Meski sama-sama orang tua, terkadang perasaan anak kepada Ayah dan Ibu nggak sama. Meski kamu yakin mereka berdua sama-sama sayang padamu, tapi terkadang kamu cenderung lebih dekat dengan salah satunya. Ada yang lebih dekat kepada Ibu, ada juga yang lebih dekat dengan Ayah. Bukannya kamu nggak sayang, hanya saja kamu lebih nyaman untuk cerita tentang apapun kepada salah satunya.
Kalau selama ini kamu lebih dekat dengan ibumu, mungkin itu dipengaruhi banyak hal. Bisa jadi selama ini Ayahmu adalah sosok yang kaku, dan sulit kamu ajak bicara. Belum lagi Ayah selalu menuntutmu untuk ini itu. Berbeda dengan Ibu yang selalu hangat dan menerimamu apa adanya. Singkatnya, dalam keluarga, Ibu bagaikan bidadari yang akan menghiburmu dan selalu mendukung apapun yang kamu lakukan. Sebaliknya, Ayah adalah tokoh antagonis yang kadang membuat hidupmu semakin berat.
Untuk kamu yang selama ini memandang Ayahmu sebagai tokoh ‘antagonis’, hal-hal di bawah ini mungkin belum kamu tahu soal Ayahmu.
ADVERTISEMENTS
1. Ketika kamu lahir, mungkin Ayah adalah orang yang paling bahagia sekaligus paling khawatir sedunia
Saat kamu lahir ke dunia, adalah momen yang sangat ambigu bagi Ayah. Dia begitu bahagia saat melihat makhluk mungil yang menangis kencang, siap menantang dunia. Ayah begitu bahagia menyambut kehadiran duplikatnya, sekaligus merasa begitu takut pada apa yang akan terjadi selanjutnya. Pertanyaan demi pertanyaan mulai menyambangi pikirannya. Akankah dia menjadi Ayah yang baik bagimu dan menjadi kepala keluarga yang baik bagi kamu dan Bunda?
ADVERTISEMENTS
2. Barangkali saat kelahiranmu, adalah kelahiran yang baru juga untuk Ayahmu. Karena kini tanggung jawab besar muncul di hadapannya
Barangkali saat itu, bukan hanya kamu yang lahir. Tapi Ayahmu juga mengalami kelahiran baru. Perasaan haru, bahagia bercampur cemas yang Ayah alami, membuatnya berjanji untuk melakukan apapun untuk menjadi Ayah yang baik bagimu. Selanjutnya Ayahmu mengubah semua kebiasaan buruknya demi kehidupanmu yang lebih baik. Mulai dari berhenti merokok, berhenti keluar malam, sampai mulai membaca buku-buku tentang parenting yang selama ini belum pernah ia lakukan.
ADVERTISEMENTS
3. Sepenuh hati dia bekerja untuk kamu dan bunda, sampai harus merelakan waktunya untuk bermain denganmu
Sejak kelahiranmu, kebutuhan keluarga juga meningkat. Mulai dari susu, baju, sampai rencana pendidikan masa depanmu sudah harus dipikirkan. Saat kamu masih berusia lima tahun, mungkin Ibu yang biasanya bekerja akan berhenti supaya bisa mengasuhmu seanjang waktu. Saat itu, perekonomian keluarga berada di pundak Ayahmu. Itulah sebabnya Ayahmu bekerja semakin keras, dan karena itulah, ia mengorbankan banyak waktu untuk bersamamu. Bukan karena tidak peduli, tapi Ayahmu harus memikirkan segalanya sehingga kamu tidak akan kekurangan segala sesuatu.
ADVERTISEMENTS
4. Tapi saat akhir pekan tiba, dialah yang paling bahagia
Mungkin kamu tidak mengingatnya. Tapi saat akhir pekan tiba, Ayahmu adalah orang yang paling bahagia. Saat itu Ayah akan menghabiskan waktu bersamamu, yang tidak pernah bisa ia lakukan di hari biasa. Mulai dari mengajakmu jalan-jalan, bermain lego di rumah, atau hanya duduk melihatmu asyik dengan aktifitasmu sendiri. Akhir pekan adalah waktu balas dendam dari lima hari yang telah beliau lewatkan dengan bertemu saat kamu terlelap. Hanya dengan bersamamu dua hari dalam seminggu, ia merasa kerja kerasnya selama ini telah terbalas.
ADVERTISEMENTS
5. Meski terkesan kurang perhatian karena selalu sibuk dengan pekerjaan, diam-diam Ayah sudah memikirkan hidupmu sampai di masa depan
Waktu kamu kecil, mungkin kamu sering kesal karena Ayah selalu sibuk untuk kamu ajak bermain bola. Ayah lebih banyak menghabiskan waktu di kantor atau di depan laptop. Sesekali kamu merasa bahwa Ayah lebih sayang pada pekerjaannya daripada kamu. Tapi saat sibuk mengerjakan sesuatu di laptop, atau sibuk di kantor sampai lembur, sebenarnya yang Ayah pikirkan adalah masa depanmu. Ayah ingin kamu mendapatkan pendidikan terbaik dan fasilitas terbaik untuk mengejar mimpimu. Semua itu tentu tak semudah membalik telapak tangan. Ayahmu harus bekerja keras untuk membuat masa depanmu terjamin.
