Rencana untuk menikah di usia muda bersama dia yang kamu cinta terkadang masih terganjal restu orangtua. Mereka bukannya tidak menyetujui pilihanmu, hanya percaya ini bukan sebaik-baiknya waktu.
Jika ini yang terjadi padamu, jangan kecewa dulu. Orangtua pasti punya pertimbangan tersendiri mengenai kesiapanmu membangun rumah tangga. Terlebih lagi di usia yang masih belia. Tentu saja pertimbangan ini berbeda-beda tergantung masing-masing kondisi kita. Tapi bagimu yang masih bertanya-tanya, mungkin 5 pertimbangan di bawah inilah yang ada di kepala orangtuamu!
ADVERTISEMENTS
1. Orangtuamu tahu betapa beratnya hidup berumah tangga. Mereka belum yakin kamu mampu menanggung bebannya.
“Yah, Bu. Aku mau serius sama Anton. Kita mau nikah tahun depan.”
“Lho? Bukannya kalian sama-sama masih fresh graduates? Terus nanti kalian hidup pakai apa?”
Ayah dan Ibumu telah bertahun-tahun mengecap manis dan pahitnya hidup berumah tangga. Tentunya pengalaman mereka dalam menjalani peran sebagai suami dan istri tidak perlu diragukan lagi. Mereka tahu, menikah bukan hanya butuh persiapan fisik saja, melainkan juga persiapan mental.
Mungkin kamu pernah mendengar orangtuamu berkata, “Pacaran itu memang banyak indahnya, tapi nanti kalau sudah menikah, masalah kecil saja bisa besar risikonya.” Untuk itu, tentunya persiapan kalian harus matang. Tanpa persiapan matang usia muda kalian justru akan menjadi bumerang.
Banyak beban yang harus dipikul, banyak pula masalah yang dihadapi dalam rumah tangga. Membina sebuah pernikahan pun tidak bisa dijalankan dalam satu tahun atau dua tahun saja, butuh waktu yang cukup lama! Orangtuamu tahu persis beratnya membangun rumah tangga terutama di masa awal pernikahan. Mereka belum yakin di usiamu yang terbilang masih dini itu kamu mampu menanggung beratnya beban berumah tangga.
ADVERTISEMENTS
2. Ada sisi dirimu yang belum sepenuhnya dewasa. Kalau jadi istri/suami sekarang, bagaimana jadinya?
“Aku yakin sudah siap nikah muda. Aku kan sudah beranjak dewasa.”
“Mungkin bijak sebagai anak, teman, kakak, adik. Tapi sebagai suami/istri?”
Kedewasaan memang tidak diukur dari usia seseorang. Namun, dalam dirimu pikiran yang dewasa masih belum utuh tercipta. Mungkin sebagai anak, teman, kakak atau adik, kamu bisa bersikap bijak untuk menyikap sesuatu. Tapi tentu ada tuntutan lebih yang harus kamu sanggupi sebagai istri atau suami.
Selain itu, menyatukan dua orang dengan latar kehidupan yang berbeda dan gender yang berbeda pula itu tidak mudah. Meskipun cinta kelak akan mempersatukan perbedaan tersebut, matangnya kedewasaan dalam dirimu perlu di pupuk sejak usia dini sebelum memasuki gerbang pernikahan.
ADVERTISEMENTS
3. Bukannya dianggap kekanak-kanakan. Di usia muda, emosimu masih berubah-ubah terutama dalam mengambil keputusan.
Hari ini: “Aku mau serius sama dia!”
Minggu depan: “Kayaknya aku nggak tahu jadi nikah sama dia atau nggak. Dia berubah pikiran.”
Memutuskan sesuatu saja masih plin-plan, bagaimana menjalankan rumah tangga?
Ego dan keinginanmu di usia muda masih terbilang labil alias berubah-ubah. Kehidupan rumah tangga yang dijalankan harus dengan penuh tanggung jawab seiring imbangnya hak dan kewajiban suami, istri, bahkan saat memiliki keturunan. Salah satunya dalam mengambil keputusan, kamu harus pandai-pandai menentukan sebuah pilihan.
Ketika sudah berumah tangga, kamu tidak bisa lagi seperti sebelum menikah yang mengambil keputusan hari ini A, lain waktu mungkin bisa B. Semua tanggung jawab ada di tanganmu, bukan terletak pada orangtua lagi.
ADVERTISEMENTS
4. Mereka tahu potensimu luar biasa. Maka itu, mereka lebih ingin kamu fokus mengejar cita-cita.
“Kalau sudah besar kamu mau jadi apa, Nak?”
“Jadi dokter!”
Sejak kecil pertanyaan tersebut sering kamu dengar dari orangtua. Meskipun saat ini cita-cita tersebut tak lagi sama seperti yang kau katakan lewat bibir kecilmu itu, Ayah dan Ibu tetap mendukung impianmu. Bagi mereka, masa muda merupakan waktu yang produktif untuk mengasa kemampuan dan bakatmu demi menggapai cita. Menikah di usia muda mungkin saja justru membuatmu harus menunda hal-hal penting seperti mengejar cita-cita.
Mereka takut pikiranmu terpecah belah karena menjalankan pernikahan yang belum tepat waktunya, sementara keinginan mengejar cita semakin meraung dirimu. Fokus meraih apa yang kau impikan di usia dini dirasa lebih baik. Dengan demikian, bukan berarti orangtuamu ingin anaknya telat nikah lho! Mereka yakin, jodoh untuk anaknya akan datang di waktu dan cara yang tepat. Ya, tentunya ketika cita berhasil digenggaman, cinta pun akan turut mengikuti. Siap meraih cita dan cinta secara bersamaan?
ADVERTISEMENTS
5.Bagi orangtua, kamu masih pangeran/putri kecilnya. Masa lajangmu layak diperpanjang untuk dihabiskan bersama mereka
Walaupun usiamu sudah belia, orangtua tetap melihat dirimu bagai pangeran/putri kecilnya yang lucu dan bisa selalu ada bersama mereka layaknya beberapa tahun silam. Kamu dirasa oleh keduanya sebagai anak sekaligus teman. Sejak kecil hingga di usiamu kini, waktu terasa cepat berlalu terlewati bersama mereka. Menikah terlalu dini, justru akan membuat kebersamaan itu perlahan memudar.
Setelah menikah, kamu memiliki keluarga baru yang tentunya perlu dibina. Intensitas pertemuan dengan orangtua akan berkurang apalagi saat kamu tinggal di rumah baru bersama istri/suami. Padahal di usia mudamu, mereka masih ingin menikmati indahnya kebersamaan dengan pangeran/putrinya. Persis seperti dulu, di masa kau masih berlari ke sana-ke sini lalu terjatuh hingga mereka membangunkanmu dan kau pun berlari lagi.
Menikah di usia dini adalah pilihan setiap insan yang dipertemukan oleh cinta. Masing-masing memiliki keinginan tersendiri. Namun, meneladani petuah orangtua dirasa tak ada salahnya. Apalagi kelima pertimbangan di atas nyaris ada pada dirimu. Jika kau sudah merasa siap menjalankan kehidupan berumah tangga di usia muda dan orangtua pun menyetujuinya, lalu tunggu apa lagi? Lanjutkan itu dan bertanggung jawablah sebagai mana mereka mempercayakan keputusanmu untuk menikah muda. Jika belum direstui, bersabarlah dan yakinkan dirimu lagi apakah sudah benar-benar siap?