Artikel ini terinspirasi oleh @lewitchaaris, pemenang hari ke-21 #30HariTerimaKasih challenge dari Hipwee. Hayo, sudahkah kamu bersyukur hari ini?
Jika semesta punya kalkulator berukuran raksasa, barangkali kebaikan kalian berdua sudah tidak bisa lagi dihitung nominalnya. Atau kalkulator gigantis itu malah ngambek setelah dipaksa memproses barisan 0 yang terlalu banyak jumlahnya.
Kenyataan bahwa aku dilahirkan di tengah kalian bukan opsi yang bisa kupilih sebelumnya. Kalian adalah pilihan absolut yang jauh dari kata tirani. Kalian seperti kewajiban yang kulakoni seriang hobi yang kusukai. Kalian adalah dua orangtua yang akan tetap kupilih jika memang ada kesempatan untuk dilahirkan kembali.
ADVERTISEMENTS
Semakin kami dewasa Bapak dan Ibu mulai jarang membeli barang untuk diri sendiri. Ah, sesungguhnya kalian memang tak butuh atau menahan diri?
Tak cuma sekali aku protes pada Ibu karena gemas melihat dompet dan tas Ibu yang kulitnya mulai terkelupas. Tapi dasar Ibu memang terlalu setia, dompet dan tas yang sudah tak layak pakai itu masih saja dipakai ke mana-mana.
“Ini masih bisa dipakai kok, Mbak. Nanti aja gantinya kalau udah benar-benar rusak.”
Alasan-alasan masih bisa dipakai, masih bermanfaat, sampai mubadzir dan sayang kalau dibuang terus Ibu sampaikan. Sampai alasan itu terdengar biasa dan kemudian kuaminkan.
Semakin aku dan adik beranjak dewasa Bapak pun mengalami perubahan kebiasaan yang jelas tertangkap mata. Mobil tua Bapak tidak diutak-atik sesering dulu lagi. Padahal sekarang intentsitas mogoknya sudah naik sampai ke level menguras hati.
Ibu dan Bapak selalu menunjukkan bahwa kalian tak butuh apa-apa lagi. Uang simpanan keluarga lebih baik dipakai untuk menambah uang sakuku berangkat ke Jakarta demi mencari kerja, atau membelikan sepatu basket adik yang tak murah harganya.
Demi kami kalian rela menahan diri. Keinginan dengan tegas dikebiri demi menyokong kami mengejar mimpi.
ADVERTISEMENTS
Sementara permintaan kami semakin berlipat jumlahnya, kalian ikhlas bertahan dengan apa yang sudah dipunya. Masih rela memberi pula
“Pak, boleh gak buat hadiah ulang tahun nanti Mbak dikasih tablet? Biar bisa kerjain presentasi gak perlu buka laptop.”
“Adek juga mau HP baru dong Pak. HP Adek udah 2 tahun nih, jadul banget!”
Tidak ringan memang jadi orangtua. Semakin dewasa, anak-anak yang belum bisa meringankan beban ini justru makin banyak maunya. Jago sekali kami berargumen bahwa barang-barang itu bisa meningkatkan prestasi. Padahal pada akhirnya juga dipakai untuk buka sosial media lagi.
Tapi kalian selalu berbaik sangka. Tablet canggih diberi, dengan harapan agar aku lebih cepat menyelesaikan skripsi. Ponsel adik diganti supaya semangat masuk sekolah favorit berkobar lagi. Dan itu masih belum berhenti. Kami masih sering meminta lebih banyak lagi.
ADVERTISEMENTS
Aku ingin bisa seikhlas Bapak yang rajin meliatkan otot di lengannya. Jadi setulus Ibu yang cerdik menampung air mata
Makin dewasa, ada doa lain yang kupanjatkan selepas sujud-sujud panjang bersama kita. Kesehatan dan kebahagiaan Bapak-Ibu tentu tak pernah lupa. Namun kini aku juga memohon agar Tuhan membentukku jadi serupa kalian berdua.
Ingin kuceruk kegigihan Bapak yang selalu melihat celah upaya dalam berbagai suasana. Lalu kubalurkan ampasnya di otak dan lenganku yang masih menempuh perjuangan sekian mil panjangnya. Ketulusan Ibu menampung air mata juga ingin kudekap erat di dada, agar meresap selamanya di sana.
Semoga kelak bisa kuambil teladan dari kalian berdua. Jadi anak yang gigih dalam perjuangan, pandai menyembunyikan kesakitan, serta mensejajarkan rasa dengan pengorbanan. Jadi orang yang mengerti bahwa cinta adalah rangkaian kata kerja yang meliputi banyak perbuatan.
ADVERTISEMENTS
“Sudah, ini buat Bapak dan Ibu saja. Mbak sama Adik cuma mau Bapak dan Ibu senang”, jadi kata-kata yang kuharap segera bisa kami lontarkan
Sekarang Bapak dan Ibu boleh banyak berkorban untuk dua anak yang kadang menyebalkan ini. Bapak mesti rela dana perawatan mobilnya diakuisisi, pengeluaran demi penampilan Ibu pun harus ditekan di sana-sini. Tapi kami berjanji Pak, Bu — suatu hari keadaan ini akan berbalik dan menciptakan lapang di hati.
Bapak tak perlu lagi merelakan es krim untukku dan Adik yang masih ingin mengunyah sesuatu yang segar. Ibu tak lagi harus menahan diri membeli gincu karena tenggat waktu SPP yang harus dibayar.
Bapak dan Ibu akan tasbih mendidik dua putra yang kelak bisa dengan ringan mempersilahkan Bapak dan Ibu memiliki apapun yang Bapak Ibu relakan saat ini. Kami berjanji, hanya kebahagiaan yang kelak akan Bapak dan Ibu temui. Tak perlu ada pengorbanan lagi.
Sampai saat itu tiba, semoga Tuhan membalas kebaikan Bapak dan Ibu dengan kebaikan berlipat ganda.