Mungkin sebagian besar dari kamu saat ini berada di umur pantas menikah kalau menurut masyarakat kita. Pertanyaan “kapan nih?” seakan sudah lumrah kamu dengar. Kalau dijawab akan makin ditanya-tanyain, kalau disenyumin makin kamu dikasih nasihat yang si empunya belum tentu bisa buktiin. Pokoknya di usia ini kamu jadi serba salah. Kalau punya pacar disuruh cepet-cepet nikah, belum punya pasangan pun tetep disuruh cepet-cepet nikah juga. Walaupun nggak tahu sama siapanya.
Tapi untungnya kamu orang yang kelewat selow. Omongan-omongan kayak gini selalu masuk telinga kanan keluar telinga kanan lagi. Karena ngga pernah sama sekali kamu dengerin. Hehehe.. Di saat banyak temen kamu yang sudah menemukan pasangan hidupnya masing-masing dan diikat dalam ikatan suci pernikahan, kamu tetap tenang. Pun ketika kamu mulai banyak punya keponakan, kamu masih tetep selow. Prinsipmu segala sesuatu yang baik akan datang pada waktu yang baik pula. Sehingga kamu nggak perlu kelabakan melihat melihat satu per satu temanmu menikah.
ADVERTISEMENTS
1. Berawal dari undangan yang kamu terima dari temanmu. Rasa senang sekaligus haru melingkupi hatimu, akhirnya dia udah satu tahap lebih maju
Tanggapan ini bermula dari sebuah undangan yang dilayangkan padamu. Di sampulnya tertulis dua nama yang bersanding. Temanmu akhirnya menikah! Tentu perasaan pertama yang kamu rasakan adalah bahagia sekaligus terharu. Akhirnya, dia akan melaju ke tahap selanjutnya dan akan bersanding di pelaminan bersama pilihan hidupnya.
Kamu jelas ikut bahagia. Nggak bakal ada lagi malam panjang yang harus kamu lewati hanya karena mendengar temenmu curhat karena dibohongin pacar. Kini temanmu itu sudah bisa lebih bahagia bersama pasangannya.
ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS
2. Tiba-tiba sebuah pertanyaan berkelebat di pikiranmu, “Aku kapan bisa seperti itu?”
Setelah membaca undangannya, kamu pun segera merencanakan kedatanganmu di hari spesialnya. Mulai dari waktu hingga busana yang akan kamu pakai tentu menjadi sebuah hal yang harus dipikirkan matang-matang. Kenapa nggak, ini ‘kan momen sekali seumur hidupnya!
Dan di saat membayangkan kamu datang menyaksikan ijab kabul dan resepsi pernikahannya, tiba-tiba sebuah pemikiran berkelebat di pikiranmu. “Aku kapan ya bisa menyusul dan merasakan level kehidupan yang satu langkah lebih maju?” Apalagi dia sebaya dengan kamu, yang usianya sepantaran dengan kamu. Pertanyaan “Dia udah, kamu kapan?” pun mulai menghantui pikiran.
ADVERTISEMENTS
3. Bapermu melahirkan sebuah tekad, “Aku harus menyusul mereka segera,”
Kebaperanmu itupun melahirkan sebuah tekad bulat, “Aku harus menyusul mereka segera, udah waktunya untukku menikah juga”. Meski itu bisa dianggap jalan pintas, kamu merasa itu adalah sebuah kewajaran. Ketika teman-temanmu udah bersanding di pelaminan, berarti juga saatnya kamu melangsungkan pernikahan.
Jika punya pacar, maka kamu berpikir kapan ya bagusnya hal ini dibicarakan. Dan seandainya kamu masih sendiri, maka “Gue minta dijodohin aja apa ya?” adalah cara agar kamu bisa segera menyamakan level kehidupan dengan teman-temanmu yang udah naik ke pelaminan.
ADVERTISEMENTS
4. Apalagi kalau ada teman sebayamu yang udah punya anak, kamu merasa makin ketinggalan banyak
Apalagi kalau ada temanmu yang udah punya anak. Duh! Kamu ngerasa ketinggalan banyak nih. Kamu aja belum jelas jodohnya siapa, masa dia udah punya anak aja. Setiap kali kamu melihat unggahan foto-foto mereka di media sosial, keinginanmu semakin menggebu.
ADVERTISEMENTS
5. Tapi buatmu itu hanya berlangsung beberapa saat. Kamu yang sifat dasarnya emang selow ujung-ujungnya mengganggap bahwa pernikahan butuh persiapan panjang
Tapi balik lagi, kamu adalah orang yang santai bin selow. Sebulat apapun tekad kamu sebelumnya, akan pudar seiring waktu yang berputar. Keinginan untuk segera menikah hanya keukeuh di permulaan saja. Sikap kamu yang menanggapi pernikahan teman dengan ikutan nikah juga hanya obsesi sesaat.
Kamu kembali sadar bahwa pernikahan itu butuh persiapan panjang. Bukan keputusan yang diambil saat perasaan sedang menggebu. Harus ada banyak hal yang dipersiapkan. Dan kamu pun memilih menikmati setiap proses yang berjalan. Nggak terlalu lama dan nggak buru-buru juga.
6. Menikah bukan karena umur tapi udah siap apa belum, jadi pembenaran untuk dirimu
Pikiranmu seakan kembali “normal”. Kamu akhirnya kembali sadar bahwa pernikahan nggak semudah kelihatannya. Apalagi, menikah bukan dilihat dari umur yang menjadi tolak ukur. Pernikahan berbicara tentang kesiapan kamu dan pasangan. Nggak cuma enaknya aja, kamu akhirnya paham bahwa bersanding di pelaminan bukan akhir dari perjuangan, tapi adalah titik awal menjalani kehidupan baru. Dan kalau dipikir-pikir, kamu belum siap untuk itu. Yah, semacam pembenaran untuk nggak buru-buru menikah 🙂
7. Life goals yang belum tercapai juga jadi alasan kenapa belum saatnya melenggang ke pernikahan
Nggak cuma dari kesiapan, santainya kamu menjalani hidup ini juga membuat life goals kamu banyak yang belum tercapai bahkan di umur yang segini. Dan ini jadi jawaban andalan ketika ada pertanyaan, “Kapan bersanding di pelaminan?”.
Bagimu sebelum merajut mimpi bersama pasangan, harus ada mimpi pribadi yang dituntaskan. Agar nantinya kamu nggak berpikir egois untuk merengkuh mimpi pribadi dan melupakan mimpi yang seharusnya dijalani berdua.
8. Keinginan buat segera menikah pun kembali bisa kamu redam. Selow aja dulu 😛
Setelah pergolakan dalam hatimu tentang “mereka aja udah nikah, dan gue gini-gini aja” dapat diredam dengan pembenaran-pembenaran tadi, maka nggak ada lagi beban yang kamu rasakan ketika melihat teman-teman udah duluan naik pelaminan. Yang ada hanyalah doa agar mereka menjadi keluarga yang bahagia dan langgeng.
Lalu kamu? Kamu sih balik selow lagi. Nikmatin aja dulu :))
Toh menikah cepet bukan satu-satunya tolak ukur kebahagiaan kan?