ADVERTISEMENTS
6. Kalau kamu salah, mungkin Ayah akan marah. Tapi dengan begitu kamu tahu yang mana yang salah dan yang mana yang benar
Ingat tidak saat sore hari kamu pulang ke rumah sambil menangis karena kamu habis berebut mainan dengan teman sebaya? Saat itu bukannya membelamu, Ayah justru memarahimu habis-habisan. Kamu sedih dan marah, dan merasa Ayah tak pernah menyayangimu. Tapi setelah itu kamu tahu bahwa mengambil paksa mainan milik temanmu itu salah. Ayah memarahimu untuk memberi tahumu yang benar dan yang salah. Tapi kamu juga pasti ingat, bahwa Ayahlah yang membelamu habis-habisan saat kamu berada di posisi yang benar.
7. Ayah terkadang bersikap keras padamu, tapi itu hanya caranya membuatmu tumbuh menjadi orang yang lebih kuat
Saat kamu mulai tumbuh besar dan mulai mengenal pergaulan luar, barangkali saat itu Ayahmu mulai bersikap lebih keras padamu. Terkadang apa yang apa yang kamu lakukan tidak pernah ada benarnya di hadapan Ayah. Terkadang kamu juga kesal setengah mati, karena prestasimu yang menurutmu luar biasa, hanya dianggap biasa oleh Ayah. Tapi tahukah kamu, dibalik senyum tipisnya dan kalimat ‘harusnya kamu bisa lebih baik lagi’, sebenarnya Ayah adalah orang yang paling bangga dengan keberhasilanmu? Hanya saja Ayah tidak mau kamu cepat berpuas diri dan enggan berusaha lebih keras lagi. Itulah Ayah. Yang terkadang bersikap keras, untuk membuatmu menjadi sosok yang lebih kuat.
8. Saat kamu sakit, bukan hanya Ibu yang khawatir. Ayahmu juga, meski dia harus tetap berpura-pura kuat untuk meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja
Saat kamu sakit, Ibu akan cuti bekerja, dan selalu berada di sisimu sepanjang. Bahkan saat tidur, Ibu tidak akan meninggalkanmu sendiri. Saat itu, kamu mungkin menerjemahkan itulah kekhawatiran orang tua. Sementara Ayahmu? Mungkin Ayah ikut menjagamu sambil nonton bola. Bukan karena Ayah nggak peduli dengan keadaanmu. Mungkin kekhawatiran Ayahmu sama besar dengan kekhawatiran Ibu. Tapi salah satu diantara mereka harus tetap berpura-pura kuat untuk meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja.
9. Mungkin Ayah sering memaksakan kehendaknya supaya kamu jadi apa yang dia inginkan. Tapi sebenarnya dia hanya khawatir kamu kurang bahagia saat dewasa nanti
Saat kamu mulai dewasa dan mengenal apa itu passion serta mimpi, terkadang Ayah tidak menyukai idemu itu. Lalu Ayah akan memintamu menjadi apa yang ia mau, meskipun itu jauh berbeda dengan keinginanmu. Kamu ingin jadi pelukis, tapi Ayah malah menyuruhmu jadi dokter. Kamu pasti kesal bukan main dan merasa bahwa Ayah selalu memaksakan kehendaknya. Saat itu, cobalah berpikir dari sudut pandang Ayahmu. Mungkin Ayah memang sedikit konvensional dan berpikir karir yang pasti seperti dokter lebih menjamin hidupmu daripada menjadi seniman. Alasan Ayahmu sebenarnya sederhana. Ia hanya ingin kamu bahagia. Dan saat ia tak lagi bisa memenuhi kebutuhanmu, kamu tidak akan kekurangan.
Coba bicara pelan-pelan kepada Ayah. Katakan bahwa pilihan yang kamu ambil justru akan membuatmu lebih bahagia. Lama kelamaan Ayah akan memahami kok pola pikirmu yang berbeda itu.
10. Ayah rela dijadikan antagonis dalam keluarga, tapi sesungguhnya tak sedetikpun dia lewatkan selain untuk memikirkan keluarga
Mungkin selama ini kamu lebih dekat dengan Ibu. Ibu adalah orang pertama yang kamu temui jika ingin cerita karena kamu bisa lebih terbuka dan membicararakan apapun dengan Ibu. Ayah yang selama ini cenderung keras dan memaksakan kehendak, pasti tidak bisa memahami posisimu, begitu pikirmu saat itu. Selama ini kamu mungkin melihat Ibu sebagai tokoh protagonis yang selalu menerimamu apa adanya, dan mendukungmu atas segala hal yang kamu lakukan. Sementara Ayah, justru tokoh antagonis yang tidak pernah menghargai usahamu dan memaksamu menjadi ini itu. Asal kamu tahu, Ayahmu pasti tahu kamu menganggapmu begitu. Tapi Ayah rela menjadi tokoh antagonis, meski terkadang cemburu saat kamu begitu dekat dengan Ibu.
Untuk kamu yang selama ini kurang dekat dengan Ayah, mungkin kamu melupakan momen-momen di atas. Tapi bagaimanapun juga, Ayah menyayangimu, tak kurang-kurang, sebesar Ibu menyayangimu.