Split bill saat kencan pertama | Credit: Hipwee via www.hipwee.com
“Aku aja yang bayar semua”
“Sebentar-sebentar, nggak masalah kok aku ikut bayar. Kita patungan aja, ya?”
Percakapan di atas mungkin sudah nggak asing bagi kamu yang pernah diajak jalan sama gebetan atau sekadar kumpul dengan teman. Kalau sudah menyangkut masalah finansial begini biasanya jadi momen yang pelik sih memang. Jangankan sama pacar atau kerabat, sesama saudara saja jika membahas soal uang bisa jadi cerita yang panjang kali lebar.
Seperti fenomena yang belum lama ini menuai pro dan kontra di media sosial, bermula dari seorang warganet yang menyebut split bill merupakan hal lumrah ketika berpergian dengan lawan jenis. Namun, pada kenyatannya, ada yang menganggap jika diajak duluan maka sosok itulah yang harus membayar. Seringnya sih, ada pemahaman “Laki-laki yang memang seharusnya membayar di pertemuan pertama.” Hmmm, memangnya iya?
Nah, daripada berdebat, Hipwee Premium kali ini akan membahas soal pembayaran di awal kencan menurut beberapa orang. Bagaimana kisah di balik jawaban anak muda menanggapi hal tersebut? Yuk langsung simak selengkapnya di bawah ini!
ADVERTISEMENTS
Split bill sebenarnya bukan sesuatu yang baru di Indonesia, biasanya sering digunakan dalam hal membayar makanan saat makan bersama
Fenomena split bill | Credit: Hipwee
Saling patungan dalam pembelian atau mungkin bahasa kerennya disebut splitting the bill adalah upaya masing-masing orang untuk membayar tagihan makanan yang dipesan. Kebiasaan ini bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi di berbagai belahan dunia. Hanya saja, fenomena ini pada kondisi sosial kita kadang masih terdengar asing dan kaku apalagi dalam konteks perkencanan.
Praktik split bill sewajarnya bukan suatu masalah, bahkan sebagian orang menerapkan kebiasaan ini sebagai prinsip. Namun, di luar sana, masih ada yang berpandangan bahwa split bill merupakan hal yang kurang sopan karena tuntutan stigma yang dibuat oleh lingkungan. Melansir dari The Economic Times, pembayaran masing-masing ini menjadi umum di Amerika Serikat selama feminisme gelombang kedua, akhir 1960-an.
Sebuah gerakan perempuan untuk mendorong ‘jenis kelamin yang lebih adil’ mencuat di sana. Beberapa wanita merasa kurang nyaman jika pria selalu bersikeras untuk membayar, sementara dalam kasus tertentu jika pria nggak menawarkan atau membayar tagihannya, beberapa akan berpikir mereka pelit dan hitung-hitungan. Memang ya, ada saja pro kontranya.
ADVERTISEMENTS
Laki-laki sering dianggap yang harus melakukan first move dalam hubungan, pun mereka jadi merasa punya tanggung jawab soal pembayaran
Pemahan lelaki harus bayar duluan | Credit: Hipwee
Pemahaman tentang laki-laki yang harusnya membayar menjadi hal umum di negara kita. Konsep ini tentu saja nggak terlepas dari kedudukan gender di Indonesia yang belum seimbang. Ada perasaan bahwa pria itu sudah sewajarnya memimpin dan bisa bertanggung jawab dengan tindakannya. Ya, memang nggak salah, tetapi kadang kala hal ini dipengaruhi sama stigma yang sudah terlanjur mengakar.
Saya berkesempatan berdiskusi dengan seorang teman laki-laki yang berprinsip menghindar untuk dibayari seorang perempuan. Menurutnya, pada pertemuan pertama sudah sewajarnya seorang laki-laki mampu menyiapkan dana untuk dua orang. Hal ini juga sebagai pengukur kondisi keuangan sesuai kemampuan atau tidak, yang akhirnya bisa memprediksi kencan-kencan selanjutnya.
“Awal dating pilih untuk bayarin. Biasanya kayak nawarin mau makan apa gitu. Selain buat impress, kita sebagai cowok jadi tahu capability buat ajak jalan lagi ke depannya, mampu atau nggak. Karena kan kita nggak tahu kondisi dia gimana, terlebih kalau ngomongin first date. Semisal kondisi gua yang ngajak jalan duluan, otomatis perlu siapin dana buat berdua, ” papar seseorang bernama Daffa kepada Hipwee Premium.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa ia terbuka dengan permintaan sang partner. Apabila pihak perempuan bersikeras untuk membagi tagihan, Daffa biasanya meyakinkan ulang juga sebagai tanda kesopanan. Di sisi lain, ia juga merasa kagum dan menghargai sikap perempuan tersebut.
“Lebih mengedepankan untuk ngebayarin dulu. Minimal kalau si cewek bersikeras untuk bayar, ya bayar makanannya sendiri gitu. Punya gua biar jadi tanggungan sendiri tanpa harus dibayari. Kadang kalau memang lagi minim keuangan, semisal diajak jalan pasti bilang nggak ada uang, tapi kasih option lain atau cukup nemenin aja,” sambungnya.
