Coba bayangkan sejenak, sepuluh tahun nanti hidupmu. Apakah kamu siap mendapat pertanyaan macam ini~
“Ma, adik bayi itu asalnya dari mana?”
“Mama aku kemarin pegangan tangan sama temanku yang laki-laki aku takut hamiiil”
Saat ini, kamu mungkin belum menyandang status sebagai orang tua. Tapi, bayangkan jika kelak sudah menjadi ayah atau ibu, siapkah kamu menghadapi pertanyaan-pertanyaan macam itu?
Anak-anak biasanya punya rasa ingin tahu yang besar. Mereka pun bisa dengan polos melontarkan berbagai pertanyaan yang tak kita duga-duga, termasuk soal seks dan segala tetek-bengeknya. Ingatkah dulu bagaimana orangtuamu menganggap seks sebagai hal yang tabu dan membuatmu harus mencari tahu sendiri dari teman-temanmu?
Karena beberapa tahun lagi kamu (semoga) akan menjadi orangtua, kenapa tidak mulai memantaskan diri lewat berbagai cara? Salah satunya adalah dengan belajar menyampaikan pengetahuan soal seks kepada anak dengan cara-cara yang sederhana? Kenapa hal ini penting dan bagaimana caranya? Di artikel ini Hipwee akan membahasnya untukmu
Memilih Menjelaskan Seks Sebagai Sebuah Hal yang Wajar dan Tidak Tabu Justru Memberikan Landasan Moralitas yang Benar Bagi Anak-anakmu
Menurut KBBI, kata “tabu” berarti pantangan atau larangan – yang tak boleh disentuh atau diucapkan. Ya, sampai hari ini, masih banyak orang yang beranggapan bahwa seks adalah hal yang tabu. Perkara seputar seksualitas dianggap tak sepatutnya dibicarakan atau didiskusikan dalam forum-forum terbuka.
Apakah sampai saat ini kamu termasuk orang yang sering memandang rendah mereka yang dengan lugas mengungkapkan soal seksualitas di jejaring sosial? Apakah kamu dengan mudah melabeli mereka yang terbuka atas kehidupan seksualnya sebagai orang yang tak bermoral?
Jika kelak kamu ingin lebih lugas bicara soal seksualitas pada anak-anakmu, mulai sekarang hilangkanlah stigma bahwa seks adalah hal yang tabu dalam otakmu. Buatlah pagar yang jelas antara bertukar informasi dan sekadar memamerkan pengalaman seksual yang harusnya kamu simpan sendiri. Semisal,
“Aku udah pernah ciuman tahu sama pacarku. Kamu udah pernah ngapain?”: pembicaraan soal seks yang melanggar batas privasi.
bedakan dengan,
” Sebelum nikah lo nggak mau pap smear atau tes STD (sexually transmitted dissease) dulu? Lo sama pacar lo kan sama-sama sexually active sebelum ketemu..” : pembicaraan soal seks yang bertujuan memberi informasi.
Jika sudah bisa memegang prinsip ini, pembicaraan soal seks akan lebih mudah meluncur keluar dari mulutmu — dan tentunya masih dalam koridor norma yang diperkenankan. Sebelum bicara pada anakmu nanti, yakinkan dulu dirimu bahwa seks bukan hal yang tabu. Dia dekat, bisa kita rasakan sehari-hari — tidak ada yang harus ditutupi soal ini.
Jika Kelak Kamu Merasa Canggung Menjelaskan dan Memilih Diam, Anak-anakmu Justru Bisa Jadi Korban
Saat orang tua menganggap bicara seks pada anak itu tabu, maka kebutuhan anak untuk mendapat pendidikan seks jelas tak terpenuhi. Ibaratnya, mereka tak cukup punya bekal menghadapi pergaulan seiring pertambahan usianya. Dia mungkin tak akan mengerti apa yang terjadi jika sepasang laki-laki dan perempuan berduaan di dalam kamar. Bisa jadi dia tak paham saat seseorang sembarangan menyentuh alat kelaminnya berarti melecehkan.
“Waktu itu usia gue 12 tahun. Gue diem-diem pacaran sama tetangga gue usianya 23 tahun. Dia pernah ngajakin gue ke hotel kelas melati gitu, katanya cari tempat curhat yang nyaman. Akhirnya, ya gue ‘diapa-apain’, meskipun nggak sampai penetrasi. Orang lain mungkin bisa bilang gue bodoh – kenapa nggak teriak atau melawan. Tapi, saat usia gue 12 tahun dan ketika itu tahun 2001, gue pikir orang pacaran emang boleh ngelakuin itu. Hahaha. Sekarang gue cuma bisa nyengir kecut kalau inget pengalaman kelam gue.” – NN (25), Mahasiswa
Di Dunia Nyata Hubungan Seksual Tak Harus Dibarengi Dengan Teriakan Atau Ukuran Gigantis Demi Mencapai Kepuasan. Segala Pengetahuan yang Datang Darimu Akan Lebih Valid Dibanding Informasi yang Ia Dapat Dari Teman
Di era ini, lazim jika anak-anak begitu akrab dengan teknologi. Ponsel atau perangkat komputer bukan lagi barang mewah. Tentu juga sudah tidak asing di telingamu berita mengenai razia ponsel anak-anak SD yang menemukan video porno di dalamnya. Bahkan ada juga kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh anak-anak berusia belia. Kasus-kasus di atas menunjukkan betapa bahanya informasi jika tidak dicerna dengan baik oleh mereka yang menerimanya.
