Mantan kekasihku, bagaimana kabarmu?
Ah, aku bahkan tak tahu apakah kau layak kusebut mantan.
Tanpa pernah ada perpisahan, begitu saja kita berpisah di persimpangan.
Sejak saat itu, otakku tak ada lelahnya membayangkan keberadaanmu. Malamku jadi tak indah lagi karena selalu menerka-nerka ke mana arah kakimu melangkah. Jangankan bermimpi, mata ini bahkan senantiasa terjaga. Semuanya demi sebuah pertanyaan:
“Ada di mana dirimu kini? Mengapa kau tak menampakkan perhatianmu lagi?”
Tapi kini semua sudah lebih jelas dari yang kucemaskan selama ini. Kau sudah pergi. Tapi aku tak akan mudah dilemahkan hanya karena kini sendiri.
ADVERTISEMENTS
Aku jengah saat harus memanggilmu mantan. Sebab kita bahkan tak pernah duduk untuk merumuskan perpisahan.
Hati ini terkadang selalu bertanya-tanya.
Layakkah aku memanggilmu sebagai mantan kekasih? Atau jika seseorang bertanya tentang dirimu, bisakah aku menyebutkan status teman?
Jika memang kita terlibat dalam sebuah pertemanan, uniknya bertegur sapa pun tak sudi. Bertemu pun jadi kesempatan yang langka melebihi jarangnya populasi hewan dilindungi di muka bumi. Jejak-jejak kisah kasih antara kau dan aku juga belum sepenuhnya terhapus. Foto-foto penuh senyum ceriaku di masa bahagia, masih dapat terlihat jelas oleh siapa saja di album sosial media kepunyaanmu.
Di sisi lain, bukankah kita tak pernah sepakat memutuskan sebuah perpisahan? Aku merenungkan, kapankah engkau membawa serta diriku dalam sebuah perbincangan serius tentang masa depan hubungan kita? Ketika aku mempertanyakan ini semua, kau bahkan diam seribu bahasa. Tak setitik pun cahaya kulihat untuk menerangi kekusutan atas pertanyaan yang mengendap ini.
ADVERTISEMENTS
Tapi kau tetap salah satu bagian hidup yang paling kusyukuri. Kehadiranmu menemani, pendampinganmu sempat menghangatkan hati
Di tengah hati yang gundah, bayangan indah kembali menyeruak. Tentu saja itu adalah kau dan aku. Sekali lagi akan aku tegaskan, indah itu adalah saat aku dan kamu bersama untuk berbagi satu sama lain. Meski masih menunggu tanpa kepastian, senantiasa kupikirkan hal-hal positif darimu. Mungkin saja kau tengah menyepi dan tak ingin diganggu. Seperti yang kau ceritakan tentang impianmu, ada baiknya aku membiarkanmu menyendiri dan berpikir.
Tapi percuma saja. Nasibku bagai pungguk yang merindukan bulan. Waktu indah yang kutunggu tak pernah kembali. Jawaban atas kepastian dan harapanku nihil. SMS, telepon, dan segala macam sosial media tak mampu lagi mengembalikan dirimu. Barangkali hujan di pagi ini adalah peringatan besar bahwa aku tak usah lagi mengejarmu. Kau tak akan pernah kembali padaku, begitulah kawan-kawanku memberi kata-kata. Tak terpungkiri lagi jika tubuhku tergolek layu dan wajah murung. Memang benar kau tak butuh aku lagi.
Aku memang bodoh karena telah gagal lagi dalam kehidupan kisah kasih. Tapi ini tak lantas membuatku benci, apalagi dendam kepadamu. Semua yang bisa aku ucapkan adalah:
“Terimakasih atas kasih sayangmu selama ini. Mungkin sekarang aku sedih. Tapi kamu pernah membuatku bahagia dan menghindarkanku dari lebih banyak lagi orang yang akan membuatku kecewa.”
