Bangkit setelah terjebak toxic relationship | Illustration by Hipwee
Jantung Maya (nama samaran) seolah berhenti berdetak saat itu juga. Lidahnya kelu, bahkan untuk sekadar menimpali ucapan teman-temannya, ia nggak bisa. Ketakutan itu sangat besar sampai-sampai mengerdilkan nyalinya. Pikiran-pikiran buruk terus bermunculan hingga membuatnya nggak berdaya. Seakan-akan semua perkataan pasangannya selama ini memang benar, ia adalah perempuan yang nggak bisa apa-apa, selalu membuat keputusan salah, dan bersikap manja.
Hampir setiap hari dalam 5 tahun, Maya menerima ucapan-ucapan menyakitkan yang tanpa sadar telah merenggut kepercayaan dirinya. Hanya untuk menyakini bahwa dirinya berharga saja, sulit baginya. Atas nama cinta, begitulah Maya bertahan dalam pernikahan yang lebih sering mendatangkan luka dan memaksanya memaklumi perilaku buruk pasangannya.
Suatu hari, setelah jiwa dan hatinya terluka parah cukup lama, Maya menyadari ada yang salah dengan hidup yang dijalaninya. Kenyataaan bahwa ia nggak bisa berkomunikasi secara sehat dengan anak laki-laki semata wayangnya bak tamparan keras yang menyadarkannya. Bukan hidup seperti ini yang ingin dijalani Maya.
Ibarat lorong panjang, jalan Maya untuk lepas dari pasangan abusive nyatanya amat berat. Tanpa uang sepeser pun, ia memulai hidup kembali. Para penyintas toxic relationship seperti Maya memang kerap menghadapi lika-liku demi menata kehidupan. Meski awalnya tampak gelap, seolah nggak ada secercah terang, tapi…. Maya membuktikan bahwa perjuangannya untuk lepas dari jeratan hubungan beracun terbayarkan.
“Bagaimana kehidupan Maya sekarang?”
Bersama dengan Hipwee Premium dan Rise Foundation, Maya membagikan kisahnya dengan harapan SoHip cukup cerdik mengambil pembelajaran. Kesalahan Maya di masa silam sebaiknya nggak dirasakan banyak anak muda dengan masa depan yang cemerlang.
ADVERTISEMENTS
Mengandung di umur 18 tahun dan menikah dengan pasangan abusive, Maya menghabiskan masa muda dalam belenggu
Ketika teman-teman seusianya sedang menjalin pertemanan sebanyak mungkin di bangku kuliah, Maya mendapati dirinya berbadan dua. Ya, kehamilan tak direncanakan itu telah mengubah jalan hidupnya sepenuhnya. Di umur yang masih sangat belia, ia harus merasakan sulitnya mengandung. Di saat yang sama, ia melepas masa lajangnya dalam waktu yang singkat.
Bayangan pernikahan yang bahagia ala Cinderella tentu cuma ada dalam cerita aja. Pada kenyataannya, menikah juga bisa mendatangkan belenggu, seperti yang dialami Maya. Pasangan yang dinikahi justru merenggut kebebasannya sehingga ia merasa hidup dalam penjara.
Selama menjalani pernikahan, Maya terus mendapatkan kekerasan verbal yang mengikis keberhargaan dirinya. Kebanyakan orang mungkin nggak sadar, terkadang tak perlu senjata tajam, ucapan juga bisa membunuh jiwa seseorang. Inilah yang nggak disadari Maya awalnya. Kalimat-kalimat yang diucapkan sang mantan suami membekas cukup dalam ternyata.
“Kamu itu bodoh. Kamu manja. Kamu nggak bisa mengambil keputusan yang tepat,” Maya menirukan ucapan-ucapan mantan pasangannya di masa lalu.
Kalimat itu terus terucap sehingga tertanam kuat di benaknya sampai-sampai ia menyakini dirinya memang sosok yang buruk. Tak hanya itu, hampir semua kehidupan Maya diatur oleh pasangannya dulu, bahkan sesederhana kaus kaki yang dipakai harus atas persetujuannya.
Verbal abuse | Illustration by Hipwee
ADVERTISEMENTS
Selama 5 tahun hidup dalam toxic relationship, hidup bak di penjara, Maya mulai sadar ada yang salah dengan kehidupannya
“Banyak orang yang nggak sadar terjebak dalam toxic relationship.“
Semula Maya menganggap hidup yang serba diatur oleh pasangan adalah kewajaran. Menurutnya, nggak ada yang salah kok dengan hubungan rumah tangganya. Waktu itu, kesadarannya masih belum tumbuh. Bahkan ia ‘buta’ tentang gambaran hubungan toxic.
Namun, setiap orang punya titik balik masing-masing dalam hidupnya, pun begitu dengan Maya. Ketika semakin dewasa, ia mulai sadar ada yang salah dengan hubungannya. Banyak kejadian yang memantik kesadaran. Salah satunya, saat ia nggak bisa berkomunikasi dua arah dengan sang anak. Dalam lubuk hati, ia nggak ingin menjadi sosok ibu yang buruk seperti itu.
