Berbeda dari gadis-gadis seumurannya, dia tidak tampak terbebani dengan rentetan pertanyaan “Kapan ya?” atau “Tunggu apalagi sih?” yang rutin datang setiap acara keluarga. Buatnya kerewelan yang datang adalah bentuk perhatian. Alih-alih menggerutu dia hanya tersenyum dan menjawab,
“Doakan ya…”
Seperti banyak gadis di pertengahan usia 20-an, mendatangi perhelatan pernikahan kawan jadi agenda setiap akhir pekan. Dia tidak datang dengan setengah hati. Peluk, cium dan ucapan selamat yang keluar dari mulutnya jauh dari kata palsu. Dalam pikirannya pernikahan kawan adalah waktu bertemu teman lama sekaligus merayakan momen bahagia. Tidak perlu ada dengki di sana.
Ini adalah tentang gadis yang merasa menikah dan status ‘dihalalkan’ bukan prestasi. Ini tentang gadis yang tidak berpikiran bahwa diperistri membuatnya jadi lebih tinggi. Ini tentang kamu.
Gadis ini tahu sepenuhnya — diperistri hanya sebagian kecil dari prestasi yang bisa dia punya
“Kalau aku belum menikah sekarang, pasti ada maknanya. Ada tujuan Tuhan yang aku belum tahu maksudnya.”
Heran juga melihat ketenangannya. Dalam standar pernikahan orang Indonesia umurnya jelas sudah lebih dari cukup. Kesiapan finansial juga sudah dikantunginya. Tinggal cuss dan menjalani hidup seperti standar normal yang diagungkan orang kebanyakan.
Gadis ini memandang dunia dari cara yang berbeda. Pencapaian bisa dia kotakkan ke dalam berbagai kompartemen, dengan masing-masing labelnya. Yang dia lakukan kemudian adalah memandang dari atas untuk mengamati baik-baik semuanya. Dari situ dia tahu bahwa menikah dan diperistri bukan satu-satunya pencapaian yang bisa dia punya. Jika toh belum menikah dia masih bisa punya lebih banyak waktu untuk mengurus aplikasi S2. Mengusahakan dia sampai ke titik maksimal dalam karirnya sebelum masuk ke usia kepala 3. Menikah jelas kebaikan, tapi buatnya belum menikah juga bukan aib yang harus disembunyikan.
Sepi kadang ada. Dunia berubah. Sumbu perhatian pindah
Grup chat sudah tidak seramai dulu lagi. Ajakan nongkrong dan ngumpul bersama juga sudah tidak datang rutin seperti beberapa tahun sebelumnya. Gadis ini sadar bahwa hidup berubah, beberapa ikatan sumbunya bergeser pindah.
Jalan hidup membawanya ke zona nyaman baru yang tidak pernah dipikirkan sebelumnya. Rekan kerja yang usianya 4 tahun dibawahnya, kolega yang sering bertemu di meeting, sampai teman yang ditemui dalam forum diskusi buku jadi penyemarak hidupnya.
Tidak ada lagi orang yang seratus persen bisa diandalkan. Hidup bergeser jadi perjalanan sepi yang harus diperjuangkan. Tapi dia belajar banyak sekali hal baru. Dan untuk ini dia bersyukur sekali. Dia belajar bagaimana tidak kikuk saat harus makan dan nonton bioskop sendiri. Dia belajar menentukan baju mana yang paling pantas dibeli. Dia membuktikan bahwa manusia memang paling makhluk paling gesit dalam urusan beradaptasi.
Biological clock-nya terus berdetak. Tapi lebih baik pelan-pelan daripada membuat hati berderak
Dia akan mengangguk saat orang bilang wanita seharusnya tidak menunggu untuk menikah terlalu lama. Bukan kemauannya jika kini sampai penghujung 20-an tanpa pendampingan pria. Namun baginya, lebih baik mengabaikan omongan orang daripada mengorbankan rasa klik dalam hati. Dia memilih menunggu sampai ada yang membuatnya yakin berhenti.
Gadis ini kamu kenal sekali. Ia ada dalam dirimu yang sedang berjuang dalam sepi
Tidak perlu semua orang tahu bahwa dia selalu bangun di sepertiga malam. Berdoa supaya pasangan yang paling seimbang yang segera datang. Tidak perlu juga banyak orang yang tahu betapa sulitnya dia mempertahankan standar selama ini. Sungguh, dia keras kepala sekali agar tidak jatuh hati pada pria yang asal datang tapi tidak sesuai checklist yang ia pegang selama ini.
Kamu menggangguk sembari sedikit tersenyum saat membaca ini. Mirip sekali, pikirmu. Perjuangannya mirip sekali dengan perjuanganmu.
Bersulang untuk gadis yang tidak merasa menikah dan diperistri itu prestasi! Sebaik-baiknya perjuangan adalah yang dilakukan dengan rendah hati, dalam sepi.