Menjalin hubungan jarak jauh itu kadang nggak mudah. Ada lebih banyak perasaan yang mesti dilibatkan. Menyalurkan afeksi pun terkadang nggak segampang mereka yang non-LDR. Jika bertemu dan bermesraan bisa diibaratkan wujud rasa sayang yang hakiki, maka pejuang LDR hanya bisa mewakilkannya kepada emoji. Mentok-mentok telponan atau video call sampai ketiduran.
Tapi menjalani LDR bukannya nggak seru. Kadang pola hubungan yang berbatas ruang tersebut bisa lebih menggairahkan asmara. Ketika diri harus melawan rasa khawatir dan curiga, di sana cinta bergelora. Janji-janji betebaran bagai musim gugur, dan harapan akan satu pertemuan jadi semacam cita-cita. Tapi setelah bertemu, apakah semakin mesra dan langgeng? Belum tentu, terkadang ketika bertemu dan saling dekat, justru muncul konflik yang memicu perpisahan. Jika kamu mengalaminya juga, mungkin beberapa hal ini penyebabnya.
ADVERTISEMENTS
1. Terlalu intim berkomunikasi saat jauhan membuat momen bertemu jadi hambar
Terkadang karena terperdaya jarak, kita berpikir untuk meningkatkan frekuensi komunikasi. Kita berharap keputusan tersebut bisa mempertahankan rasa yang masing-masing kita punya. Kita alpa kalau segala hal memiliki titik jenuh. Ketika obrolan berkutat pada hal yang dirasa sudah nggak relevan, sementara masing-masing sudah nggak punya lagi bahan, bukan nggak mungkin pertemuan akan menjadi sangat membosankan.
ADVERTISEMENTS
2. Terlalu berekspektasi akan sebuah pertemuan yang sejatinya tak bisa diprediksi
Dasarnya manusia memang senang berekspektasi. Di saat menjalani hubungan jarak jauh, seringkali kita membuat gambaran akan sebuah pertemuan. Terkadang dengan selipan romantisir suasana yang membubuhkan banyak harapan. Padahal yang akan terjadi itu nggak selalu bisa ditebak. Bisa saja skenario yang telah dirancang tereksekusi dengan cara lain. Jika selalu menomorsatukan ekspektasi, kenyataan bisa saja membawa kekecewaan.
ADVERTISEMENTS
3. Proses saling mengenal diri di dunia nyata terulang kembali, karena selama ini hubungan terasing di dunia maya
Ada yang bilang, terlalu nyaman hidup di dunia maya akan membuat manusia teralienasi dari dunia nyata. Hal ini mungkin saja terjadi pada dua insan yang lama menjalin LDR. Kita jadi mengenal pasangan sebatas apa yang dia tunjukkan melalui gawai. Apa yang masing-masing sering lakukan lewat gawai, ditafsir sebagai kebiasaan bahkan sifat. Sebaliknya ketika bertemu, masing-masing melakukan kebiasaan yang berbeda. Di sini kadang muncul perasaan kaku atau nggak nyaman, yang bisa ditafsir sebagai bentuk perkenalan diri kembali.
ADVERTISEMENTS
4. Kemesraan yang dibangun selama berjauhan cenderung artifisial. Akibatnya tak bertahan sampai ke pertemuan
Mungkin kita pernah berkata pada diri sendiri “ya, aku percaya dia!” sementara hati menyimpan ragu. Kita terus-terusan meyakinkan diri dengan keraguan. Alhasil kemesraan yang tercipta ketika berjauhan pun terasa buatan. Hingga pada pertemuan, segala keraguan itu mencuat memaksa diutarakan. Perdebatan pun nggak terelakkan karena masing-masing saling mempertanyakan perasaan.
ADVERTISEMENTS
5. Jarak memberi tantangan, sehingga pertemuan yang sesekali jadi bermakna. Ketika ketemu melulu, rindunya melayu~
Yang mesti dipahami, hidup itu seimbang ketika berjarak. Segala sesuatu bisa dinilai secara baik ketika ada jarak di antara dua hal. Pun dengan perasaan. Ketika berjarak, diri ditantang untuk menaklukkan segala rasa yang mengkhawatirkan. Sementara ketika pertemuan sudah jadi kebiasaan, diri yang selama ini dilatih untuk menaklukkan tantangan merasa ada sesuatu yang hilang.
ADVERTISEMENTS
6. Ketika jauh kemesraan dipicu semangat akan pertemuan. Ketika dekat merasa butuh alasan lain untuk pertahankan hubungan
Manusia itu cenderung butuh pemicu untuk melakukan suatu hal. Termasuk untuk urusan berhubungan. Jika dulu saat berjauhan, alasan untuk mengumbar kemesraan sangatlah banyak. Hal tersebut pula yang kadang membuat satu pertemuan jadi menyenangkan. Semacam aktualisasi kemesraan yang beberapa lama hanya virtual. Namun ketika sudah berdekatan, dan bisa ketemu kapan saja, semangat itu jadi nggak relevan. Apalagi masalah yang muncul semakin kelihatan. Jadi butuh alasan lain untuk bisa bertahan.
Meski begitu, bisa saja 6 hal di atas nggak sesuai dengan apa yang pernah kamu alami. Dan bukan pula 6 hal di atas itu jadi faktor tunggal gagalnya sebuah hubungan jarak jauh, karena setiap hubungan yang gagal pasti memiliki berbagai macam alasan yang nggak 100% sama. Apa yang menjadi landasan tulisan ini boleh saja kamu bantah dengan tetap melakukannya. Hanya saja, kemungkinan yang akan terjadi setidaknya bisa jadi pertimbangan diri.