Perkara perasaan memang tak bisa diprediksi dengan presisi. Kadar cinta seseorang juga katanya tak selalu tinggi. Ada kalanya sebuah hubungan justru membuat sepasang kekasih merasa jenuh dan ingin mencari selainnya lagi.
Mungkin, itulah yang aku rasakan. Jujur, bisa jadi memang hal itu yang aku takutkan. Aku bukannya tak mampu setia, tapi aku khawatir jika kau akhirnya menyadari bahwa wanitamu ini tak sempurna. Ketika kini sikapmu tak semanis biasanya, mungkin memang bukan aku satu-satunya yang kau cinta.
ADVERTISEMENTS
Aku pernah merasa jadi wanita paling beruntung di dunia. Berdampingan denganmu membuatku merasa cukup – tak lagi butuh selainnya.
Kau mungkin tak pernah tahu betapa rajin aku mengucap syukur pada Tuhan. Di antara doa-doa yang kurapal tiap malam, ada namamu yang tak pernah alpa kusebutkan. Tuturku pada Tuhan,
“Terima kasih untuk dia yang Kau kirimkan. Bersamanya aku tak pernah merasa kekurangan. Dan harapku, semoga dialah yang kelak bisa selamanya bertahan.”
Sebagai wanita, aku merasa sudah diperlakukan selayaknya. Bahkan jika aku mau jujur, kau sudah memberiku segalanya meski tanpa kuminta. Kasih sayang, cinta, perhatian, waktu, dukungan: semua yang kau berikan membuatku merasa tak pernah kekurangan.
Sejak saat perkenalan hingga di masa-masa awal pacaran, kau yang selalu berusaha membuktikan perasaan. Tak sekadar kalimat-kalimat manis yang kau kirim lewat pesan singkat atau surat, kejutan-kejutan darimu hampir selalu sukses memaksaku terperanjat.
Entah berapa banyak kotak coklat yang pernah kau taruh di depan pintu kamarku, buket-buket bunga yang dikirim ke alamat rumahku, atau kado-kado yang kau berikan bahkan ketika tak ada momen tertentu. Ah Sayang, kau memang berhasil membuatku tergila-gila. Tak heran ketika sekarang kau pun berhasil membuatku meremang bertanya-tanya,
“Setelah bertahun-tahun kita menjalin hubungan, kenapa sikapmu tak lagi semanis dulu? Kenapa kau justru sibuk dengan duniamu hingga seringkali mengabaikanku?”
ADVERTISEMENTS
Jika dulu akulah yang paling diutamakan, mungkinkah sekarang kau sudah mulai bosan?
Kau tahu, Sayang? Wanitamu ini sudah berusaha sekuat-kuatnya. Mencoba tak berpikir naif dan memimpikan kisah-kisah cinta dalam cerita. Aku tahu bahwa tak ada pasangan yang selamanya bahagia. Setiap hubungan pastilah mengalami pasang surutnya.
“Tapi salahkah jika aku mulai mempertanyakan? Tak patutkah jika sikapmu yang kini jauh berubah membuatku kebingungan? Mungkinkah wanitamu ini tak lagi menarik hingga kau merasa bosan?”
Banyak temanku yang akhirnya gagal dalam hubungan cinta. Bahkan mereka yang sudah pacaran bertahun-tahun akhirnya harus merasakan patah hati yang sakitnya luar biasa.
Tak bisa dipungkiri, aku pun takut jika kelak akan merasakan hal yang sama. Aku cemas jika ternyata perubahan sikapmu adalah sebuah pertanda, bahwa kau sudah mulai bosan dan tak lagi cinta.
ADVERTISEMENTS
Kau mungkin mulai kesal mendengar rajukku. Tapi jujur aku sungguh rindu kau yang dulu – pria yang tak pernah alpa memanjakanku
“Sayang, kenapa sih kamu gak seromantis dulu? Waktu masih PDKT aja segitu getolnya deketin aku? Kenapa sekarang malah lebih sering cuek kayak gak peduli gitu?”
Raut mukamu pasti berubah kesal begitu kalimat-kalimat macam itu aku lontarkan. Wajahmu terlihat tak senang ketika aku mulai merajuk manja minta diperhatikan. Tapi semakin kau terlihat kesal, aku justru makin tak bisa menahan.
Saat sikapmu tak lagi semanis dulu, rasanya ada kebahagiaanku yang ikut hilang. Ada kebutuhan dalam diriku yang tak lagi terpenuhi, sekarang. Aku merasakan perubahan sikapmu sebagai pertanda bahwa kau memang sudah tak lagi sayang.
“Tapi tunggu! Kenapa aku malah sibuk mencumbui masa lalu ketika sampai detik ini kau masih ada di sisiku?”
ADVERTISEMENTS
Di titik ini akhirnya aku mulai sadar diri. Kau bukannya tak cinta lagi, tapi hubungan yang kita jalani hanya sedang bertransformasi.
Ketakutanku sebenarnya hanyalah kesia-siaan. Sebagai manusia dewasa, aku justru belum bisa berpikir bijaksana. Ketika kita berhasil melewati jatuh bangun hubungan cinta bersama, aku malah mempertanyakan perkara-perkara remeh yang tak seberapa pentingnya.
Bunga, coklat, hingga ajakan untuk nonton berdua jelas tak lagi perlu diperhitungkan. Pendampinganmu selama bertahun-tahun toh menjadikanku tak kekurangan. Kau yang jadi bagian dalam hidupku membuatku tak sekalipun merasa kesepian.
Aku pun menyadari bahwa hubungan kita sebenarnya hanya sedang bertransformasi ke bentuk lainnya. Kita tak lagi menjalani kisah cinta khas anak remaja. Kita sudah berada di level yang lebih tinggi, yaitu hubungan cinta yang dewasa.
“Dalam diam aku memutar ulang memori dalam kepala. Menyadari kau yang kini jarang mengumbar kata cinta, namun sibuk melakukan tindakan nyata. Kau yang mengabaikan telepon dan SMS dariku karena tengah sibuk bekerja demi masa depan kita berdua.”
ADVERTISEMENTS
Sayang, maafkan aku yang seringkali menuntut minta dimanjakan. Maafkan wanitamu yang bahkan tak mengerti bahwa kau tengah sibuk menyiapkan masa depan.
Menyadari kealpaan diri sendiri membuatku merasa malu. Bodohnya aku yang tak cepat-cepat memahami makna perubahan sikapmu. Kau ternyata masih mencintaiku seperti dulu, begitu pula tak ada yang berubah dengan kadar cintamu.
Hubungan yang kita jalani justru sudah bertransformasi meski tanpa aku sadari. Ikatan di antara aku dan kau kini melompat ke level yang jauh lebih tinggi lagi. Kau tak sekadar memikirkan hari ini, tapi juga tahun-tahun ke depan yang akan dilewati ketika hubungan kita akhirnya resmi.
“Terima kasih untuk semua perjuangan dan usaha. Terima kasih karena kau bisa mencintaiku dengan cara yang dewasa. Dan terima kasih meski kau tak lagi seromantis dan semanis biasanya.”