Informasi yang datang dari berbagai sumber tanpa proses penyaringan jelas akan membahayakan mereka. Apakah mereka mendapat informasi yang benar, atau justru menemukan yang keliru? Tanpa pendampingan orang tua, kemajuan teknologi dan kemudahan akses informasi bisa jadi sangat berbahaya.
Pengalamanmu sebagai orang tua akan jauh lebih bermakna dibanding informasi (yang lebih banyak hoax-nya) yang ia dapatkan sendiri dari teman di luaran. Kamu sudah pernah tidur bersama seseorang, melakukan aktivitas seksual yang kemudian membuatnya hadir di dunia.
Ketika di dalam video porno yang ia dapat anakmu akan melihat bagaimana hubungan seksual berlangsung dramatis dan penuh teriakan, jelaskan bahwa hubungan seksual sebenarnya bukan cuma soal kepuasan. Menyerahkan diri pada seseorang adalah bentuk cinta, dan hanya boleh dilakukan dengan komitmen kuat antara kedua orang yang terlibat di dalamnya.
Anak-anakmu Nanti Bisa Pacaran, Kenal Mimpi Basah, dan Masturbasi. Dia Bukan Manusia Aseksual yang Tidak Punya Hasrat Paling Manusiawi Dalam Diri
Semakin dini orang tua bisa membicarakan soal seks pada anak-anak, efeknya pun akan semakin baik. Pasalnya, saat perkara seks menjadi topik yang lazim dibicarakan dalam keluarga, hal itu memungkinkan orang tua bisa memantau tumbuh kembang anak hingga memasuki masa-masa pubertas dan dewasa.
Saat kelak anakmu sudah memasuki usia remaja, sudha kenal mimpi basah, pacaran dan masturbasi — kamu sudah tidak perlu takut lagi. Pengetahuan tentang ini sudah kamu berikan padanya dari jauh-jauh hari. Memilih terbuka dan memberikan informasi yang benar pada anak tentang seks sejak dini berarti menghargai keberadaannya sebagai manusia yang juga punya hasrat paling manusiawi.
Lalu, Gimana Sih Caranya Mengajarkan Soal Seks Pada Anak-Anak?
1. Saat Anak-Anak Menanyakan Perkara Seks, Haram Hukumnya Jika Kamu Memilih Menghindar
Mendengar pertanyaan anak-anak seputar seks, bisa jadi kita merasa risih lalu memilih menghindar atau pura-pura tak tahu. Tapi, tahukah kamu bahwa sikap ini justru sangat keliru? Pendidikan seks adalah salah satu hal yang penting bagi anak-anak. Sebagai orang tua atau orang yang lebih dewasa, menjawab pertanyaan polos mereka perkara seks hukumnya wajib.
“Gue belum menikah atau punya anak. Tapi, sebagai guru TK, gue sering dapet pertanyaan ‘unik’ dari anak-anak didik gue di sekolah. Kadang, bingung juga mau jawab apa, secara mereka rata-rata usianya masih 3-4 tahun. Tapi, gue sebisa mungkin akan memberi jawaban yang bisa mereka terima, yang penting jangan menghindar,” – Furi (25), Guru.
2. Bagi Anak yang Suka Membaca, Buku Bisa Jadi Jendela yang Paling Tepat Untuk Mulai Membuka Wawasannya
Salah satu cara yang akan memudahkan para orang tua untuk mengajarkan seks pada anak-anak adalah dengan buku. Saat ini sudah banyak buku-buku yang mengulas tentang seks dan khusus diperuntukkan bagi anak-anak. Dari segi gambar maupun bahasa sengaja dibuat mudah dan dekat dengan anak-anak.
Lewat buku ini pula, anak-anak bisa jadi tak akan canggung untuk mulai bertanya pada orang tua mereka perkara seks. Misalnya, saat penjelasan tentang asal-usul bayi yang mereka baca tak cukup membuat mereka puas, bertanya pada orang tua bisa jadi pilihan.
3. Mau Cara yang Lebih Seru? Bikin Alat Peraga!
Dalam sebuah seminar parenting yang secara tidak sengaja diikuti oleh salah satu tim Hipwee ada cara unik yang bisa dijajal untuk menjelaskan soal seks pada anak berusia belia. Alat peraganya juga bukan alat peraga ala kelas Biologi yang mengerikan, melainkan dibuat dari benda sehari-hari yang dengan mudah bisa ditemukan:
- Teteskan cairan merah di atas pembalut wanita untuk menjelaskan soal menstruasi pada anak perempuan.
- Atur pisang dan salak sedemikian rupa untuk menjelaskan soal testis dan zakar pada anak laki-laki.
