Sudah delapan tahun berlalu selepas kami wisuda, banyak dari temanku yang telah meminang dan dipinang oleh pasangan mereka. Tak sedikit juga yang telah menimang bayi-bayi yang pintar dan menggemaskan. Barangkali dari sinilah Ayah dan Ibu meresahkan keputusanku untuk menunda pernikahanku. Bahkan, kalian selalu mendesakku siapa lelaki yang telah kubalas cintanya. Tidak ada.
Ayah, Ibu, maafkan anak gadismu yang belum bisa menjawab segala tanya dan perintahmu untuk segera menikah. Masih begitu menggunung doa yang ingin kusegerakan. Semoga surat ini bisa menjawab segala kecemasan kalian atasku, Yah, Bu.
ADVERTISEMENTS
Mungkin ayah dan ibu sudah bosan menanyakan jodoh serta pernikahan. Aku juga bosan mendengarnya, Yah, Bu
Barangkali, bukan kata mungkin yang bisa memastikan kebosanan Ayah dan Ibu perihal nasib asmaraku. Sudah pasti dan memang begitu, kalian sudah capai menanyakan siapa calon menantumu, kapan dia akan datang melamarku, kapan kami akan menikah, kapan kami akan memberikan kalian cucu, dan kapan kami akan memiliki anak kedua, ketiga, dan seterusnya. Sejujurnya, Yah, Bu, aku pun bosan dengan segudang pertanyaan itu. Barangkali ada pertanyaan lain yang bisa kujawab dengan memuaskan?
ADVERTISEMENTS
Bukannya aku tak ingin menikah, tapi usia bukan juga batas seseorang untuk mengakhiri masa lajangnya kan?
Yah, Bu. Aku sudah pernah bilang beberapa kali. Bahwa usia bukanlah masalah untuk anakmu menikah. Jangan pernah kecap omongan tetangga tentang perawan tua atau istilah apapun yang mereka tujukan padaku. Toh, usiaku belum mencapai kepala tiga. Buat apa aku terburu-buru? Masih banyak yang bisa kulakukan seorang diri, Yah, Bu.
ADVERTISEMENTS
Pernikahan bukan hanya soal mengucap janji suci sehidup-semati. Lebih dari itu, aku perlu menyiapkan segalanya terlebih dulu
Yah, Bu. Aku pun ingin segera menikah. Tapi menikah tak semudah yang orang-orang katakan; bertemu orang yang dirasa tepat, mengadakan lamaran, ijab kabul, resepsi pernikahan, beranak-pinak. Memang terdengar menarik dan sangat mudah diucap. Sementara untuk menjalankan ibadah ini? Susah bukan main. Banyak hal yang harus kulakukan sebelumnya. Ayah dan Ibu mafhum akan hal itu, bukan?
ADVERTISEMENTS
Cita-citaku masih terlalu tinggi dan cukup banyak. Aku tak yakin apakah aku bisa mendapatkannya setelah menikah kelak
Sebagaimana layaknya anak-anak, cita-cita haruslah tinggi untuk dimiliki sebagai motivasi diri. Berangkat dari inilah aku menjadikan hidupku tertata rapi untuk menggapai apa yang selalu kudambakan. Dari kecil Ayah dan Ibu pun menasihatiku untuk bisa mendapatkan apa yang kuinginkan, bukan? Ya, sudah sewajarnya jika orang tua mengajarkan anak-anaknya untuk melakukan yang terbaik untuk dirinya di kemudian hari. Lalu, tak ada yang salah dengan pilihanku ini, kan?
Lagipula, aku pun selalu takut ketika kelak aku menikah, pasanganku tak akan membiarkan diriku untuk terus berjuang mendapatkan mimpi kanak-kanakku. Aku tak berani mengambilnya sebagai pertaruhan. Yah, Bu. Maka dari itu, aku masih sedia untuk menunda pertemuan dengan jodohku.
ADVERTISEMENTS
Tapi aku janji padamu, Yah, Bu. Setelah semua doaku maujud, akan segera kuberikan kalian cucu-cucu yang sangat menggemaskan
Manusia manakah yang tak ingin memiliki keturunan? Sebagai makhluk yang sadar akan kewajibannya atas kepercayaannya, aku pun ingin sekali menikah, Yah, Bu. Tapi, sudikah kiranya jika kalian memberiku waktu barang sedikit lagi, untukku menuntaskan apa yang telah kumulai? Cita-citaku masih terlampau tinggi dan banyak. Tapi setelah semuanya terwujud, tanpa perlu janji lagi, akan kuberikan kalian cucu-cucu lucu dan menggemaskan seperti doa yang selalu kalian kirimkan untukku. Tunggulah barang sejenak lagi, Yah, Bu.
Kukira kalian akan mengerti, aku hanya perlu waktu lagi untuk menjemput cita-citaku yang akan segera kugenggam. Setelah semuanya selesai dan kurasa cukup, lelaki dari seluruh penjuru dunia pun akan mengantre untuk mendapatkan balasan cinta dariku. Mohon bersabar ya, Yah, Bu.