ADVERTISEMENTS
Kau sempat beralasan kita menjauh karena memang sudah tak sejalan. Tapi kini kutahu, ada hati lain yang sedang kau perjuangkan
Pertanyaanku tentangmu tak akan mengalir lagi sederas arus sungai. Mulai detik ini, kupastikan itu. Barangkali ini adalah teka-teki, maka terjawab dan terhentilah setiap levelnya. Perasaanku memang sedih dan sakit mengetahuinya dari orang lain. Dengan penuh kehati-hatian, mereka memberi tahuku:
“Lupakan saja dirinya. Kamu terlalu baik dan layak bersama orang yang lebih baik. Sebab dia telah meninggalkanmu demi hati yang lain.”
Tak lagi kupungkiri bila rasa kecewaku tumbuh lebih besar, melebihi rasa-rasa sebelumnya. Tak perlu kujelaskan lagi bagaimana rasanya. Sebab kalau ditanya, hati siapa yang tak teriris melihat kekasih hatinya pergi menghilang tanpa sebab, lalu hidup bahagia bersama orang lain? Bisakah kau bayangkan itu pula, jika kau mengetahuinya tanpa konfirmasi langsung dari kekasihmu?
ADVERTISEMENTS
Kata orang, cinta yang baik menyisakan ruang untuk bahagia atas keriaan pasangannya. Jika itu hukumnya, kudoakan kau nyaman bersamanya.
Sudahlah! Aku tak mau lagi memikirkan rasa sakit dan teririsnya hati. Bisa saja aku memikirkanmu sepanjang waktu. Tapi toh apa gunanya? Kau tak sudi lagi memikirkanku. Bahkan tak ada jurus manjur untuk mengembalikanmu ke dalam pelukan ini.
Kau dapat menyebutku mawas diri atau apapun. Sebab tak mungkin ada asap, bila tak terpercik minyak tanah ke api. Aku paham betul bahwa diriku hanyalah makhluk yang penuh kelemahan. Kelemahan itulah yang pastinya membuatmu tak yakin akan meneruskan hidup selamanya denganku. Di sisi itulah, kekasihmu yang kini mengisi celahnya. Rasa bangga malah menyelimuti perasaanku karena kau telah memilih yang terbaik, bukan yang salah dan lebih buruk.
Jangan pernah berpikir aku dendam! Jangan! Kau harus tahu pasti kalau di setiap doaku, selalu ada namamu dan namanya terselip. Jika aku mencintaimu, tak pelak aku mengharapkanmu untuk segera berpisah dengannya. Tapi dengan segala kelegawaan, aku mendoakan hubungan kalian dari lubuk hatiku yang paling dalam.
“Semoga kalian selalu abadi hingga Tuhan yang memisahkan. Aku tahu jika wanita itulah yang terbaik untukmu. Dengan segala kesempurnaannya, dia mengisi celah-celah kekuranganku. Aku yakin kamu akan mendapatkan hidup selengkap-lengkapnya karena kamu mendapatkan segala yang tak kupunya dari dia.”
ADVERTISEMENTS
Jangan mengkhawatirkan diriku. Aku cukup tangguh untuk tak didampingi. Rasa sakit ini akan kubayar dengan kesuksesanku nanti
Dengan lantang, bisa kukatakan aku tak akan bersedih lagi karena kehilanganmu. Tak akan ada tangis karena tuduhan-tuduhan kalau orang lain telah merebut cintamu dariku. Percayalah, kau bisa jamin itu 100%! Di sini, aku menjadi sosok manusia yang tegar bukan main. Kau bisa buktikan itu, bahkan menantangku pun aku akan menerimanya.
Meski belum mampu menemukan pengganti yang lebih baik darimu, tak lantas aku merasa sepi dan merana. Kau tahu bukan, dari dulu aku adalah wanita yang kuat luar biasa lahir dan bathin? Penggantimu kini adalah kesuksesan! Ya, kesuksesan. Aku tak bermaksud menyombongkan diri, melainkan memotivasi diri. Bahwa banyak impian yang perlu kukejar daripada sekedar bersedih di sudut rumah karena hati yang lara.
Ingat itu, ya! Kalau kau sudah siap bertemu aku, senyumku pasti terkembang seolah-olah aku tak merasakan apapun.
Sampai jumpa,
Dari mantan kekasih yang pernah kau putuskan secara sepihak