Teman Justru Berkurang Seiring Bertambahnya Usia. Kadang Satu-satunya Pilihan Adalah Menerima

“Wah, besok sudah Sabtu. Kemana, ya? Tapi si X lagi sibuk tesis, si Y pacarnya dateng, si Z pulang kampung. Ya udahlah sendiri aja…”

Semakin bertambahnya usia, pasti kamu sering melangsungkan dialog seperti ini, dengan dirimu sendiri. Kamu pun teringat saat dulu, beberapa tahun sebelumnya, kamu hampir tak pernah merasa kesepian. Sebab, selalu ada teman yang siap mendampingi dalam setiap kesempatan. Mulai dari sekedar makan, jalan-jalan, sampai berbagi cerita ketika ada masalah.

Nah, sekarang? Sebutlah di usiamu yang ke 25, kamu memandang daftar panjang nomor kontak teman-teman di ponselmu dan menyadari: hanya sedikit dari mereka yang terus berhubungan denganmu hingga saat ini, hingga hari ini. Kamu pun membayangkan, semakin bertambahnya usia nanti, temanmu hanya dapat dihitung jari. Lalu, bagaimana kamu menjalani hari

ADVERTISEMENTS

Jangan bersedih, bagaimanapun hidupmu akan terus berjalan. Dengan atau tanpa banyaknya teman.

nggak punya temen sedih, nggak punya pacar sedih, nggak punya duit sedih

nggak punya temen sedih, nggak punya pacar sedih, nggak punya duit sedih via cdn3.collective-evolution.com

Memang, begitu menyadari fakta ini akan ada rasa sedih dan menyesal. Saat kamu akhirnya tahu bahwa beberapa ikatan pertemanan berakhir karena kealpaanmu menjaganya. Jangan sedih, apalagi menyalahkan dirimu sendiri. Lebih baik mulai membuka mata, pertemanan memang membutuhkan usaha. Kamu harus menyisihkan waktu dan tenaga untuk melanggengkannya. Tapi kalau sekarang sudah terlewat, kamu bisa apa?

Awalnya, kamu akan kaget dulu mendapati betapa lingkaran pertemananmu makin menyempit dari hari ke hari. Setiap mau pergi, entah hanya makan atau liburan, kamu malah sedih duluan. Gara-garanya tak ada lagi kawan yang bisa diajak mendampingi. Ya gimana, kamu hanya perlu membiasakan diri. Toh sama halnya dengan mereka, kamu sudah punya kesibukan sendiri

ADVERTISEMENTS

Maka mulai dari sekarang, jangan lagi keberatan melakukan semuanya sendirian.

kamu bisa sendirian

kamu bisa sendirian via i.huffpost.com

Manusia memang berkodrat sebagai makhluk sosial. Tapi, bukankah semua orang pada akhirnya nanti akan sendiri? Jadi, kenapa kamu nggak mau latihan? Apa yang kamu takutkan? Bukan mengajarimu menjadi anti sosial, tapi akan lebih baik jika hidupmu tak lagi bergantung pada mereka yang disebut “kawan.” Kehilangan pertemanan merupakan sebuah hal yang wajar dalam perjalanan hidup. Sadari saja, jika tidak semua ikatan pertemanan bisa bertahan selamanya. Hidupmu bukan sebuah lapangan bola yang bisa menampung ratusan orang di saat bersamaan.

Berdamailah dengan dirimu sendiri dulu, dan ikhlaskan kawan-kawanmu yang pergi bergantian itu. Caranya? Dengan berusaha untuk tidak keberatan saat harus melakukan berbagai hal sendirian. Jangan lagi terusik omongan orang saat harus makan atau nonton bioskop sendirian. Biasakan dirimu “nyaman” tanpa pendampingan. Jika ditemani diri sendiri saja kamu merasa jengah, bagaimana bisa kamu membuka ruang untuk pendampingan orang lain?

ADVERTISEMENTS

Secara tak sadar, dirimu sudah selektif. Membiarkan beberapa pergi, untuk kemudian kamu tahu siapa kawanmu yang sejati.

kamu akan tahu siapa temanmu sesungguhnya nanti

kamu akan tahu siapa temanmu sesungguhnya nanti via www.spiritualityforkids.com

Terkadang, beberapa orang memang harus pergi agar kawan-kawan sejati bisa masuk ke dalam hidupmu yang makin sempit ini

Begitu kata orang, memang begitu seharusnya kan? Camkan pada dirimu, penting untuk menemukan teman-teman sejati sebelum memasuki usia matang di kepala 3 nanti. Yakni mereka yang menerimamu apa adanya, tak hanya hadir saat suka saja, saat duka pun ada. Mereka yang tidak meninggalkanmu di momen tergelap dalam hidup, mereka yang dengan gigih mendukungmu setiap dihadang masalah. Perlahan tapi pasti, kami akan ada di lingkaran kecil orang-orang seperti ini.

