Soal pasangan, beda tak apa-apa | Illustration by Hipwee via www.hipwee.com
Menyoal pasangan, setiap orang pasti punya kriterianya masing-masing. Komunikasi yang nyambung, prinsip yang sejalan, sampai keyakinan beragama biasanya jadi patokan dasar dalam memilih pasangan. Selain kondisi yang sepadan, banyak orang mencari pasangan yang seiman. Apalagi, kalau punya rencana membawa hubungan ke jenjang pelaminan.
Saat masih pacaran aja banyak yang gagal karena perbedaan ini, apa jadinya kalau sudah ke tahap pernikahan? Akhirnya, banyak orang memilih jalan ‘aman’. Mengingat sulitnya hubungan beda agama, banyak yang memutuskan untuk mencari pasangan yang seiman aja. Sejak awal, mereka pun sudah menutup ‘pintu’ untuk pacaran beda agama.
Nah, ketika orang-orang menjadikan kesamaan agama sebagai salah satu kriteria mencari pasangan, saya justru sebaliknya. Pilihan inilah yang pernah bikin saya dikatai ‘gila’ dan ‘nekat’ sewaktu kumpul bareng teman-teman. Sedari lama, kesamaan agama memang nggak pernah masuk ke daftar pertimbangan saya ketika memilih pasangan.
Jadi, begini…. Bukannya sok atau sekadar gaya-gayaan biar tampil beda, saya tentu punya pertimbangan sebelum akhirnya mantap mengeliminasi faktor agama saat cari pendamping.
ADVERTISEMENTS
Perbedaan agama sebagai keindahan yang memperkaya hubungan. Saya bisa belajar agama lain tanpa melunturkan keyakinan yang saya anut sekarang
Alasan memilih pasangan tanpa melihat kesamaan agama | Photo by Juan Vargas on Pexels
Hingga usia seperempat abad, saya berkali-kali dekat dengan lawan jenis yang beda agama. Beberapa kedekatan berakhir pertemanan, beberapa berujung romansa. Seperti yang saya nyatakan di awal, saya memang cenderung santai soal perbedaan agama dalam hubungan. Alih-alih sebagai penghalang, saya memandang perbedaan agama sebagai keindahan.
Saya jadi tahu banyak hal yang asing, terutama yang tidak diajarkan oleh agama saya. Berkat hubungan ini, saya seperti dibawa ke dunia baru. Saya dikenalkan dengan hal-hal yang sebelumnya tak lazim, misalnya cara beribadah pemeluk agama lain sampai tentang nilai-nilai keagamaannya. Mengetahui dan mempelajari agama pasangan, nyatanya bikin saya lebih rendah hati. Perasaan bahwa agama saya lebih unggul semakin hilang.
Ketakutan berpindah agama pun tidak ada sama sekali. Dulu, beberapa kali menemani gebetan ke tempat ibadahnya, toh nggak bikin keimanan saya lantas luntur. Ketika pernah dekat dengan pemeluk agama Konghucu, saya juga diberi tahu soal Dewa dan Dewi yang disembahnya. Walau mempelajarinya, tapi keinginan mengubah status agama tidak pernah terlintas. Pada akhirnya, kekhawatiran orang-orang terdekat soal keimanan saya jika mengencani orang beda agama, tidak terbukti.
ADVERTISEMENTS
Ada alasan lainnya yang bikin saya yakin untuk mencari pasangan, beda agama pun tak masalah~
Berkaca dari pengalaman, saya tidak membatasi kriteria pasangan dari agamanya. Beberapa kali menjalin kedekatan, saya cukup yakin bahwa perbedaan agama bukan masalah. Apalagi, saya berhasil mengatasi perbedaan dengan cukup lihai. Jadi, hubungan beda agama tetap terasa menyenangkan. Perbedaaan nilai dan budaya justru berdampak positif bagi hubungan.
