Sebelum kamu datang, cinta dan segala remeh temeh soal perasaan tak pernah membuat saya penasaran. Lebih baik fokus soal kuliah atau pekerjaan, toh perkara menikah juga belum saatnya dipikirkan.
Namun, kamu akhirnya datang dan membolak-balikkan hidup saya. Kehadiranmu membuat saya percaya, kalau cinta bisa membuat hidup terasa jauh lebih bahagia. Pendampinganmu meyakinkan saya, bahwa masa depan akan lebih indah jika dijalani berdua.
ADVERTISEMENTS
Kamu yang membukakan mata saya. Mengenalkan kebahagiaan bernama cinta dan betapa tenangnya bersandar di bahu seorang pria.
Entah orang-orang menganggap saya apa, mungkin alien atau semacamnya. Di antara teman-teman sepermainan, sayalah yang paling minim pengalaman. Jika teman-teman saling bercerita soal mantan, saya hanya akan diam mendengarkan. Sudah lewat seperempat abad, belum juga saya izinkan seseorang untuk masuk dalam kehidupan saya.
Dan kamu, kamu adalah penyebab perubahan terbesar dalam hidup saya. Bersamamu, saya lebih menikmati hidup hingga setiap menit dan detiknya. Kamulah yang membuat saya merasakan betapa bahagianya dicintai, disayangi, atau diperhatikan. Kamu pula yang membuat saya percaya bahwa tempat paling nyaman memang bahu orang yang paling disayang.
ADVERTISEMENTS
Denganmu saya yakin menatap masa depan. Keyakinan itu pula yang membuat saya menggantungkan banyak harapan.
Jika boleh jujur, saya sering merasa jadi yang paling bahagia di dunia. Punya pasangan yang selalu bisa diandalkan membuat saya mantap menatap masa depan. Kamu dan saya sudah demikian cocoknya, pasti lebih mudah bagi kita untuk bertahan dan menua bersama.
Saya sering membayangkan tentang keluarga kecil kita nantinya. Ada saya, kamu, dan dua malaikat kecil yang dititipkan Tuhan pada kita. Meski sibuk dengan urusan pekerjaan, kamu selalu berusaha pulang tepat waktu. Buru-buru menuju rumah demi segera memeluk istri dan kedua anakmu. Walaupun kita sedang berselisih paham, kamu selalu berhasil meredam amarah dan memberi saya pelukan sebagai tanda perdamaian.
“Ah, banyak hal yang ingin saya wujudkan bersamamu. Banyak harapan yang saya titipkan di pundakmu…”
ADVERTISEMENTS
Tapi, apa yang ternyata saya dapati. Bersamamu sejauh ini, justru membuat hati saya berkali-kali tersakiti.
Mungkin, saya memang masih minim pengalaman dalam membina hubungan. Saya sadar, ada kalanya diri saya terlalu egois hingga memaksakan sesuatu yang sebenarnya tak kamu inginkan. Beberapa kali pula saya pernah membuatmu kesal lantaran sikap saya yang kadang kekanak-kanakan.
Namun, akuilah bahwa kamu pun tak lantas luput dari kesalahan. Sekian lama bersama, entah berapa kali kamu menyakiti hati saya. Kata-kata kasar dan menyinggung perasaan awam keluar dari mulutmu. Kalimat-kalimat yang intinya merutuki kekurangan dan ketidaksempurnaan saya pun sudah bukan lagi hal yang tabu.
Sekian lama bertahan, tapi kini saya sudah benar-benar sadar. Mungkin kita pernah sama-sama berjuang, tapi di titik ini saya harus berhadapan dengan dua pilihan. Bersamamu adalah sebuah kebimbangan, antara harus diakhiri atau justru dilanjutkan.
ADVERTISEMENTS
Meski menyakitkan, kadang keputusan terbaik adalah merelakan. Karena mungkin, memang bukan dia yang ditakdirkan Tuhan.
Kamu bukan lagi kebahagiaan dalam hidup saya, tapi kehadiranmu jelas jadi pelajaran paling berharga. Pertengkaran demi pertengkaran denganmu membuat saya sadar siapa diri saya sebenarnya. Kegagalan hubungan kita menjadikan saya mengerti tentang apa yang sebenar-benarnya saya inginkan.
Ternyata memang bukan kamu, Sayang. Di titik ini saya harus ikhlas merelakan. Mulai detik ini saya harus berhenti menumpuk harapan. Saya dan kamu punya impian yang berbeda tentang masa depan. Perbedaan itu pula yang memaksa kita untuk masing-masing berubah haluan.
Saya harus kembali pada prinsip saya sebelumnya, bahwa perkara pendamping di masa depan biarlah jadi urusan Tuhan. Saya hanya akan berdoa, berharap yang terbaik sambil memacak diri dulu saja. Jika sudah waktunya, dia yang terbaik akan datang dengan sendirinya. Dan segala sesuatunya akan berjalan mulus tanpa kita harus terlalu keras mengusahakannya.
“Sekali lagi, sebelum menulis ini saya sudah berpikir masak-masak. Denganmu, saya putuskan untuk berhenti berharap. Tolong doakan saja, semoga saya kuat…”