Seringkali menerapkan konsep dirinya yang menanggung tagihan supaya tak ada yang merasa terbebani, dari awal Daffa sudah menyiapkan dana sesuai bujet. Prinsip yang ia jalani sebenarnya punya tujuan sederhana, yakni bisa menjadi motivasi untuk memberikan usaha yang terbaik dan bekerja lebih giat lagi.
“Kita coba nakar kemampuan kita dulu, jangan sampai di luar bujetnya. Kalau sekira nggak sanggup, ya bilang apa adanya gitu. Semisal kita mampu, ya alhamdulillah. Semisal masih nggak mampu, ya kita bisa usahakan sebaik-baiknya. Entah harus nambah penghasilan atau kerja lebih giat, tapi kembali lagi jangan sampai merugikan diri sendiri,” tutupnya.
ADVERTISEMENTS
Tak sedikit pula perempuan yang menolak dibayari demi menghindari utang budi. Terlebih, mereka merasa mampu tak bergantung pada laki-laki
Perempuan bisa memilih untuk membayar sendiri | Credit: Pablo Merchán Montes on Unsplash
Stigma yang menganggap laki-laki memiliki karier lebih baik dari perempuan hingga mampu menghasilkan uang lebih banyak merupakan pandangan yang salah kaprah. Pasalnya, di era seperti sekarang, kesetaraan antara kedua gender ini batasannya mulai tampak menipis. Keduanya bisa saling mempunyai penghasilan tinggi sejalan dengan profesi yang semakin beragam dan ramah untuk perempuan.
Hal ini yang ditekankan Rima Alfiany. Ia mempunyai prinsip untuk membayar makanan sendiri setiap diajak bertemu. Rima merasa lebih nyaman untuk berbagi bill karena lebih adil, sekaligus menghindari sikap pasangan yang bermuka dua. Artinya, terlihat ikhlas di depan, tetapi justru mengungkit di belakang.
“Jadi, bayar sendiri, kalau nggak gitu nggak mau keluar. Apalagi kalau baru kenal, soalnya aku termasuk orang yang nggak enakan, mengingat kita belum tahu sifatnya. Ini juga sebenarnya belajar dari pengalaman yang sudah-sudah. Pernah diajakin makan tapi dia cerita ke teman lain kalau aku habisin uangnya, padahal di posisi nggak mau jalan-jalan gitu. Diungkit lagi,” papar perempuan 23 tahun ini.
Membayar tagihan masing-masing, menurut Rima sebagai bentuk tanggung jawab pribadi. Sebagai perempuan yang mandiri, ia menerapkan prinsip menghindari ketergantungan kepada laki-laki.
“Nggak mau apa-apa bergantung sama cowok. Biar mereka juga tahu kalu aku punya uang, jadi mereka nggak meremehkan perempuan, tapi seenaknya gitu,” terangnya.
Hal serupa juga diterapkan Katarina Ariesta. Dari awal first date, ia memilih split bill untuk meringkankan beban si pria. Menariknya, kesepakatan sudah dibuat sedari awal yang justru memudahkan mereka untuk terus lanjut di kencan berikutnya. Bagi Katarina, dari awal semestinya masing-masing sudah menyiapkan dana minimal bujet per satu orang. Jangan lantas, percaya diri bahwa orang yang mengajak sudah pasti akan mentraktir sepenuhnya.
“Firs date pilih untuk patungan, sistemnya nggak harus tagihan sama rata. Misal dia bayar tempat reservasi dan makanan, aku bisa yang bayar bensin sampai jajan di luar. Nah, kencan berikutnya bisa gantian, ini kita sudah direncanakan jauh hari supaya adil,” pungkasnya.
ADVERTISEMENTS
Pada akhirnya nggak ada ketentuan siapa yang paling berhak membayar. Kejadian seperti ini semestinya bukan masalah jika sudah dikomunikasikan sejak awal
Diskusi soal keuangan pertama kali memang hal yang sensitif, tetapi juga bisa menimbulkan kesalahpahaman jika tak ada kesepakatan yang jelas. Pada dasarnya, setiap orang memiliki prinsipnya masing-masing tergantung dari perspektif kita yang mau menerima perbedaan tersebut atau tidak. Daripada membiarkan asumsi itu bersembunyi di belakang dan jadi bola liar, lebih baik memang terbuka sejak awal. Tujuannya yang pasti untuk menangani situasi seperti ini jadi lebih nyaman dan nggak kaku untuk dibicarakan.
Ada pihak yang suka membayar tagihan dirinya dan orang lain sebagai bentuk tanggung jawab. Apa pula yang senang untuk split bill karena tak mau menyusahkan orang, bahkan lebih merasa berdaya. Keduanya punya alasannya yang valid, tak ada yang benar dan salah. Pada dasarnya pemikiran tersebut merupakan prinsip masing-masing orang yang bisa saja berbeda. Nah, kalau kamu pilih dibayari, split bill, atau menanggung tagihan sepenuhnya di awal kencan?