Ada sesuatu yang berbeda di matamu. Pupil dan hitam bolanya menggemakan nada lain di hati saya. Setiap melihat ke dalamnya, saya menemukan rumah dan penerimaan tanpa syarat. Ada ruang lapang di sana tempat saya bisa meletakkan semua lelah dan penat.
Tapi ini bukan cuma soal diterima saja. Di matamu pula saya temukan keyakinan untuk bermimpi bersama. Sifat keras kepalamu mengimbangi kebimbangan saya. Pemikiran sederhanamu melengkapi kebiasaan over thinking yang kerap menghambat langkah saya. Di sampingmu saya bukan hanya merasa diterima — kamu bisa membuat saya lengkap.
Dunia tentu masih punya banyak cabang di depan mata. Ada berbagai kesempatan yang bisa membuat kita mengubah arah kendali dalam hitungan kejap saja.
Tapi apapun skenario di depan sana, saya yakin sepenuhnya bahwa hanya kamu yang saya mau jadi rekannya.
ADVERTISEMENTS
Ini bukan karena alasan naif, “Sudah begitu cinta.” Kamu hanya membuat saya yakin kita bisa jadi rekan menyenangkan untuk menua bersama
Oh, ayolah. Kita sudah sama-sama khatam soal tetek-bengek perasaan. Saya dan kamu adalah dua manusia penggiat patah hati yang butuh hitungan tahun demi menyembuhkan perasaan sendiri. Kita bahkan pernah pongah bicara enggan membuka hati lagi karena pernah merasa begitu tersakiti.
Pengalaman babak belur karena urusan cinta membuat kita jadi manusia yang rasional. Saya tahu saya tidak butuh pria romantis atau tampan. Jelas, kini yang lebih saya butuhkan adalah seorang lelaki yang konsisten dalam tiap perlakuan. Lelaki yang bisa jadi panutan untuk anak-anak yang kelak saya lahirkan.
Kamu pun mencapai fase yang sama — lekuk tubuh dan tengkuk yang seksi ternyata tidak cukup menenteramkan hati. Kamu tak lagi gatal ingin didampingi gadis yang cantiknya membuat rekan-rekan priamu iri. Kini justru dia yang punya kebesaran hati yang dicari. Gadis yang bisa menerimamu dalam kondisi stres dikejar target, menepuk punggungmu semalaman, membiarkanmu tidur lelap memanjat dadanya demi menemukan kenyamanan.
Kamu jelas bukan yang pertama. Kamu juga jelas bukan pasangan paling sempurna. Namun di sampingmu saya tahu bahwa menua bersama tidak akan semenakutkan yang dikira. Kita bisa jadi dua rekan baik yang tinggal serumah, sesekali bercinta, sembari setia menghitung tiap kerut yang hadir di muka.
ADVERTISEMENTS
Keputusan berhenti di kamu tidak membuat saya migrain atau cemas lama-lama. Tidak pula membuat saya begitu bahagia. Menjalani semua bersamamu, anehnya, terasa biasa saja
Agar kamu tidak tinggi hati, kamu perlu tahu bahwa kamu tidak pernah membuat saya panas-dingin seperti yang biasa pasangan baru alami. Bersamamu semua terasa biasa saja. Saat kamu menawarkan untuk menjajaki hubungan ke arah yang lebih serius saya hanya mengangkat alis lalu berujar, “Ya sudah jalani saja.” Toh semua akan terang jika ini memang jalannya.
Baru kamu orang yang membuat saya tidak cemas meski berhari-hari tidak dihubungi. Entah bagaimana kamu bisa membuat saya mengerti arti batasan. Bahwa sampai hari nama belakangmu resmi disematkan, kita masih punya impian pribadi yang pantas diperjuangkan. Tidak ada yang perlu diupayakan berlebihan. Tidak perlu drama penuh air mata yang membuat kaki berat dan tertahan.
Hari-hari biasa yang membenamkan saya di tengah kesibukan kerja berjalan beriringan dengan kesedian telingamu menampung semua keluhan yang ada. Himpitan tugas di tengah musim dingin ternyata berurutan dengan sapaan random saya saat kamu merasa butuh teman. Barangkali inilah yang orang bilang dengan saling menemukan. Segala yang biasa bersamamu berubah jadi hangat dan menyenangkan.
ADVERTISEMENTS
Bagaimana bisa saya memilih tidak menghiraukannya? Jika suara dan aroma tubuhmu membuat saya ingin melebur di dalamnya
Keluarga dan kawan-kawan dekat beberapa kali iseng bertanya.
Kenapa saya bisa sebegitu yakinnya? Memang apa yang kamu punya hingga membuat saya mengakhiri pencarian yang masih begitu panjang dalam kamus mereka?
Bahu terangkat dan senyum tipis jadi senjata andalan. Meski susah payah dijelaskan, tidak semua yang saya alami bisa dipindahkan dalam kata dan kalimat majemuk panjang. Klise memang, tapi sungguh ini tak lebih soal perasaan.
Lekat pandanganmu membuat saya seperti prajurit kalah perang yang rela dilebur oleh pejalnya lengan. Nada suara rendahmu membuat kepala dan ego saya tunduk, setegas intonasi melengking dan satu acungan telunjuk. Ketenangan bisa kamu tawarkan lewat genggaman. Juga kesediaan didekap sehingga saya bisa mencium aroma sehangat kayu manis yang sering menguar dari lekuk lehermu yang jenjang.
Sesederhana itu kamu menaklukkan saya. Bahkan bisa dibilang tanpa usaha. Kamu hanya memiliki apa yang saya butuhkan, kamu mengisi ruang-ruang kosong dalam diri saya yang sudah terlalu lama didiamkan. Baru padamu, dan saya rasa perasaan ini cukup langka untuk datang lagi, saya merasakan arti pendampingan.
ADVERTISEMENTS
Kamu membuat saya mencukupkan apa yang sudah terjadi sebelumnya. Kamu memberi saya alasan mengakhiri hati yang diliputi gerhana sekian lama. Kehadiranmu, membuat berhenti terasa begitu sederhana
Saya sadar, kehadiranmu tidak lantas menutup seluruh luka. Kamu bukan Profesor Mc Gonagal yang bisa memberi saya time turner demi memperbaiki kebodohan yang pernah saya lakukan di masa lalu. Tapi satu yang saya tahu, kamu punya hati yang cukup besar demi menerima berbagai versi saya sebagai seorang manusia. Dari versi paling manis hingga sisi brengseknya.
Kamu jadi alasan saya berjuang mengakhiri gerhana hati yang sudah tercipta sekian lama. Kamu tidak hanya membuat saya percaya, bahwa kamu membuat saya jatuh cinta. Kamu bahkan membuat saya percaya bahwa ada bagian dalam diri yang membuat saya kembali bisa dicintai sebagai manusia. Kamu mencukupkan saya. Kamu, jadi suara rasional dalam kepala saat keadaan sedang gila-gilanya.
Bersamamu, berhenti jadi begitu sederhana. Di sampingmu keputusan ini terasa tepat dijalankan kapan saja.
Menggenggam tanganmu, saya tahu kawan terbaik sudah dimiliki untuk mengangkat gelas dalam masa apapun yang ditawarkan dunia.
Untuk itu, ada syukur dan bahagia.