Jujur, aku tak pernah suka jika rasa rindu datang. Rindu memang menjadi salah satu bukti betapa kuatnya ikatan cinta kita. Namun, sejauh ini aku tak pernah merasakan rindu yang membuatku bahagia. Saat rindu datang, batin rasanya tersiksa dan ragu tiba-tiba datang mendera. Rasanya ingin menyerah saja, karena aku mungkin tak cukup sanggup untuk menahan beban rindu ini. Tak bisa melihat dan merengkuhmu setiap waktu menjadi tantangan yang setiap hari harus kulalui. Karena rindu sebenarnya tak pernah berpihak pada perasaan.
Seringkali kita mengikat janji, jarak ini tak akan mengalahkan kita. Ini hanya sementara. Demi masa depan, tak apalah jika kita tak selalu bertemu. Ya, demi bisa bersamamu selamanya, aku rela tersiksa rindu. Tapi yang harus kamu tahu, aku selalu menantimu pulang ke hatiku.
ADVERTISEMENTS
Terkadang aku masih manja, merengek kepadamu meminta segera bertemu. Memang, semua ini karena rindu.
Seperti halnya banyak wanita lain yang suka bertingkah manja ke pasangannya, begitu pula aku. Aku iri dengan mereka yang bisa setiap saat bertemu dengan pasangannya, yang bisa setiap waktu merengkuh manja. Aku sesekali merengek kepadamu, meminta segera bertemu. Padahal kita sama-sama tahu, untuk bertemu tak bisa semudah itu. Jarak ribuan kilometer yang memisahkan kita, memang tak bisa dengan mudah ditaklukkan.
Demi membuatku tak lagi sedih, kamu sesekali menghiburku dengan kata-kata andalanmu..
“Sabarlah sayang, jarak ini tak akan lama. Tahan rindumu sebentar lagi,”
Ah, tapi aku tetap kesal!
ADVERTISEMENTS
Tak hanya menyiksa, rindu kadang juga membawa ragu. Bisakah kita terus tertawan oleh rasa rindu?
Membicarakan masa depan bersamamu memang selalu membangkitkan semangatku. Aku suka ketika kamu berangan tentang desain rumah seperti apa yang nanti akan kita tinggali bersama atau berapa anak yang nanti ingin kita punya. Semua selalu membuatku makin jatuh cinta kepadamu. Namun angan-angan indah itu seakan buyar ketika jarak kembali mengakrabi kita. Yang ada pikiranku hanyalah bagaimana aku menghalau rasa rindu ini, karena aku lelah dibikin resah karena rindu. Tidakkah kamu merasakan hal yang sama?
Tak pelak, rasa ragu kadang datang. Haruskah kita akhiri saja. Sampai jarak dan rindu tak lagi menjadi persoalan kita. Anganku kadang melayang, seandainya kita adalah pasangan yang tinggal di kota yang sama. Bisa bertemu sebanyak kita mau. Aku menimang, mungkin ini lebih menyenangkan…
ADVERTISEMENTS
Namun, pada satu titik aku tersadar. Menyerah pada jarak dan siksaan rindu bukanlah solusi yang dapat ditawar.
Maafkan aku yang telah membuatmu kecewa, karena aku sempat berpikir ingin menyerah saja. Aku memang sering rindu berbincang masa depan denganmu, rindu kecupan lembutmu di dahiku, rindu pelukmu ketika aku terasa rapuh, juga rindu gelak tawamu yang membuat jungkir balik duniaku. Dan aku seringkali tersiksa jika menyadari tak bisa mendapatkan hal-hal itu setiap saat.
Namun memilih menyerah, adalah hal terbodoh yang pernah aku pikirkan. Aku sadar, mana mungkin aku melepas orang yang telah membangun rencana masa depan bersamaku dengan sangat baik dan rapi. Jika aku ditanya, dimana lagi bisa mendapatkan laki-laki sepertimu, aku tak tahu jawabnya. Karena memang tak akan ada yang bisa menggantikanmu.
ADVERTISEMENTS
Walaupun tetap kadang merasa tersiksa, kini rindu jadi teman karibku. Meski kehadirannya tak berpihak pada perasaan, namun dari situ aku tahu hati kita masih tetap saling terpaut.
Aku banyak belajar hal darimu. Kutahu kamu juga punya banyak rindu yang sama denganku. Namun kamu menerimanya dengan ikhlas, sebagai konsekuensi hubungan kita yang semakin beranjak dewasa. Kini aku memilih berteman dengan rindu. Meski masih menyiksa, tapi setidaknya rasa rindu masih menjadi tanda bahwa hati kita masing tetap saling terpaut.
Kini aku rela menantimu kembali. Berharap segera mengisi rongga jemari yang sempat kamu tinggalkan. Juga kecupanmu di keningku di akhir hari selalu jadi yang dinanti. Setidaknya harapan-harapan ini menjadi kekuatanku untuk menunggumu pulang.
ADVERTISEMENTS
Kamu sebut aku rumah yang membuatmu selalu ingin pulang. Sedangkan kamu adalah harapan yang menguatkanku untuk tetap bertahan.
Kita memang saling membutuhkan, meski jarak memisahkan. Tahukah kamu, aku tersipu malu ketika kamu mengatakan aku segalanya dan rumah bagimu. Katanya aku alasanmu untuk pulang. Dari sini aku yakin, aku beruntung memilikimu. Dan untung saja aku tak sampai menyerah, meski sempat terpikirkan.
Jika aku rumah bagimu, maka kamu adalah harapan. Harapan yang selalu ingin menantimu pulang dan menguatkanku untuk tetap bertahan. Maafkan aku jika terkadang masih merengek manja, namun satu yang pasti – aku takkan lagi pernah menyerah.
Semoga kamu baik-baik saja disana. Dalam rindu, doaku akan terus mengalir…
Dan sampaikan salam rindu kamu lewat postinganmu di @migmeindonesia