Mungkin, hidup yang terkenal dan eksis di lingkaran pertemanan menjadi impian orang-orang. Tapi tidak bagiku. Aku punya hidup yang biasa-biasa saja, begitu yang kurasa. Aku tak akrab dengan tampil di muka, tak update soal gaya busana, kadang pun buta soal asmara. Tak apa, aku adalah contoh “orang-orang biasa” di kamus mereka yang lebih populer dariku.
Lalu, apakah aku merasa menyesal dan mengutuki nasib? Setahuku tidak pernah. Aku malah bersyukur kepada Tuhan Sang Pencipta; bahwa aku dilahirkan untuk menjalani hidup yang “biasa”. Hidup yang tak pernah kuminta, namun aku bahagia karenanya.
ADVERTISEMENTS
1. Menjadi idola yang selalu dipuja dan dielu-elukan orang memang menyenangkan. Tapi dengan begini saja, aku sudah merasa nyaman
Aku kenal dengan mereka yang ingin hidup dibawah gemerlapnya cahaya. Menjalani hari di layar kaca dan aktif dibahas lewat wicara. Bahkan, mereka kerap menabur cinta pada mata yang memandangnya.
Ah, aku pernah bermimpi layaknya dia. Terkenal bagaikan bintang, terlihat keren dan dipuja oleh semua. Hanya saja, aku tak sama dengannya; aku takut nanti aku lelah. Aku takut terangku melenakanku dan lelahku menyesatkanku, menjadi seseorang yang tak kukenal ketika aku bercermin.
ADVERTISEMENTS
2. Karena penampilanku tak selalu jadi bahan omongan, aku bisa tampil apa adanya.
Tak setiap insan memperhatikanku dengan seksama, adalah sesuatu yang kuanggap aku beruntung karenanya. Aku bebas keluar seperti adanya diriku, tanpa harus didikte mengenai gaya-gaya dan tata yang aku peragakan. Walau bukan berarti aku seenaknya, aku bebas menaati batasan-batasan yang kubuat sendiri. Asalkan aku nyaman bergaya, tak akan ada yang mengocehkan kontra.
Tak hafal aku akan apa yang sedang terkenal di layar kaca, aku pun juga tak memiliki semua waktu dan biaya untuk mematuhi trend yang selalu berubah. Terlihat membosankankah aku? Maafkan aku. Mungkin inilah dinding yang sengaja kubuat untuk menangkalku dari kepalsuan dunia.
ADVERTISEMENTS
3. Aku punya teman-teman yang menerimaku layaknya saudara. Tidak ada yang mendekatiku hanya karena ingin “eksis” berdua
Ya, aku memiliki teman-teman baik yang sudah kuanggap seperti saudara. Bukan karena aku pintar dan piawai berteman, hanya saja mereka datang di hidupku tanpa kuminta. Mereka yang datang tanpa kuminta, dan menghampiri diriku yang apa adanya ini. Ya, dan pertemananku tidak diisi penggemar-penggemar yang tak kutahu siapa; hanya orang-orang yang kukenal dan bisa bertegur sapalah yang layak kujadikan teman. Tak akan mereka pergi karena aku mulai lelah dan tak bersinar, begitupun sebaliknya.
Seperti itulah kami, yang mungkin sama-sama para pribadi yang tak dikenal ini. Barangkali, kami memang ditakdirkan berteman karena kami seperti ini.
ADVERTISEMENTS
4. Rahasia-rahasia yang kusimpan layaknya separuh nyawa, tak ada yang mengusik dan ingin tahu semuanya
Sebagai insan, aku pun punya rahasia. Layaknya kamu, dia, mereka, atau siapa saja. Rahasia adalah sebuah hal yang tak selalu bisa diucap dan pasti membuka luka. Yang rasanya aku ingin mengakhiri hidupku ketika rahasiaku terbuka. Tentunya, aku terganggu bila ada tangan-tangan usil yang berusaha mengungkit dan mencari-cari apa yang sudah kututup rapat-rapat itu.
Bersyukur, aku aman dari para pencari rahasia yang selalu mengusik mereka yang lebih dikenal dariku. Jarang ada mereka akan mencari-cari kesalahanku di kemudian hari lantaran benci. Aku merasa aman dan nyaman meninggalkan peti rahasiaku di dalam diri, dan tak merasa disoroti seolah ada yang memandang ke dalam dadaku.
ADVERTISEMENTS
5. Langkah dan semangat pun lantang kuluapkan. Tanpa takut ada mulut-mulut nakal yang membelokkan ucapan
Aku tak tahu menahu jika ada orang-orang yang memusuhiku, membenciku, dan memberiku cap jelek. Bisa saja mereka ada, walau aku tak mempedulikannya. Cita-cita dan mimpi tak lelah kupatri pada setiap langkah jari-jari, aku berusaha dan berjuang menurut kemauan dan keinginan sendiri. Tanpa mereka tahu, aku sudah berlari dan berlari, seolah tak terhenti.
Aku tak takut mencoba hal baru, karena tak ada yang akan menyiarkan kegagalanku. Aku tak takut menyuarakan pendapatku, karena mereka tak peduli ocehanku. Aku tak takut melihat ke depan, karena tak ada mulut-mulut nakal yang membuahkan luka.
ADVERTISEMENTS
6. Apa-apa yang kusuka pun bisa kuusahakan sekuat tenaga. Aku bebas memilihnya, tanpa perlu khawatir terlihat aneh atau tak biasa
Terhanyut dalam obsesi dan mimpi, aku dibuai oleh apa yang aku cita-citakan dan ekspektasikan sedari dini. Ingat akan masih primanya diri ini, semua kutuliskan dalam catatan, dengan rapih layaknya menulis masa depan. Kompetisi dan lomba-lomba, menjadi kerajinan dan keseharian. Sudah tak aneh lagi sepertinya, melihatku bergumul dan bergaul dengan materi-materi yang kusuka, berikut orang-orang baru yang diluar pergaulanku. Aku pun tak malu berguru dan belajar banyak hal dari yang bukan sepantaranku. Seolah-olah aku menjemput kedewasaan sebelum waktunya.
Ah, curangnya aku dan segala ketidak-eksisanku.
7. Tak masalah bila jalanku ini panjang dan berkabut. Toh tiap detiknya akan kunikmati dengan bahagia
Akhir jalan ini, siapa yang tahu. Mungkin hanya Tuhan Sang Pencipta diriku yang tahu, dan sayangnya aku tak tertarik mengintip catatan-Nya. Aku berbeda, plus aku tak khawatir bila diriku langka. Jalan yang sepertinya panjang dan terlihat tidak pasti nan berkabut terhampar ke depanku. Apakah perlu untuk maju? Sayangnya, aku sudah melaju.
Tak perlu menoleh ke kiri dan kanan untuk mencontek keputusan mereka. Aku hanya perlu pendapat mereka yang mengertiku, sahabatku, apa yang kurencanakan, dan juga pertolongan Tuhan yang dijemput melalui doa orangtuaku.
Nyala lilin yang menandakan kapan waktuku habis, masih berkobar dan menerangi relung jiwaku. Aku tak tahu kapan ia akan mati, dan aku harus terus berkarya. Berkarya tanpa diketahui banyaknya mata, sambil berharap ini akan bermanfaat besar nantinya dan bersinar layaknya berbasuh cahaya.