Obrolan via teks, entah itu SMS ataupun chat, adalah komunikasi yang paling umum dilakukan oleh pasangan. Ngobrol lewat pesan, adalah salah satu cara untuk tetap berkomunikasi di tengah kesibukan. Ngobrol dengan chat juga lebih fleksibel, karena bisa disambi-sambi dan hemat biaya. Tapi tahukah kamu bahwa terlalu banyak ngobrol via pesan teks bisa membuat hubungan rentan bubar?
Ya iya sih, rasanya terlalu terburu-buru menyebut penyebab gagalnya hubungan karena keseringan chat. Setiap hubungan memang punya persoalan sendiri-sendiri yang bisa mengancam. Tapi berikut ini mungkin bisa jadi alasan yang logis, terlalu keseringan ngobrol via chat atau pesan bisa berdampak buruk bagi hubungan kalian.
ADVERTISEMENTS
1. Obrolan via pesan sangat rawan untuk disalahpahami. Dikit-dikit berantem kalau respons si dia nggak seperti yang diingini
Pernah nggak sih kamu mengalami momen insecure saat menunggu balasan chat dari pacarmu? Ketika dia yang biasanya cepat membalas dan mendadak slow response, membuatmu langsung bertanya-tanya dia sedang apa. Dia yang biasanya mengetik panjang-panjang mendadak singkat-singkat, bikin kamu insecure dia nggak lagi sayang. Belum lagi penataan kalimat, pemilihan tanda seru, semua terasa membingungkan. Kamu baper karena merasa dia sedang teriak-teriak karena pakai tanda seru, padahal dia biasa saja. Bahasa teks itu sangat rawan disalahpahami.
ADVERTISEMENTS
2. Tanpa bertatap muka, ada banyak hal yang bisa disembunyikan. Awalnya remeh, lama-lama hal besar
“Kamu lagi ngapain, sayang?”
Sebuah pertanyaan standar yang mungkin bisa kamu terima beberapa kali dalam sehari. Namun, terkadang kamu butuh waktu untuk memilih jawaban yang tepat. Kalau bilang lagi main game, nanti diomelin lagi. Kalau bilang lagi nongkrong sama teman, nanti dia kesel lagi. Pada akhirnya kamu memilih jawaban paling aman: “Mau tidur nih, ngantuk banget”
Pesan teks bisa menyembunyikan banyak hal. Sebab kamu punya waktu “panjang” untuk mempertimbangkan banyak hal. Ekspresimu pun nggak bisa dibaca karena yang terlihat hanya deretan kata. Awalnya hanya kebohongan kecil yang tujuannya untuk menghindari konflik. Tapi lama-lama, bukan mustahil jadi kebohongan-kebohongan besar yang berpotensi jadi masalah yang jauh lebih besar.
ADVERTISEMENTS
3. Terlalu nyaman ngobrol via layar kaca, membuat pertemuan jadi penuh jarak. Bisa-bisa jadi awkward
Kamu dan dia sama-sama sibuk. Ketemu seminggu sekali saja belum tentu. Teleponan juga jarang karena seringnya saat sudah nggak sibuk dengan pekerjaan, lelah dan kantuk sudah datang. Itulah kenapa chattingan adalah metode komunikasi yang paling tepat untuk dilakukan. Tapi terlalu terbiasa ngobrol via chat dengan segala jarak dan batasan, bisa-bisa membuat kalian jadi awkward ketika bertemu muka. Mungkin kamu berpikir “Ah, kok dia lebih asyik saat ngobrol di chat, ya?” Pertemuan yang seharusnya jadi momen berkualitas untuk saling merekatkan hubungan, jadi terhalang kebiasaan chattingan yang dianggap lebih nyaman.
ADVERTISEMENTS
4. Pesan teks itu punya keterbatasan dalam menjelaskan sesuatu. Kalau lagi berantem terus chattingan yang ada malah nggak kelar-kelar
Kalau kamu ingin menjelaskan sebuah persoalan, chat bukanlah cara yang tepat untuk melakukannya. Karena bagaimanapun tulisan memiliki keterbatasan untuk menjelaskan. Belum lagi kalau persoalannya rumit, ditambah emosi yang sedikit menguasai hati, capek juga ‘kan kalau harus mengetik panjang-panjang? Karenanya, bila kamu dan dia sedang dalam mode berantem dan ingin menyelesaikan persoalan, lewat chat bisa bikin urusan tambah panjang. Yang ada malah nggak kelar-kelar.
ADVERTISEMENTS
5. Chattingan itu kegiatan yang bisa disambi-sambi. Sederhananya, minimnya upaya untuk saling bicara bisa mengikis perasaan istimewa
Saat bertemu langsung, kamu dan dia harus meluangkan waktu di tengah-tengah kesibukan. Begitu juga dengan ngobrol via telepon. Meski tidak bertemu secara langsung, telepon bukanlah kegiatan yang bisa disambi-sambi dengan hal lain, dan perlu meluangkan waktu tersendiri. Berbeda dengan chattingan yang jauh lebih fleksibel. Kalaupun lagi sibuk mengerjakan yang lain, tinggal bilang saja “sori baru balas”. Kemudahan dan flesibilitas yang terlalu besar ini bisa mengikis rasa perlahan-lahan. Kalau sama-sama menggampangkan, buat apa? Padahal hubungan harus diperjuangkan bukan?
Untuk pasangan yang sama-sama sibuk, chattingan memang jadi model komunikasi paling efektif. Daripada nggak ngobrol sama sekali ‘kan? Tapi bila memungkinkan, obrolan langsung tetap harus diusahakan. Supaya keakraban semakin meningkat, dan hubungan pun naik tingkat. Bukan begitu, guys?