- Untuk urusan mimpi basah dan sperma coba celupkan pisang yang sama pada cairan yoghurt sebelum menjelaskan pada anakmu apa yang akan terjadi.
Sederhana, tampak jelas di depan mata, dan tentunya bisa dilakukan bukan?
4. Memberikan Informasi Sesuai Usia Mereka Adalah Cara yang Paling Tepat
Pendidikan seks sejak usia dini penting bagi tumbuh kembang anak. Selain berhak mendapat jawaban yang jujur, soal kematangan dan usia mereka tetaplah jadi pertimbangan. Tingkatan usia inilah yang menentukan seberapa rumit jawaban yang akan kamu berikan pada mereka.
Bagi anak-anak balita, mulailah dengan menamakan bagian kelamin mereka dengan benar atau sesuai nama yang sebenarnya. Tak ada yang salah dengan menyebutkan kata “penis” atau “vagina”. Alih-alih memperhalus, memilih sebutan “burung” atau “anu” justru akan membingungkan. Yang pasti, mereka layak diberi pengertian bahwa kata-kata itu hanya boleh digunakan dengan sopan.
Sementara, bagi anak-anak di atas usia 5 tahun bisa jadi sudah bisa menerima penjelasan yang sedikit rumit. Misalnya, mereka bisa diberi tahu soal momen bertemunya sel sprema ayah dan sel telur ibu hingga bisa membuahkan seorang anak yang tinggal di dalam rahim. Selanjutnya, mereka juga perlu diberi pemahaman tentang seks, misalnya;
“Seks adalah salah satu cara bagaimana orang dewasa yang sudah menikah mengungkapkan perasaan cintanya.”
Hingga usia anak-anak menginjak 12 tahun dan memasuki masa pubertas, mereka pun layak diperkenalkan pada kasus-kasus seksualitas yang seringkali muncul di berbagai media. Kasus pemerkosaan, pelecehan seksual, seks bebas, hingga penyakit menular seksual sudah pantas jadi konsumsi mereka.
5. Walau Di Luar Banyak Kasus Pelecehan Seksual, Kamu Tak Harus Merasa Khawatir dan Takut Berlebihan
Meski kenyataannya banyak kasus seputar seksualitas yang terjadi, orang tua tak seharusnya menakut-nakuti. Bersikkap terlalu panik atau khawatir justru akan membuat mereka merasa tak nyaman. Apalagi, jika orang tua mulai menerapkan aturan-aturan yang terlalu membatasi atau menekan mereka. Misalnya, tak boleh punya ponsel, dilarang pakai internet, atau pergi kemana-mana harus selalu diantar.
Terlebih di masa-masa pubertas, saat anak merasa tak nyaman dengan perilaku orang tua, mereka cenderung bersikap tertutup. Tak mau bercerita atau berbagi tentang keseharian mereka. Hal inilah yang justru akan menyulitkan orang tua dalam memantau tumbuh kembang anak.
6. Jelaskan Dengan Tegas Bagian Tubuh Mana yang Boleh Disentuh Orang Tak Dikenal, Bagian Mana yang Haram Hukumnya Dibuka Di Depan Orang
Di usia yang masih kecil, anak-anak masih dalam tahap mengeksplorasi tubuhnya sendiri. Jelaskan satu persatu kegunaan anggota tubuh yang mereka miliki. Terangkan pula bagian mana saja yang tak boleh sembarangan diperlihatkan atau bahkan disentuh oleh orang lain.
Meski masih kecil, mereka perlu mengerti soal otoritas yang mereka miliki. Tak seorang pun berhak menyentuh tubuhnya, tanpa persetujuan dirinya. Saat ada orang lain yang memaksakan kehendak, mereka berhak menolak atau bahkan melawan.
7. Saat Mereka Sudah Beranjak Remaja dan Dewasa Selalu Posisikan Dirimu Sebagai Teman yang Bisa Diajak Bicara Dengan Terbuka
Anak-anak mungkin saja akan mudah lupa. Alangkah baiknya jika obrolan ringan seputar seks itu bisa dilakukan secara rutin sehingga informasi soal seks akan baik-baik tertanam dalam benak mereka. Untuk hal ini, orang tua memang dituntut pintar-pintar menentukan waktu dan menciptakan suasana yang membuat mereka nyaman bicara.
Perkara pengawasan juga tak kalah penting. Apa yang sering dia bicarakan dengan teman-temannya lewat SMS, laman mana saja yang sering dia buka saat sedang menggunakan internet, hingga buku-buku apa saja yang dia baca dan dengan siapa dia biasa bergaul.
Posisikan dirimu sebagai seorang teman yang bisa diajak bicara dengan terbuka. Jangan menghakimi, jangan pula banyak menyalahkannya dalam berbagai situasi. Dengarkan penjelasan dan berusahalah mengerti posisinya. Dengan begini mereka akan lebih merasa percaya untuk datang padamu saat butuh teman bicara.
Memberikan pendidikan seks sejak usia dini dengan porsi yang tepat akan bermanfaat di masa depan. Kelak, anak-anak pun akan tumbuh jadi orang dewasa yang bisa dengan bijak menyikapi segala hal yang kaitannya dengan seks.