk bersantai. Tak ketinggalan, anak-anak kecil berlarian sambil bermain. Mereka bermain dengan memanfaatkan barang sekitar, seperti potongan genteng sebagai senjata bermain sonda (setiap daerah memiliki sebutan yang berbeda, permainan yang digambar di atas tanah cara bermainnya dengan angkle atau salah satu kaki diangkat).
Pohon-pohon besar yang akan menjadi tempat persembunyian ketika mereka bermain petak umpet, bermain layang-layang, karung goni, atau karung sisa beras mereka jadikan sebagai tenda (orang jawa biasanya menyebutnya dengan gubuk, biasanya di bangun di samping rumah).
<>5. Gotong royong, kekeluargaan, dan keramahan warga menjadi ciri khas.>Di desa, kamu tidak akan menjumpai rumah besar dengan pagar yang menjulang tinggi demi menjaga keamanan rumah. Rumah dengan teras yang sangat luas akan menjadi pemandangan yang apik jika kamu tinggal di desa dan berbagai tanaman yang mudah kamu jumpai.
<>6. Hawa sejuk, ayam berkokok, dan kicauan burung akan selalu menyambut pagimu.>Berbeda dengan kamu yang tinggal di kota, yang setiap pagi berjumpa dengan kemacetan, asap kendaraan, dan bunyi klakson yang akan membuat telinga kita sakit. Di desa, kita akan mendengar ayam berkokok setiap paginya, mendengar kicauan burung yang merdu, dan merasakan kesejukan udara. Hmm... Nikmat bukan?
<>7. Bukan asap kendaraan atau asap pabrik yang kamu jumpai, melainkan asap dapur yang membawa aroma lezat.>Krucuk, krucuk! Bunyi perut yang akan kamu rasakan jika kamu mencium aroma masakan dari dapur. Aroma masakan yang khas, yang dimasak dengan menggunakan tungku dan kayu bakar. Kepulan asap masakan akan kamu jumpai jika tinggal di desa. Pasalnya, dapur yang dimiliki orang yang tinggal di desa biasanya terletak di luar rumah.
Bukan hanya karena lahan tanah yang dimiliki sangat luas, melainkan juga mereka menggunakan tungku dan kayu bakar. Jika memasak di luar rumah, akan jauh lebih aman.
<>8. Hampir semua warga memiliki sumur berlumut hijau di samping kanan atau kiri rumahnya.>Jika kita tinggal di kota, mungkin sudah tidak ada lagi sumur yang dibiarkan berdiri berlumut di samping rumah. Kebanyakan rumah-rumah di kota sudah tidak memiliki sumur. Mereka menggunakan air PDAM. Padahal, jika kita mandi dengan menggunakan air sumur lebih dingin dan segar.
<>9. Hajatan di desa lebih terasa rukun ketimbang di kota.>Jika di kota, kebanyakan dari mereka lebih memilih menyewa gedung untuk dipakai acara resepsi pernikahan. Maklum, hal ini karena keterbatasan lahan. Jika di desa, hajatan tidak perlu menyewa gedung dan katering. Tetangga samping kiri, kanan, dan depan rumah siap siaga memberikan bantuan tenaga untuk memasak dan membuat makanan.
H-3 acara pernikahan digelar, biasanya sudah membagikan dodol (orang Jawa biasa menyebutnya dengan jenang) hangat yang ke tetangga. Suasana mengaduk dodol di depan api yang panas, tidak akan kamu jumpai jika tinggal di kota.
<>10. Bukan arisan, ya Jeng. Tetapi tahlilan.>Bagi masyarakat yang memeluk agama Islam, tentu tidak asing jika mendengar kata tahlilan. Biasanya, di hari Kamis warga desa mengadakan kumpul bersama untuk membaca surat yasin dan tahlil. Kegiatan ini akan digilir setiap minggunya di rumah penduduk. Biasanya, penduduk menyepakati uang iuran per minggunya untuk jaminan makan atau snack yang akan dimakan secara bersama usai tahlilan.
Kalau di kota, mungkin ibu-ibu kompleks arisan ya Jeng. Ngomong sana-sini, makan, terus pulang deh.
<>11. Orang kota biasanya hanya suka kucing dan anjing.>
Kalau di desa, bukan hanya kucing maupun anjing yang dipelihara. Hampir semua hewan ada. Kambing, sapi, kerbau, ayam, bebek, angsa, dan burung ada. Hmmm... Kebayang kan betapa asyiknya tinggal di desa? Eits, kalau pengen lihat binatang buas, harus ke taman safari atau kebun binatang ya!
<>12. Renang bareng ikan-ikan kecil di sungai? Sudah pasti seru, gratis pula.>Biasanya, anak yang tinggal di kota setelah pulang sekolah, pasti main gawai, PS, atau tidur. Beda lagi kalau kamu tinggal di desa. Biasanya, sepulang sekolah anak-anak kecil menghabiskan waktunya untuk berenang di sungai. Tak jarang, akhir pekan mereka juga dihabiskan di sungai. Tidak hanya mandi, mereka biasanya juga mencari ikan, kemudian dibakar rame-rame.
Di desa, kalian bisa puas bermain dengan air tanpa harus mengeluarkan uang airnya pun alami dan segar tanpa campuran bahan kimia. Kalau tinggal di kota, renang pasti bayar kan?
Masih minder tinggal di desa? Sudah gak jaman lagi!
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”
alhamdulillah masih bisa bersyukur dengan sebutan anak desa .. 🙂
kula lare ndeso, adoh ratu cedak watu
(saya anak desa, jauh dengan raja namun dekat dengan batu)