Perkara Perihal yang Tidak Saya Sampaikan Padamu — Dulu

Saya hanya ingin kamu tahu. Sekian lama kita bersama tidak membuatmu mengenal saya sedalam itu. Simpan dulu raut wajah dengan senyum penuh arti itu. Alismu pun tak perlu meninggi, ekspresi khasmu saat sedang merasa paling tahu.

Dari sekian banyak sisi yang saya pilih buka di hadapmu, ada lebih banyak hal yang tidak kamu tahu. Tentang berapa banyak hela nafas panjang yang saya ambil setiap menghadapi perlakuanmu. Soal nyeri di dada saat saya bercerita panjang; sementara kamu memilih tak mau tahu. Bagaimana saya memilih diam saat kamu memperlakukan saya seremeh itu.

Menahan suara dan menunggu. Jadi kekuatan yang membuat saya bertahan selama itu di sisimu.

Anehnya, tak sedikitpun saya menyesal masih menyimpan beberapa perihal darimu. Yang dulu sempat saya cintai sedalam itu.

Tidak sedikipun saya menyesal menyembunyikan perihal darimu

Tidak sedikipun saya menyesal menyembunyikan perihal darimu via katmervynphotography.com

Rasanya kamu tidak pernah tahu betapa saya sempat jadi pengagum gelak tawamu. Bagaimana otomatis kepala saya terlontar ke belakang setiap mendengar baritonnya getaran yang tercipta dari lehermu. Ada sisi dari dirimu yang pernah membuat saya merasa damai dan setenang itu.

Kamu juga tidak sepeduli itu untuk menyadari ada tangan yang selalu siaga mengusap keringat di atas lekuk bibirmu. Peduli saja tak mau — apalagi menyadari bahwa ada hati yang dulu sekuat itu memperjuangkanmu? Kamu tidak pernah tahu sempat ada orang yang mencintaimu dengan sebersahaja itu.

Pernah ada sebentuk hati nan tabah yang terus berusaha berdamai dengan semua perlakuanmu. Dia tidak mudah berteriak tak mampu , walau sudah berkali-kali hampir patah di genggamanmu. Fakta ini pun nampaknya jauh dari radar kesadaranmu. Terbukti kau masih terus menggerakkan tangan seakan tak peduli pada keberadaan hati yang mulai rapuh dalam ceruk jarimu.

..Sebab kamu tidak perlu tahu

..Sebab kamu tidak perlu tahu via katmervynphotography.com

Tentu kamu tidak perlu tahu berapa banyak malam saya yang digunakan untuk duduk diam dan menunggu. Berharap ponsel di sisi kanan bergetar lalu menunjukkan namamu di situ. Namun ujungnya nihil. Entah karena kesibukanmu, atau memang kamu tak mau tahu.

Juga soal suara yang terus saya putar ulang dalam kepala selepas saya mengerti kamu enggan melepas genggaman, namun mulai membuka hati untuk yang lainnya. Tabah kedengarannya, tapi tetap ada rasa sakit di dada waktu mengucapkannya:

“Tuhan menempatkanmu di sini dengan rencana. Kamu pasti akan dimampukanNya.”

Soal ujung-ujung malam yang membuat saya meringkuk dalam. Lupa, kapan terakhir kali hidup berjalan mulus dan tak lagi kelam. Tak ingat lagi bahwa ada after taste yang manis dari mencintai begini dalam. Alih-alih hanya menciptakan rasa seperti tersedak dan ingin tenggelam.

Soal lagu-lagu kenangan kita yang saya pilih tak lagi dengarkan karena tak kuat dengan konsekuensi kilas baliknya. Bagaimana saya memilih memutar jauh hanya demi menolak singgah ke tempat-tempat biasa kita.

Semua hal itu memang tidak pernah kamu tahu. Dan rasa-rasanya saya tak menyesal tidak membuka diri selebar itu padamu. Sebab toh, akhirnya kamu meninggalkan saya semudah itu.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Penikmat puisi dan penggemar bakwan kawi yang rasanya cuma kanji.