Hubungan darah dan persaudaraan memang salah satu jalinan yang sangat kuat. Mulai dari bermain, bertengkar, hingga mengahbiskan waktu sepertinya sudah pernah dijalani oleh mereka yang terlahir sebagai kakak adik. Terkadang hubungan antara kakak dan adik bahkan lebih dekat daripada anak ke orangtua. Karena tentu saja, banyak hal yang rasanya lebih enak dibagi dengan saudara daripada orangtua.
Namun saat beranjak dewasa dan seiring bertambahnya usia, hubungan kakak beradik tentu juga mengalami jatuh bangun. Karena pada akhirnya semua harus berjuang di jalan masing-masing, mencapai mimpi dan keinginan masing-masing, waktu bermain bersama dan berbincang pun tereduksi. Ada akalanya jika mendengar kabar baik dari kesuksesan yang berhasil dicapai sang adik, layaknya seorang kakak, ia pasti merasa bangga. Namun di sisi lain, sang kakak lalu melihat dan berkaca pada dirinya sendiri, mengapa ia tidak lebih berhasil dari sang adik?
ADVERTISEMENTS
Ada kebahagiaan ketika sang adik lagi-lagi mencapai prestasi membanggakan, namun seketika juga berkaca kalau diri kita nggak ada apa-apanya
Prestasi, kabar bahagia, dan keberhasilan yang dicapai sang adik juga merupakan kebahagiaan seorang kakak. Ada perasaan bahagia dan bangga terlahir sebagai saudara dari adik yang hebat. Namun jika keadaan kita memang sedang tidak lebih baik, ada perasaan sedih dan menyesal, “Mengapa aku belum berhasil dalam pencapaian? Mengapa adikku yang lebih dulu?” Perasaan berkecamuk itu muncul dan tidak bisa ditutupi. Tidak apa jika kamu mengalaminya, hal ini memang wajar terjadi.
ADVERTISEMENTS
Tentu perasaan benci pada adik sangat nggak bijak, benci pada diri sendiri apalagi. Sebisa mungkin jadikan ini sebagai motivasi
Sesat itu, ketika kamu melampiaskan kekecewaan dengan dirimu sendiri kepada sang adik. Membandingkan dirimu dengannya kemudian mencari-cari kesalahannya. Jangan sampai kebencian ini menguasaimu, ya! Terlebih jika kamu justru jadi rendah diri, dan benci kepada dirimu sendiri. Ini lebih bahaya, guys. Kehilangan kepercayaan pada diri sendiri akan membuatmu kehilangan jati diri. Bagaimana mungkin kamu membenci dengan sosok dirimu sendiri yang akan kamu temui hingga ajal nanti?
ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS
Adik punya segudang prestasi membanggakan mengundang kamu untuk iri hati. Tapi tunggu dulu, bukankah menyenangkan punya saudara ‘hebat’?
Singkirkan semua prasangka dan perasaan tak enak yang muncul. Fokuskan pada bagaimana adikmu bisa begitu membanggakan. Hilangkan prasangka bahwa kamu akan malu pada orangtua karena kamu tidak lebih berguna dari saudara kandungmu sendiri. Perlu kamu tahu, seperti apa pun keadaan sang anak, orangtua pasti akan tetap sayang kepada semua anaknya. Bukankah sangat menyenangkan punya anggota keluarga yang hebat dan berhasil? Setidaknya bisa kamu ceng-cengin deh!
ADVERTISEMENTS
Apalagi ketika akhirnya adik menikah lebih dulu dan sukses dengan keluarganya. Sementara kamu masih berusaha bebas dari kesendirian
Tidak ada salahnya jika adikmu sudah menemukan seorang pasangan dan menikah lebih dulu daripada kamu. Tentu tak baik menyalahkannya karena melangkahimu di pelaminan. Justru, kamu perlu juga memikirkan bagaimana perasaannya yang tak enak padamu. Ketika ingin segera melangkah ke pelaminan, ia pasti memikirkan bagaimana perasaanmu, apakah kamu akan memberi restu, apakah kamu rela, dan apakah kamu tidak akan sedih nantinya. Berlapang dadalah dan berikan adikmu nasihat yang akan menenangkannya, katakanlah kamu tak apa-apa dan mendukung sepenuhnya. Kamu juga perlu yakin, suatu saat kebahagiaanmu juga akan datang, kok. Mnegkhawatirkan apa yang akan terjadi besok sebenarnya nggak terlalu baik buat jiwamu.
ADVERTISEMENTS
Iri dan benci jadi godaan yang mungkin akan dialami. Tapi bagaimana lagi? Tuhan sudah menjatahkan porsi
Alangkah tidak bijak jika kehidupanmu di masa depan penuh iri dan benci pada adik dan saudara sendiri. Nggak ada keuntungan dari kedua sifat buruk ini, yang ada, kamu justru akan terus-terusan termakan emosi. Kuncinya, kamu perlu ikhlas dan rela. Bahwa jika nasibmu belum seberuntung adikmu, kamu perlu berusaha lebih maksimal, perlu belajar lebih giat, perlu berdoa lebih sering. Bukankah Tuhan mengajarkanmu untuk meminta kepada-Nya. Kamu hanya tinggal meminta kepadanya.