Sayang, aku rasa aku harus segera menuturkan padamu segala ganjalan yang sekarang sedang berjejalan di dada. Aku tahu, sepintas hubungan kita memang terlihat baik-baik saja. Namun, sebenarnya aku merasakan perbedaan dibanding ketika pertama kali kita mulai menjalaninya.
Bukan, bukan karena perasaanku telah memudar ataupun kadar cintaku yang telah berkurang. Namun, memang sebenarnya ada yang harus sedikit ku tegaskan, mengenai perbedaan yang kita punya. Maukah kau menghargainya?
ADVERTISEMENTS
Sayang, ingatkah saat kita pertama kali jatuh cinta dan berkomitmen untuk bersama? Kau dan aku begitu terbuka serta ikhlas untuk saling menerima.
Aku tak pernah bisa lupa kala masih berada di masa awal penjajakan denganmu, dimana kita pertama kali saling suka. Ketika belum ada status yang melekat, pun masih sama malunya untuk mengungkapkan rasa yang bergemuruh di dalam dada. Kau dan aku saling melempar pujian dan mengagumi. Tak sekedar itu saja, kau begitu jujur melontarkan segala hal tentang dirimu, memberiku jalan untuk lebih mengenalmu. Begitu pula aku, tak menghalangi langkah maupun berusaha menjegalmu yang sedang berusaha memasuki ruangan hatiku.
Bertukar cerita hingga lupa waktu sering kita lakoni demi saling menyelami watak pribadi. Setelah berjalan sekian lama, kita pun saling memantapkan tekad. Kau memintaku menjaga separuh hatimu. Aku pun mengiyakan dan menobatkanmu sebagai pemilik hatiku yang baru. Kau dan aku mulai saling mengikat erat komitmen dan bersedia menjalani hubungan bersama. Saling menerima watak dan berjanji akan bersama menertawakan apapun yang ditawarkan oleh dunia pernah kita tuturkan berdua.
ADVERTISEMENTS
Namun kau selalu memintaku menjadi pasangan yang persis seperti yang kau damba. Padahal kau dan aku memiliki karakter sendiri yang sama istimewanya.
Ah ya, memang perjumpaan dan perkenalan kita sudah berlalu sekian lama. Kini entah sudah berapa ratus hari kita lewati sebagai sepasang kekasih. Kita memang baik-baik saja sayang, sungguh. Kadar cintaku sejak pertama kali jatuh hati padamu masih sama besarnya. Pertengkaran yang singgah juga tak pernah berhasil membunuh rasa di dada. Namun, kemudian kau mulai bersikap berbeda. Aku tak ingat kapan awal mulanya, yang aku tahu kau mulai meributkan hal remeh yang sering kulakukan.
Kau meginginkanku tampil seperti yang kau mau. Mengenakan busana yang tak sesuai keinginanku, pun mendorongku untuk mengikuti kursus memasak yang jauh dari minat. Tak hanya itu, kau pun ingin aku menyukai hal-hal yang kau gemari. Mengajakku ke kegiatan yang kau geluti. Pun memutarkan musik kegemaranmu tanpa henti, supaya aku juga turut jatuh hati pada selera musikmu.
Sayang, tahukah kau, tanpa disadari kau telah membentukku menjadi pribadi yang kau damba?
Sesungguhnya kita masing-masing memiliki karakter yang sama istimewanya sebagai manusia. Kau dan aku diciptakan dengan ciri tersendiri dan disitulah keistimewaan yang kita punyai.
ADVERTISEMENTS
Di mataku, kau selalu istimewa. Tentunya kita tak harus mempermasalahkan perbedaan yang ada.
Dari awal mula kita bersama, aku telah membuka hatiku selebar-lebarnya. Segala tindak tandukmu ku resapi dalam-dalam. Bahkan, aku tak mempermasalahkan kelemahanmu yang juga turut hadir sepaket dengan kelebihanmu. Aku tak memaksamu untuk membunuh kebiasaan merokok yang kau miliki, pun menuntutmu untuk mematut diri di depan kaca lebih lama supaya penampilanmu menjadi sempurna.
Perbedaan yang kita miliki seharusnya tidak menjadi jurang pemisah namun bisa berubah menjadi pelekat. Kau dan aku yang memiliki watak dan kegemaran berbeda justru bisa saling melengkapi karenanya. Kau dapat menerimaku dengan segala kebiasaan yang aku bawa, begitu pula aku yang senantiasa membuka diri dengan watak yang kau punya.
Sayang, di sini aku mengingatkanmu bahwa kita bersisian sebagai sepasang kekasih untuk saling ada dan mendukung sama lainnya. Bukannya bertingkah sebagai juri yang siap melahap, mengkritisi, dan menghakimi. Sungguh, perbedaan yang ada ini seharusnya membuat kita kian lekat bukan malah membuatmu ingin pergi berjingkat.
ADVERTISEMENTS
Karena memang karakter seseorang tak bisa diubah paksa. Bersediakah kau menerimanya?
Sekali lagi aku ingin kau tahu bahwa aku mencintaimu dengan segenap raga. Tak pernah sekalipun ada niatan ingin membentukmu menjadi sosok yang kudamba. Kau yang hadir di kehidupanku dengan kesederhanaan manusia merupakan sosok yang kupuja. Aku mencintaimu karaktermu tanpa syarat di belakangnya. Tak ada yang ingin kuubah sedikitpun dari dirimu. Lewat surat pendek ini ingin kutanyakan padamu,
Bersediakah kau tak lagi membentukku menjadi pribadi yang kau damba dan mulai mencintaiku apa adanya?