“Saya juga melihat banyak orang kok hidupnya normal-normal aja, nggak perlu diatur sama pasangan…. Apalagi, teman-teman sudah mulai merasakan perubahan saya. Soalnya, saya nggak bisa menimpali obrolan teman-teman. Saya cenderung diam.” lanjut Maya.
Selama 5 tahun hidup dalam kekangan, ia akhirnya mengalami stres akut. Ketakutannya saat berkomunikasi dengan orang lain dan kondisi kesehatannya yang menurun drastis benar-benar membuka kesadaran Maya untuk berubah dan berbenah. Mengunjungi psikolog dan psikiater menjadi salah satu cara Maya untuk minggat sepenuhnya dari hubungan nggak sehat.
ADVERTISEMENTS
Tanpa uang, cuma berbekal baju di badan, Maya memulai hidup dari nol sampai akhirnya ia bisa kembali bersinar
Keputusannya untuk ‘kabur’ dari hubungan beracun dan pasangan abusive bukan sesuatu yang mudah. Bagi Maya sendiri, butuh 5 tahun untuk sadar dan berani mengambil keputusan. Tentunya, ini bukan waktu yang singkat. Selama 5 tahun, kondisi jiwa dan kesehatannya bisa dikatakan sudah ‘babak-belur’. Namun, terus bertahan juga bukan pilihan tepat karena ia justru semakin terjerat.
Hanya pakaian yang menempel di badan, Maya memulai hidup dari nol kembali, tanpa pegangan uang. Saat itu, ia sadar dirinya sudah cukup tertinggal dari teman sebayanya. Namun, Maya nggak mau terus bersedih dan mengasihani diri sendiri. Ia harus berusaha untuk mengejar ketertinggalan itu.
Beberapa prinsip ini dipegang Maya hingga akhirnya bisa bangkit lagi:
Sabar dengan proses yang dijalani oleh diri sendiri
Sadari kekuatan dan kelemahan diri
Menentukan tujuan
Fokus untuk mencapai tujuan
Optimis dan menerima diri apa adanya. Kalau bukan diri sendiri yang menyemangati, siapa lagi?
Selama ini, ada ungkapan yang berbunyi, “Kalau nggak melepaskan sesuatu yang membuat kita menderita, lantas bagaimana kebahagiaan akan datang ke hidup kita?”. Jalan hidup Maya menjadi bukti ungkapan itu benar. Setelah berani melepaskan pernikahan yang penuh penderitaan, pelan-pelan ia kembali bersinar. Ia kembali ke bangku kuliah sampai mendapatkan gelar magister di sebuah universitas ternama. Kariernya pun melesat, kini ia berhasil menjadi seorang Direktur Marketing.
Lika-liku lepas dari toxic relationship | Illustration by Hipwee
ADVERTISEMENTS
Meski masa lalunya pedih, Maya terus berbenah diri sebab ia berhak menjalani hubungan yang sehat
Bukan cuma Maya, siapa pun berhak membangun hubungan yang sehat. Setiap orang pasti memiliki masa lalu yang pedih, tapi ia tetap berhak untuk menata hidup lagi. Maya nggak ingin pengalaman pahit yang pernah dialaminya terjadi pada banyak anak muda. Ia berpesan, jika pasangan sudah menunjukkan tanda-tanda perilaku abusive, maka kita harus berani meninggalkan agar nggak sampai terjebak hubungan beracun. Soalnya nih, sulit sekali lepas dari toxic relationship, SoHip~
Ini dia ciri-ciri hubungan nggak sehat yang perlu diwaspadai menurut Maya:
Nggak ada kepercayaan sehingga pasangan bersikap posesif
Komunikasi satu arah
Perilaku mengontrol
Terbiasa berbohong
Salah satu pihak hanya menerima, tanpa memberi
Merasa energi terkuras
Memaklumi perilaku buruk pasangan
Jika mendambakan hubungan yang sehat, kamu harus melandasinya dengan kepercayaan dan saling mendukung. Hubungan yang baik adalah hubungan yang dijalani oleh dua orang nggak insecure. Hindari saling berbagi kata sandi media sosial saat masih saling pacaran karena berisiko merugikan bila hubungan kandas di tengah jalan.
Kalau kamu sedang dalam hubungan nggak sehat, yuk, sudahi! Jangan takut memulai dari nol atau malah dari minus, pesan Maya. Walaupun sulit, putuskan ikatan dengan hubungan beracun dengan perlahan. Kamu bisa mulai dengan menerapkan batasan diri. Bila sudah mengakhiri hubungan, belajar untuk memaafkan mantan pasangan dan diri sendiri, ya. Cobalah dengarkan perspektif orang lain yang netral seperti psikolog.
“Akhiri hubungan sesusah apa pun. Cari bantuan orang ketiga untuk menolong kalian,” pungkas Maya.