Mengubah sifat pasangan/ Illustration by Hipwee via www.hipwee.com
“Dia tuh nggak bermaksud kayak gitu, dia pasti mau berubah. Aku bakal mengubah dia!”
“Kamu nggak bisa mengubah sifat buruk dia! Kamu tuh bukan panti rehabilitasi!”
Mungkin kamu sering mendengar percakapan-percakapan tersebut di sekelilingmu, sekadar baca di media sosial, atau jangan-jangan, kamu sendiri yang mengalaminya? Sayangnya, diskusi tersebut selalu berhenti di sana tanpa ada penjelasan yang lebih lengkap. Akhirnya tetap muncul pertanyaan-pertanyaan, memangnya betul kita nggak bisa mengubah sifat atau perilaku pasangan kita? Benarkah dia akan seperti itu selamanya?
Supaya nggak lelah sendiri dengan terus menerka-nerka, ada baiknya kita pahami dulu konsepnya. Apakah kita bisa mengubah pasangan dengan segala sifat buruknya? Atau bahkan kita bisa mengubahnya jadi sosok sempurna yang selama ini ada di kepala kita?
ADVERTISEMENTS
Ternyata kita bisa saja mengubah perilaku pasangan, namun tentu hasilnya berbeda kalau dia memiliki motivasi sendiri
Bukan Power Ranger/ Illustration by Hipwee
Kalau selama ini ada orang yang cerewet bilang “Kamu nggak bisa jadi ‘panti rehabilitasi’ bagi pasangan karena sulit untuk mengubah sifatnya jika tak ada kemauan dari dalam dirinya sendiri”, ternyata pernyataan tersebut benar lo. Pasalnya, perubahan perilaku membutuhkan motivasi yang kuat atau urgency dari dalam diri sendiri.
Nah, jika perubahan didasari karena permintaan atau perintah dari orang lain, misalnya seperti keluarga atau pasangan, maka perubahan itu mungkin saja terjadi namun kemungkinan hanya dalam waktu sesaat dan jarang bertahan dalam jangka waktu yang lama. Berbeda jika perubahan tersebut memang didasari oleh keinginan sendiri. Biasanya perubahan ini dapat bertahan lebih lama.
ADVERTISEMENTS
Tetapi, tidak semua hal tentang pasanganmu juga bisa diubah, ada yang mudah ada juga yang sulit
Dilihat dari tingkat kesulitannya, perilaku seseorang relatif lebih mudah untuk diubah. Lain halnya dengan sifat, karakter, atau bahkan kepribadian yang proses perubahannya bisa berlangsung lebih lama. Contohnya, kita bisa saja mengubah perilaku meletakkan pakaian secara sembarangan, namun sulit untuk mengubah sifat tidak peduli terhadap kebersihan.
Hal ini dikarenakan sifat atau kepribadian sudah terbentuk sejak kita masih kecil. Sifat dipengaruhi oleh pola asuh orang tua, cara mereka mengajarkan kita untuk bersosialisasi, serta nilai-nilai yang ditanamkan oleh keluarga. Belum lagi, ada pengaruh dari lingkungan seperti kepercayaan, budaya, dan lain sebagainya. Bisa dibilang, untuk mengubah sifat seseorang perlu alasan yang kuat dari dalam dirinya dan tentu membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
ADVERTISEMENTS
Walau sulit untuk bisa mengubah sifat pasangan, tapi ada upaya yang bisa dilakukan untuk membantu mereka berubah kok
Alih-alih langsung beranjak dan meninggalkan pasangan setelah mengetahui sifat-sifat buruknya, ada hal yang bisa kamu usahakan terlebih dahulu supaya nggak ada penyesalan yang dirasakan nantinya. Perubahan sifat bisa dimulai dari motivasi, ada satu hal yang kita lakukan yaitu dengan menginspirasi atau menstimulasi motivasi tersebut. Cara paling sederhana yakni dengan memberi informasi.
Menyinggung orang lain/ Illustration by Hipwee
Seseorang mungkin nggak bisa melihat secara menyeluruh apa dampak atas perilaku yang dia miliki. Mungkin dia toxic tapi dia nggak sadar, mungkin dia punya kebiasaan yang buruk tapi selama ini dia belum merasakan konsekuensi buruk dari perilaku tersebut.
Nah, sebagai pasangan, kita bisa memberikan informasi seperti “Eh sebenernya kalau kamu ngomong kayak gini di depan temen-temen kamu itu buat situasi nggak nyaman loh.” Atau kita bisa bilang “Kalau kamu setiap hari selalu melarang aku untuk melakukan ini-itu, aku jadi ngerasa nggak bebas. Aku jadi merasa tertekan.”
ADVERTISEMENTS
Mungkin kini kamu bertanya-tanya, apa sih pentingnya memberikan informasi alih-alih langsung menyuruhnya mengubah sikap?