Tidak ada keinginan untuk saling mendesak agar sama, itulah yang saya pegang sampai detik ini. Setiap kali dekat dengan orang yang beda agama, saya tidak menuntutnya untuk mengikuti agama saya, pun sebaliknya. Saya melihat orang lain apa adanya. Ya, ia sebagai manusia, tanpa melihat agamanya.
Dengan prinsip ini, saya nggak pernah pusing tentang agama apa yang dianut seseorang ketika menjalin hubungan. Pemaknaan seseorang tentang agama, Tuhan, serta kemanusiaan justru menjadi poin utama saya mencari pasangan. Nggak dimungkiri juga, beberapa hubungan beda agama yang saya jalani gagal. Namun, penyebab utamanya bukan karena perbedaan agama. Kebanyakan alasannya adalah perbedaan prinsip dalam memaknai hubungan dan komitmen.
Melihat pasangan bukan dari agamanya | Illustration by Hipwee
ADVERTISEMENTS
Dianugerahi privilese berupa orang tua yang mendukung, nggak mustahil bagi saya untuk mengabaikan kesamaan agama dalam memilih pasangan
Hubungan beda agama memang lebih rumit. Masalah yang dihadapi kadang lebih kompleks ketimbang hubungan antar dua pemeluk agama yang sama; perbedaan prinsip yang disebabkan adanya perbedaan agama, perbedaan nilai dan budaya, sampai restu orang tua. Makanya, hubungan beda agama tak selalu cocok untuk semua orang.
Nah, mengapa saya berani mengesampingkan kesamaan agama dalam mencari pasangan? Sejauh ini, saya cukup mampu mengatasi perbedaan yang muncul dalam hubungan ini. Poin plusnya lagi, saya punya satu privilese, yakni restu orang tua. Saya menyebutnya privilese karena nggak semua orang mendapatkannya. Lahir sebagai seorang muslim dan keluarga pemeluk agama Islam, saya nggak dituntut untuk mencari pasangan yang seiman.
“Jika memang jodohmu bukan yang seagama, ya mau gimana. Nggak apa-apa,” kata orang tua.
Pemikiran ini tak lepas dari nilai-nilai yang tumbuh di keluarga besar. Beberapa sepupu menjalani pernikahan beda agama dan tidak jadi masalah dalam keluarga. Bahkan, saya dan orang tua mengucapkan selamat ketika sepupu dan pasangan memperingati perayaan agama. Misalnya, sewaktu suami sepupu merayakan Natal, kami juga datang untuk silahturahmi. Ketika Idulfitri tiba, sepupu juga tetap merayakannya dengan suami. Kami bahagia bisa merayakannya bersama.
Keluarga tetap mendukung pasangan saya, apa pun agamanya | Photo by Juan Vargas on Pexels
Dekat dengan keragaman agama dalam keluarga, saya dan orang tua nggak melihat perbedaan yang ada sebagai rintangan untuk menjalin relasi, dalam bentuk apa pun. Meskipun berbeda, kami tetap bisa hidup berdampingan dengan penuh penghormatan dan penghargaan.
Restu orang tua sudah dikantongi. Jadi, tugas saya selanjutnya adalah menemukan pasangan yang tepat.
Meskipun saya bicara panjang lebar soal keberanian dan terbuka bila menjalin relasi beda agama, bukan berarti pilihan ini selalu berdampak baik untuk orang lain ya. Saya mungkin termasuk orang yang cocok dengan hubungan beda agama. Namun, orang lain belum tentu punya latar belakang keluarga dan kondisi lain yang akan mendukung hubungan seperti ini.
Beberapa orang harus menemui banyak rintangan demi memulai hubungan beda agama. Restu orang tua dan respons keluarga sering kali jadi pertimbangan utama. Belum lagi soal perbedaan nilai dalam agama. Jika tidak disikapi dengan tepat, hubungan beda agama memang sulit untuk berhasil.
Yang terpenting, pilih jalan hidup yang sesuai dengan diri kita dan pikirkan matang-matang risiko yang mungkin dihadapi. Kalau memang rintangannya cukup sulit untuk dilewati, tidak perlu memaksakan diri.