“Aku nggak cemburu. Karena cemburu adalah ketika kamu menginginkan sesuatu yang bukan milikmu. Dan kamu itu milikku.”
Mendengarnya dari bibirmu, rasanya begitu ganjil.
Aku, milikmu?
Sayang,
Setelah sekian tahun yang kita lalui bersama, sepertinya sudah saatnya aku menceritakan perasaanku yang sebenarnya. Tentang hubungan kita berdua. Dengan anggapanmu yang selalu merasa bahwa aku ini milikmu — seolah aku ini barang atau benda mati — sepertinya aku perlu meluruskan sesuatu.
ADVERTISEMENTS
Memang kita sudah lama berbagi rasa. Tapi, bukan berarti kau berhak mengomandoku dalam semua urusan yang kupunya
Kita berdua memiliki kapasitas yang sama. Meskipun aku mau berbagi segalanya denganmu, bukan berarti aku milikmu seutuhnya. Ada bagian dari diriku yang selalu menuntut untuk disandingkan sejajar denganmu. Saat aku menceritakan masalahku, aku hanya ingin didengarkan, bukan diberi saran-saran yang toh akhirnya tidak ingin aku gunakan. Saat aku menyampaikan kesulitanku, aku belum tentu ingin dibantu, karena aku yakin sebenarnya tak ada yang bisa menyelesaikan kesulitan itu kecuali diriku sendiri. Kuharap kau mengerti, aku juga mampu untuk melakukan banyak hal secara mandiri tanpa perlu perintah dan komando dari dirimu.
ADVERTISEMENTS
Kita berdua sama-sama memiliki tujuan hidup, maka hormatilah tujuan hidupku dengan tidak bersikap seolah kau paling tahu kemana arah yang harus kutuju
Lihatlah diriku, dan kemudian lihatlah dirimu. Apakah kita sama?
Meskipun kita saling berbagi rasa: tidak, kita tak sama.
Kita bersatu karena perbedaan-perbedaan yang saling melengkapi. Maka kuharap kau juga mengerti bahwa aku memiliki pemikiran, perasaan, hasrat, dan ide-ide yang bahkan kau tak pernah tahu meskipun telah bertahun-tahun kita berlayar di satu perahu. Aku memiliki kapasitas yang sama denganmu untuk menentukan tujuan hidup. Dan dengan segala hormat aku memintamu untuk mendukung semua tujuan hidupku, bukan selalu bersikap seolah kamu tahu kemana aku harus menuju.
ADVERTISEMENTS
Kata orang, semua bisa dilakukan atas nama cinta. Namun apakah aku tidak berhak untuk sebuah ruang bagi diriku sendiri untuk mengungkap segala perasaan?
Rasanya mudah sekali untuk memberitahu dunia bahwa kita bersama-sama merajut asa untuk kehidupan yang lebih baik nantinya. Akupun juga tak menampik bahwa keberadaanmu semakin memperluas pandanganku terhadap dunia tak lagi sempit. Namun seringkali aku menemui dirimu selalu membatasiku untuk melakukan ini itu. Dengan dalih kau peduli dan takut kehilanganku, kau lancarkan aksi pembatasan segala kemampuanku.
Tidak pernah terbesit niat dalam hatiku untuk pergi dan berlalu darimu, tidak pernah pula aku kehilangan sosokmu dari isi otakku. Hanya saja aku perlu sedikit ruang untuk diriku agar aku mampu mengembangkan segala hal yang aku punyai dalam hati. Bukankah sebagaimana manusia-manusia lainnya, aku juga punya ambisi?
ADVERTISEMENTS
Sejak pertama kita menjalin rasa, aku berharap kita akan mengerti terhadap segala kekurangan yang dimiliki, bukan malah saling menyakiti.
Perlu digarisbawahi, aku bahagia bersamamu.
Segala hal tentangmu selalu mampu membuatku tersipu. Namun akhir-akhir ini kurasa kau terlalu mengkhawatirkan keberadaanku ketika sedang tak bersamamu. Dan aku ingin kau tahu bahwa aku akan selalu baik-baik saja, dengan atau tanpamu.
Jadi kumohon dengan segenap rasa, biarkan aku merajut asa. Aku berjanji akan selalu berjuang bersamamu. Karena yang kubutuhkan hanyalah secuil dukungan, bukan tangisan.
ADVERTISEMENTS
Kita berharap dapat bersama selamanya. Maukah kau berjanji, untuk saling memperlakukan dengan rasa hormat dan percaya?
Sayangku,
Aku tidak sedang mengeluh padamu. Dengan jelas kukatakan bahwa aku sedang membicarakan sebuah komitmen dalam hubungan kita. Dan yang perlu kau ketahui adalah ketika kita berada pada sebuah hubungan yang terdiri atas kumpulan harapan, maka ‘selamanya’ bukanlah salah satu dari kumpulan harapan tersebut. Aku tidak memiliki kewajiban untuk menghabiskan sisa hidupku bersamamu selama aku masih berstatus sebagai pacarmu. Bahkan kita masih saja sering melawan ego diri sendiri, mengapa aku harus membebani diriku sendiri dengan perlakuanmu yang kadang masih sering membuatku terpaku?
Aku tidak memaksamu untuk segera melangsungkan sebuah pernikahan. Namun aku mengajakmu untuk membicarakan sebuah hubungan. Meskipun aku sangat berharap bahwa hubungan kita akan berlangsung selamanya, bukan berarti seluruh pikiran dan ragaku akan menjadi milikmu. Aku membuat pilihan untuk berada bersamamu, namun bukan berarti kau bisa membuatku melakukan ini itu. Tolong mengertilah, sayangku.
ADVERTISEMENTS
Dan terakhir, ingatlah bahwa kita berdua memilih untuk bersama-sama bukan karena terpaksa. Jagalah tetap seperti itu adanya
Sayangku,
Dengan berakhirnya suratku ini, aku berharap kau mengerti bahwa hidup ini perlu perbaikan sekali-kali. Karena kita berdua telah memutuskan untuk saling mencintai dan bersama-sama karena memang kita yang menginginkannya. Maka buatlah tetap seperti itu adanya. Aku tak ingin kita menemui persimpangan jalan hanya karena salah satu ego tak mampu dikalahkan.
Tertanda,
Aku yang berusaha akan selalu mendampingimu