Kalau saja sudut matamu yang sering berair itu bisa bercerita, akan butuh sekian malam demi menuntaskan kisahnya. Dijamin, ia pasti mencerocos soal malam-malam panjang waktu kamu memeluk diri sendiri. Saat bantalmu basah dan kamu seakan tak bisa bernafas lagi.
Anak rambut dan buku-buku jarimu juga menyimpan kisah mereka. Pernah ada tangan yang sangat kamu cinta mampir di sana. Nyaman sentuhannya membuatmu nekat berharap bahwa gelenyar itu akan ada selamanya. Namun sayang justru kekecewaan menganga yang harus dihadapi di depan mata.
Di tengah sekian banyak nyeri yang menghantam dada, kata “Baik-baik saja” membuatmu tetap waras di tengah semua kejadian yang ada. Tapi sesungguhnya sequence 3 kata itu telah kehilangan daya magisnya. Kamu tidak pernah sepenuhnya baik-baik saja.
ADVERTISEMENTS
Tidak mudah membohongi hati. Namun sudah terlalu biasa rasanya ia kau kelabui. Demi langkah yang lebih kuat lagi
Aneh. Beberapa bulan lalu kau kira hari ini akan berat sekali dijalani. Kau akan terjaga sampai pukul 12 malam. Kemudian mengirim pesan singkat sepanjang cerpen. Kau juga sempat khawatir akan sedih dan mellow sampai menangis semalaman. Tapi anehnya, tidak. Semalam memang sempat terpikir akan menunggu sampai jam 12 malam. Mengirim ucapan tepat di pergantian hari. Namun nyatanya kau malah sibuk memikirkan artikel yang tiris, menulis sebentar, kemudian menonton film lama sampai jatuh tertidur dengan laptop menyala.
Barangkali hidup memang benar-benar sudah berjalan. Meninggalkan kalian yang dulu jauh di belakang. Terkadang kamu masih rindu dia sepulang kerja. Tapi kini otakmu lebih penuh dengan judul artikel dan trik mengeditnya.
Terkadang kamu hanya berharap bisa menemukannya di akhir hari setelah aktivitas yang panjang. Tapi tak jarang kamu hanya ingin bisa tidur sebelum jam 11 malam. Dia masih di sini. Belum terganti. Tapi tanpanya pun, dirimu kuat menjalani hidup sendiri.
ADVERTISEMENTS
Tawar menawar urusan rasa sudah tamat dilakoni. Impian yang kau harap diamini semesta mencipta rasa hangat di hati
Sesungguhnya kau membayangkan menggenggam tangannya saat hal-hal baik terjadi. Kau visualisasikan menuliskan pesan singkat untuknya saat hal-hal baik mulai mendatangi. Kerut mata karena senyum terlalu lebar yang tercipta di wajahnya saat mendengar berita baik itu dibagi. Rengkuh lengannya erat memenuhi pinggangmu hingga satuan centi.
Tentu kalian tidak bisa menebak masa depan. Tapi kau harap hal-hal baik, dirinya, dan ke-kita-an adalah sebuah kesatuan.
Yang semesta aminkan.
ADVERTISEMENTS
Di balik harapan kau meminta Tuhan membuka jalan. Nanti jadi jawaban. Kau pilih bertahan. Erat berpegangan
Kau selalu percaya, Tuhan tidak pernah main-main membukakan jalan. Walau terdengar seperti lelucon, berlebihan — namun ini memang jalanNya. JawabanNya atas doa-doa kalian yang keras kepala.
Sejenak hidup akan kau tatap dengan nyinyir dan hanya jadi bahan tertawaan. Sementara, hati lebih memilih mengeras. Lelah dipenuhi drama yang kian tak jelas.
Hingga suatu saat nanti, dia yang baru akan mampu diterima lagi. Entah bisa kau sayangi sedalam dirinya atau tidak, yang jelas kini kau hanya wajib terus melangkahkan kaki. Membenamkan diri pada pekerjaan, menyingkirkannya dari pandangan.
Kau dan dia sama-sama layak atas perjalanan baru yang minus emosi.
Tanpa tangis dan egoisme. Tanpa tindakan dan kata-kata yang mengecewakan hati. Kalian berhak menemukannya, yang akan hangat menyambut di ujung hari. Seseorang yang akan menyembuhkan semua babak belur hati ini. Nanti.
ADVERTISEMENTS
Ungkapan, “Baik-baik saja” bukan jimat. Sebab ternyata hidup toh terlalu laknat
Orang bilang yang dikejar saat pergi setara dengan berarti
bagaimana dengan ia yang selalu kembali?
apakah menekan kemauan hati juga pantas dihargai?
atau kemenangan selalu dipegang oleh ia yang tak pernah menoleh lagi?
…..sebab kalian adalah penyakit menahun yang dibiarkan tanpa tindakan terlalu lama. Kalian adalah luka kecil yang kini jadi penuh nanah karena tak tersentuh antiseptik. Kalian adalah penundaan yang berujung penyesalan. Kalian adalah keberanian berpisah yang belum ditemukan.
Kalian, adalah amin di akhir salam dan amin di ujung nyanyian panjang — yang tak akan pernah bisa disatukan.