Ada perbedaan besar antara menyuruh dan memberi informasi. Coba bayangkan jika ada seseorang menyuruhmu dengan berkata seperti “Kamu harusnya ngelakuin A daripada ngelakuin B!” Maka kamu mungkin justru bertanya-tanya “Kenapa aku harus begitu?” Nah, fungsi dari memberi informasi ini adalah supaya pasangan kita sendiri yang memproses apakah ini hal yang baik atau buruk baginya sehingga dia bisa memahami konsekuensinya dan kemudian mengambil sikap.
Sama seperti saat kita ingin mengubah perilaku adik kita yang belum bisa merapikan kamar tidurnya sendiri. Daripada sekadar menyuruh untuk merapikan selimut, bantal, sprei, kita bisa berikan informasi bahwa nggak nyaman tinggal di ruangan atau di kamar yang berantakan seperti itu. Kalau menaruh barang sembarangan, kita sendiri yang akan kesulitan mencari barang yang ingin digunakan, dll. Jadi, alih-alih mengarahkan untuk melakukan perilaku tertentu, ada baiknya kita memberikan informasi sehingga muncul urgensi dalam dirinya “Oh sepertinya aku memang harus berubah.”
Berubah jadi lebih baik/ Illustration by Hipwee
ADVERTISEMENTS
Eitts, sebelum kamu mau mulai mencoba mengubah pasangan, mungkin ini waktunya kita berkaca dulu pada diri “kenapa kita ingin dia berubah?”
Tahu nggak sih, SoHip? Ada beberapa hal yang mungkin memengaruhi kita sehingga kita bisa terobsesi memiliki pasangan yang lebih baik atau bahkan sempurna. Salah satunya, image ‘pacar sempurna’ ini bisa terbentuk setelah kita terpapar tokoh di novel, drama Korea, atau film romantis yang kita tonton. Padahal kehidupan nyata nggak seindah kisah fiksi lo.
Contoh, Andy adalah orang yang pemalu, malas bersosialisasi dengan orang lain, dan awkward. Maka dari itu, dia ingin memiliki pacar yang lebih sociable. Andy memiliki harapan, dengan memiliki pacar seperti itu, ia akan diajak bertemu dengan lebih banyak orang.
Contoh lainnya yang mungkin sering kita dengar, misalnya Nanda yang sudah lelah dan enggan bekerja untuk menghidupi dirinya sendiri. Akhirnya, ia pun ingin mendapatkan pasangan kaya raya sehingga tidak mengharuskan dia untuk bersusah payah lagi.
Padahal, berubah menjadi lebih baik menurut versi kita, belum tentu sama dengan lebih baik versi mereka
“Sebagai laki-laki, kayaknya kamu udah mulai harus mikirin masa depan dari sekarang deh.”
“Kamu kan perempuan, jadi sekarang lebih jaga diri ya. Jangan pulang malam.”
Kalimat-kalimat tersebut mungkin akan menimbulkan dua persepsi berbeda. Bisa dianggap menunjukkan perhatian untuk ke arah yang lebih baik, namun bisa juga dianggap sebagai tuntutan yang kurang sesuai dengan dirinya. Lalu yang mana sih sebenarnya anggapan yang benar? Ternyata walau kita mungkin menganggapnya baik namun belum tentu bagi orang lain juga demikian lo. Pasalnya, setiap manusia tumbuh dengan value yang berbeda-beda.
Contohnya, ada orang yang menganggap bahwa merencanakan masa depan adalah hal yang penting, misalnya harus kerja di mana, kapan menyicil rumah, rencana membuat bisnis, rencana memiliki anak, dll. Sedangkan bagi sebagian orang lain, menjalani hidup tanpa banyak rencana dan mengalir apa adanya merupakan pilihan terbaik. Lalu mana yang benar? Fun fact, bukan salah satunya. Dua-duanya bisa benar sesuai dengan value dan preferensi masing-masing.
Terakhir, ada langkah yang bisa kamu catat jika ternyata dia memang tak bisa berubah
Sejak pertama kali berkenalan, jangan buru-buru mengubah pasangan menjadi seseorang yang kamu inginkan. Kenali dulu persamaan dan perbedaan masing-masing. Jika kalian menemukan banyak value mendasar yang berbeda, memutuskan untuk jalan masing-masing bukanlah hal yang buruk.
Lebih baik sendiri/ Illustration by Hipwee
Namun, jika kita sudah bertemu dengan seseorang yang tepat dan memiliki kecocokan value yang mendasar, toleransi untuk berubah sedikit demi sedikit mungkin nggak akan menjadi beban. Hal ini karena kalian memiliki satu hal berharga yang sama-sama ingin dipertahankan. Perubahan di sini yang biasanya mungkin lebih dilakukan dengan inisiatif masing-masing, bukan karena terpaksa, melainkan karena ingin mempertahankan dan menjaga hubungan yang berharga.
PS. Konten ini dibuat secara co-create antara pihak content creator dengan tim editorial Hipwee Premium