Kata orang, cemburu itu tanda sayang. Aku pun turut meyakininya. Selain rasa cinta itu sendiri, cemburu juga kadang hadir meminta porsinya untuk ikut dirasakan. Membuat cerita yang sedang kita lewati berdua ini makin terasa kaya karena memiliki banyak warna. Namun, kedatangan si cemburu yang terlalu sering membuatmu dan aku terlibat pertengkaran, membuat kita sama-sama lelah ditebas prasangka dan cemas berlebihan.
Walau begitu, maukah kau tak jengah menghadapiku? Dan bersediakah kau menjinakkan hatiku yang mudah naik pitam akibat diinjak oleh kaki-kaki kecil si cemburu?
Karena sesungguhnya, tanpa sepengetahuanmu, sekarang ini aku sedang memelihara banyak cemburu.
ADVERTISEMENTS
Sejak dulu kau memang pria yang ramah pada siapa saja. Tak heran kedekatanmu terjalin mudah dengan banyak manusia.
Awal mula cinta menyelinap memasuki sekat hatiku adalah ketika aku tahu bahwa kau pribadi yang dewasa dan memiliki banyak tawa. Kepribadianmu yang hangat dan ramah pada siapa saja membuat setiap orang yang ada di dekatmu enggan berjingkat. Tak terkecuali aku, dengan mudahnya aku jatuh hati pada sosokmu. Pria yang pandai mengukir senyum dan bisa diajak berbicara tentang apa saja.
Kuucapkan syukur tak henti kepada Sang Pemilik Semesta, bahwa ternyata perasaanku mendapatkan jawaban manisnya. Petang itu, kau tuturkan keinginanmu untuk menjadikanku sebagai kekasihmu. Tak ada janji yang terlalu manis yang kau lontarkan di sana. Hanya janji sederhana untuk selalu membuatku bahagia dan punya banyak tawa. Itu saja.
Iya, kau memang sosok yang mengagumkan. Tak henti-hentinya aku memuja pembawaanmu. Mengenai karaktermu yang mudah membaur dengan banyak manusia. Kau pun dengan cepat akrab kepada para sahabat serta keluarga, membuat hatiku makin menggelembung karena berbangga.
Di sini, cemburu memang belum menunjukkan tajinya. Aku masih merasa baik-baik saja.
ADVERTISEMENTS
Dada ini tak pernah lapang tiap melihat di dekatmu ada banyak kaum perempuan. Cemburu berkali-kali datang meminta untuk dirasakan, membuatku dilumat habis oleh kecemasan.
Aku memang baik-baik saja pada awalnya. Namun kemudian aku sadar hatiku tak lagi selapang dulu. Aku lupa kapan tepatnya, yang aku ingat hanya aku tak lagi rela ketika ada banyak perempuan di dekatmu. Mereka turut bercengkerama dan merasakan tawamu. Sesekali mengerling manja dan meminta untuk kau perhatikan. Kau, yang memang pada dasarnya berhati mulia tentu saja tak sanggup untuk menjawab sekenanya. Kau tanggapi obrolan mereka hingga kadang lupa waktu.
Aku yang dilumat banyak kecemasan sering naik pitam. Kau pun akhirnya jengah juga, menganggapku gemar memojokkan. Aku menangis. Aku memilih berdiam. Bingung memikirkan kalimat apa yang pas untuk dilontarkan. Kalimat yang menggambarkan kekecewaan, kecemasan, dan ketakutan. Sebelum aku selesai merangkai kata, kau pun datang, meminta banyak maaf. Mengakui bahwa memang kaulah yang salah karena telah menjadi manusia yang kelewat baiknya.
Perdebatan kita pun diakhiri dengan penyematan nama panggilan sayang baru darimu untukku. Kau panggil aku ‘si Nona cemburu’ bebarengan dengan sebuah kecupan yang mendarat tanpa aba-aba di keningku. Marahku memang sejenak mereda, namun cemburu-cemburu kecil masih berlari-lari riang di dalam sana. Menunggu momentum lagi untuk mulai bisa merangkak naik.
ADVERTISEMENTS
Aku sama sekali tak memiliki niat untuk mengekang. Namun, dekapanmu selalu berhasil membuatku meremang karena itulah melepasmu selalu membuatku enggan.
Aku paham benar bahwa manusia memang dituntut untuk berkembang. Begitu juga kau dan aku. Jalinan yang ada di antara kita tak semestinya berubah menjadi tali-tali pengikat yang tak membebaskan gerak. Membuat lajumu makin melemah karena kakimu yang terikat kuat. Ataupun mengubahku menjadi boneka-boneka tali yang bergerak sesuai keinginanmu. Sungguh, aku tak menginginkan hal itu tercipta.
Hanya saja, sosokmu dan segalanya tentang dirimu selalu membuatku merasa tenang. Dekapanmu yang hangat selalu bisa membuat hatiku meremang dan senyumku kembali mengembang. Tak rela rasanya harus berbagi dirimu dengan manusia lainnya. Namun tentu saja akal sehatku bekerja keras untuk selalu menegur dan mengingatkanku.
Kau dan aku memang saling memiliki, namun bukan berarti kita harus saling membatasi.
Hal itulah yang tak hentinya kuputar di rongga kepalaku. Berharap bisa memadamkan rasa cemburu yang kobarannya makin meninggi setiap kau usai berpamitan untuk pergi bersama beberapa kawanmu.
ADVERTISEMENTS
Cemburu yang kupunya makin memiliki banyak takaran, walau begitu aku berjanji akan memberikan porsi yang tetap membuatmu tenang.
Sayang, memang cemburu yang kumiliki terkadang takarannya berlebihan. Namun, yakinlah aku juga tak menghendakinya. Aku tak
tahu mengapa dia gemar bertandang hingga membuat kita sering dibelit pertengkaran. Lain waktu, jika aku kembali naik pitam karena dilumat cemburu berlebihan, maukah kau ikut membantu meredakan?
Dekap aku dan jangan pergi berjingkat. Sejatinya tiap kali cemburu datang, aku hanya sedang cemas dan takut kehilangan. Sosokmu yang mampu menenangkan adalah hal yang sedang paling aku butuhkan.
Walau begitu, kau tak usah cemas, aku sedang berusaha memberikan takaran cemburu yang sewajarnya. Aku sedang mengurangi jumlahnya sehingga membuat kau dan aku sama-sama tenang.