Kawan-kawan semacam ini kan yang layak dipertahankan seumur hidup? Usia 20-an akhir, atau jelang 30 ialah saat paling tepat untuk menumbuhkan dan menjaga perkawanan sejati, sebelum kalian makin sibuk dengan urusan sendiri. Biarkanlah mereka yang pergi, apalagi yang tak pernah sevisi. Selalu syirik setengah mati saat dirimu mendapatkan prestasi. Lepaskanlah~

ADVERTISEMENTS

Karena yang penting bukan lagi kuantitas, tapi kualitas. Bukan masanya mencari teman sebanyak-banyaknya, tapi waktunya mempertahankan yang terbaik di antara mereka.

carilah yang berkualitas

carilah yang berkualitas via www.priotime.com

Dulu, kamu begitu sibuknya gabung dengan beragam komunitas, dengan tujuan mencari kawan sebanyak-banyaknya. Sibuk traveling untuk mencari kawan beragam latar belakang budaya, semata agar wawasanmu kaya. Sekarang? Usaha itu seolah sia-sia. Saat perlahan jumlah kawanmu semakin hari semakin berkurang. Tapi balik lagi ke poin sebelumnya, bukankah yang masih setia di sampingmu itu mereka yang benar-benar mengerti?

Jangan lagi jadikan kuantitas sebuah patokan keberhasilanmu dalam berkawan atau berkehidupan sosial. Sebab, pada akhirnya kualitaslah yang jadi penentunya. Kadar pertemanan juga tak bisa diukur dari seberapa sering kalian bertemu, tapi seberapa sering kalian terhubung pada setiap waktu. Kalian memang tak lagi bisa bertemu sesering dulu sebab kesibukan dan tanggung jawab sebagai orang dewasa mengakuisisi hari-harimu. Walau kalian di kota yang sama lho ya.

Misal satunya sibuk S2, satunya sibuk kerja. Tapi toh kalian tetap berhubungan, entah lewat media sosial atau malah telpon-telponan dan mengajak ketemuan. Hanya kamu yang tahu mana kawan yang pantas dipertahankan. Disini definisi perkawananmu  mulai naik kelas. Ikatan pertemanan yang mampu bertahan adalah ikatan yang kuat menembus batas.

ADVERTISEMENTS

Agar melepas mereka yang pergi menjadi lebih mudah, ibaratkan saja hal ini sebagai proses seleksi alam yang mau tak mau harus dijalani.

karena hidup adalah seleksi alam

karena hidup adalah seleksi alam via 1.bp.blogspot.com

Tahu kan bagaimana proses seleksi alam? Ya seperti itulah, hanya akan tersisa beberapa sahabat yang dapat dihitung dengan jari yang akan tinggal di sisi. Memahami adanya proses dan keadaan ini, justru kamu perlu mensyukurinya. Tak ada yang patut ditakuti hanya karena temanmu tak sebanyak dulu. Mereka yang hingga detik ini masih ada di sisimu adalah manusia-manusia terpilih yang memang kadar persahabatannya tak perlu diragukan lagi.

Mereka selalu ada di saat jatuh bangun kehidupanmu. Mereka lah yang tetap akan meluangkan waktu untuk selalu hadir dan setia. Sungguh, di usia inilah kamu harus merapal syukur, karena dikelilingi oleh mereka yang menyayangimu dengan sebenar-benarnya. Bukan malah mengeluh dan menyalahkan keadaan. Percayalah, proses ini adalah siklus yang normal.

ADVERTISEMENTS

Masih nggak paham kenapa di usia sekarang temenmu semakin berkurang? Satu-satunya alasan karena memang kamu sudah menikmati hidupmu yang sekarang.

karena kamu sudah nggak butuh mereka

karena kamu sudah nggak butuh mereka via images.askmen.com

Semudah itu, hanya karena kamu nggak butuh. Tuhan ngasih apa yang kamu butuh, bukan yang kamu inginkan. Kalau kamu nggak berhenti bertanya-tanya, kenapa semakin banyak usiamu, kemampuanmu untuk bersosialisasi semakin menurun. Kenapa pula hasratmu untuk menjalin pertemanan dengan orang lain berkurang drastis dari saat kamu masih sekolah atau kuliah. Jawabannya cuma satu, kamu udah nggak butuh mereka. Karena menurut Tuhan, kamu sudah mampu melakukannya sendiri, atau dibantu jumlah teman yang tak lebih dari jumlah jari-jari.

Kembali lagi pada poin sebelumnya, sedikit teman tapi berkualitas jauh lebih berharga daripada banyak teman tapi sering menghilang dan tidak paham keadaan. Teman-temanmu yang sudah membuktikan kualitasnya ini, layak untuk kamu pertahankan. Tidak perlu menjadi teman semua orang, karena kamu juga tidak membutuhkan semua orang untuk memahamimu.

Jadi, sudah paham kondisi ini? Sudah nggak sedih lagi? Sudah tahu harus kemana melangkahkan kaki dengan teman yang hanya bisa dihitung jari? Berjuanglah, hidupmu masih belum berhenti.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Rajin menggalau dan (seolah) terluka. Sebab galau dapat menelurkan karya.