“Oke kalau memang itu mau kamu. Kita putus aja, ya.”
Mungkin bagimu, potongan dialog itu terasa familiar. Setelah cukup lama bersama, kamu dan dia akhirnya paham bahwa tak ada jalan lain yang lebih baik daripada perpisahan. Memang lebih baik berjalan sendiri-sendiri daripada bertahan lalu saling melukai.
Meski tak mengingkari bahwa berpisah adalah jalan yang terbaik, bukan berarti kamu bisa melewatinya dengan mudah saja. Kegamangan yang khas tetap terasa dalam dada, dan kamu pun perlu berjuang keras untuk tak menggubrisnya.
Setelah satu bulan putus, inilah hal-hal yang tak pelak kamu rasakan.
ADVERTISEMENTS
Kamu berusaha menghindari apapun yang mengingatkanmu tentang dia. Walau kenyataannya, nyaris segala hal akan membangkitkan sosoknya di kepala
Tempat-tempat yang dulu kamu sambangi, sekarang terpaksa kamu hindari. Demikian juga dengan teman-teman yang kalian berdua kenali — untuk sementara, kamu mengatakan ‘tidak’ pada ajakan mereka untuk kumpul bersama. Bukan sombong atau apa, kamu hanya tak mau ditanya kenapa sendirian saja.
Kamu berusaha mengenyahkan segala ingatan tentangnya. Sayang, pada kenyataannya hampir semua hal mampu membangkitkan sosoknya di dalam kepala. Kamu manusia biasa: butuh waktu untuk benar-benar melupakannya.
ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS
Sulit menghentikan tindakan-tindakan kecil yang sudah jadi kebiasaan kalian. Terutama pada hari-hari pertama setelah perpisahan
Saat masih bersama dulu, kalian kerap saling berkirim ucapan selamat pagi. Jika salah satu dari kalian mengunggah gambar di media sosial, yang lain pun sering otomatis mengomentari. Tak hanya itu, kalian juga punya semacam “ritual”. Kebiasaan kecil saja, namun tak pernah lupa kalian lakukan sebagai pasangan.
Setelah kalian berpisah, kebiasaan-kebiasaan ini otomatis harus dihentikan. Rasanya pasti sulit karena mereka sudah lama menjadi kebiasaan. Dan kadang, kebiasaan-kebiasaan inilah yang membuatmu mendadak rindu pada sosoknya. Berharap seandainya perpisahan itu tidak pernah ada, dan kalian masih baik-baik saja.
ADVERTISEMENTS
Jika Ayah atau Ibu bertanya kenapa dia tak datang ke rumah, kamu berusaha untuk tak terdengar marah
“Lho, si Rio janjinya mau main catur sama Ayah? Kok nggak datang sih?”
“Duh, Ayah…”
Mungkin ayah-ibumu tak langsung tahu apa yang terjadi pada kalian berdua. Karena itulah, mereka ringan saja bertanya kenapa dia tak lagi bertamu ke rumah. Padahal bagimu ini pertanyaan sensitif. Mendengarnya saja membuatmu gusar, sulit menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi di antara kalian.
ADVERTISEMENTS
Ada hari di mana kamu merasa baik-baik saja, namun ada juga saat di mana dirimu merasa tak berdaya
Meski tak ingin menganggap diri sendiri lemah, ada juga momen di mana kamu hanya bisa pasrah. Kamu dikalahkan emosi, menangis lebih banyak yang kamu inginkan dan tak bersemangat bahkan setelah kamu berusaha memikirkan hal-hal yang menyenangkan.
Jujurlah pada diri sendiri. Tumpahkan segala perasaan yang ada, dan ajaklah teman-teman dekatmu untuk bercerita. Pastikan tidak ada lagi ganjalan dalam dada, sehingga jika suatu hari kamu bertemu dengannya, kamu sudah tenang hati dan jiwa.
Ada tuntutan untuk merelakan. Tersenyum saat menyadari orang tak lagi menganggap kalian “pasangan teladan”
“Aku kira, dulu kamu bakal sama dia sampai nikah lho.”
Mereka tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Jika kalian lama menjalin hubungan dan sudah banyak orang yang terbiasa dengan kebersamaan kalian, mau tidak mau kamu harus memasang senyum dan berusaha untuk tetap tenang ketika banyak orang yang menanyakan mengapa kalian berdua memilih untuk mengakhiri hubungan. Jelaskan pada mereka alasan mengapa kalian berpisah namun seperlunya saja, tidak perlu mengumbar kesalahan pasangan di muka publik. Ingat kalian berdua sudah dewasa, jika dulu ketika masih berpacaran kalian adalah pasangan yang terkenal akan kemesraannya, maka sekarang cobalah untuk menjadi pasangan yang tetap berteman baik meskipun telah berpisah.
Ada bagian dari dirimu yang tertinggal di dirinya. Demikian juga, ada bagian dirinya yang selamanya mengendap bersamamu
Karena sejauh ini perempuan yang pernah memberi hadiah ulang tahun berupa tart gagal bikinan sendiri dan sandal jepit karet ya cuma kamu. Karena cuma kamu yang tahu kebiasaannya ketika sedang panik adalah garuk-garuk perut. Ada bagian dirinya yang tak akan mungkin kamu lupa. Ada bagian dirimu yang akan bersama ingatannya selamanya. Tidak apa-apa, memang sudah seperti itu seharusnya.
Tapi di balik semua itu, kamu tahu: kamu akan baik-baik saja, pada waktunya.
Ini adalah fase yang wajar. Jangan takluk pada kegalauan yang sedang kamu rasakan. Perasaan kosong ini tidak akan berlangsung selamanya, kikuk dan sepi akan hilang sendiri ketika kamu terbiasa.
Kamu akan baik-baik saja, jika waktunya tiba. Jangankan satu bulan tanpa dia. Selamanya pun kamu akan tetap baik-baik saja!
Bahagia memang tak kamu dapatkan ketika bersamanya. Namun kalian berdua sama-sama telah mengambil pelajaran berharga. Toh tak ada yang sia-sia. Suatu saat nanti, senyum lain akan mengisi harimu lebih baik dari siapapun yang pernah ada di hatimu dulu. Kamu akan baik-baik saja. Percaya.