Seorang remaja menangis di kamarnya sambil memutar keras-keras Boys Don’t Cry, sementara saya yakin Robert Smith juga menangis di bawah meja belajar, sambil sesekali tertawa. Saya yakin nggak beda jauh dengan nasib editor kanal Hiburan Hipwee. Selain ditikung teman sendiri, Andrall Intrakta ini juga kepalang pusing karena harus ngantor lebih pagi, menempatkan diri menjadi suri tauladan. Tangisan remaja dan tangisan Andrall sama-sama pahitnya, semua berawal dari romantisme. Sambil sesenggukan, dengan membela diri mereka katakan, “Menangis juga romantis kok!”
Romantis tak hanya soal pacaran, bukan cuma keajaiban judul FTV apalagi pelukan-pelukan tak terduga di bioskop. Saya belum paham romansa, tapi saya kira hal ini dekat dengan keteraturan, pengorbanan dan umpatan. Kadang karena pengorbanan itu saya juga bertemu dengan kerugian, konkretnya karena romantisme yang nggak sengaja tercipta, saya harus mengambil nasi sedikit biar semua teman kantor kebagian. Dengan ini, saya nyatakan bahwa saya romantis.
Ada juga teman kantor saya di kanal Feature bernama Ajeng, dia paham soal romansa sampai akhirnya memutuskan untuk mencintai diri sendiri, pertanyaannya; penghulu mana yang sudi menikahkan kamu dengan dirimu sendiri? Belum lagi Soni Triantoro selaku Pemimpin Redaksi kami, saya yakin di balik makiannya yang kejam ada romantisme di dalamnya, di dalam kata “bajingan” yang dia katakan 65 kali sehari itu terselip 98 kebaikan. Kamu yang merasa nggak mau jadi orang yang romantis, baiknya baca dulu beberapa curhatan saya ini!
1. Banyak orang bilang nggak mau menye-menye, nggak mau lembut, halus dan meliuk-liuk bahkan nggak mau dibilang romantis. Padahal lahir dan mati bisa jadi romantis
Kita pernah menangisi kematian pahlawan, kita menangisi perjuangannya dan bahkan kita menangisi diri kita sendiri yang acuh terhadapnya. Romantis bagi saya tentang segala yang lembut, muncul dari bawah sadar lalu tumpah begitu saja dengan beragam emosi. Seperti layaknya menangisi kematian, kita juga pernah menangis haru melahirkan buah hati. Jadi alasan apa yang tepat untuk menghindari romantis? Tak bisa tidak, kita sudah kepalang romantis.
2. Romantis bukan melulu soal yang indah-indah, kamu nggak sadar bahwa romansa dalam hubungan selalu perlu pengorbanan
Saya dulu waktu kelas 3 SMA pernah berkorban, setidaknya biar pasangan merasa berkesan sebelum saya tinggalkan buat LDR-an. Saat itu di alun-alun kota agak mendung dan angin bertiup lumayan kencang, pacar merengek minta beli balon, saya belikan 3 buah balon dan dia merasa senang. Sebelum akhirnya dia lepaskan begitu saja, dan angin alun-alun kota membawanya ke pulau Nusakambangan. Terima kasih romantisme, setidaknya Rp 34.000,- bisa membuat pacar saya bahagia, atau saya kelihatan bodoh.
3. Romantis bukan hanya soal puisi, bukan hanya kutipan Boy Candra atau pun Bernard Batubara apalagi … ah sudahlah
Saya mengagumi puisi Sapardi Djoko Damono mula-mula lewat sebaran SMS broadcast jadul, judulnya Aku Ingin. Jadi bukan salah juga kalau beliau bilang sastra sudah beyond the books. Lain lagi sekarang banyak kutipan di media sosial yang bersumber dari buku-buku, dari Boy Candra sampai Bernard Batubara. Tak ada yang salah dari itu, itu romantis tapi nggak hanya soal itu; kalimat seorang anak kepada ibunya “Bu, aku bisa cebok sendiri” mungkin jauh lebih romantis dan membahagiakan. Romansa layaknya gelaran katarsis untuk semua umat dalam bentuk apa saja dan bisa sangat subjektif.
4. Romantis bukan hanya soal hubungan dua orang, kamu belajar kelompok dan diskusi juga romantis banget. Tapi ada saja yang tega membubarkan romansa ini …
Pacaran sudah pasti romantis, kamu bisa mati karena cinta atau bisa cinta karena kematian. Konkretnya, beragam kasus bunuh diri pasti beberapa soal asmara dan romantisme. Kamu juga bisa jadi sangat mencintai seseorang karena ditinggal mati, lha wong chargermu ketlingsut saja sekalinya ketemu langsung kamu jaga baik-baik. Nah soal romantis juga bukan hanya pacaran, kamu yang bertemu dengan kawan-kawan lama juga sedang menjalani romantisme. Jangankan pertemuan, jika kamu sadar suatu perpisahan juga sangat romantis.
5. Jadi kenapa menghindar dari romantis, jangan malu, kamu nggak sendirian!
Baik dan benar, buruk dan salah tak pernah sepakat untuk benar-benar absolut. Hal yang salah dan yang benar kadang sangat tipis, kadang perbedaan itu letaknya ada di aturan, sementara salah dan benar bisa sangat subjektif. Baik dan buruk pun sama, dua hal ini mengalir pada dua muara yaitu surga dan neraka, tapi kamu juga boleh untuk tidak pergi ke sungai yang mengalir itu seperti Soni. Nah di balik salah dan benar, baik dan buruk ada romantisme di situ; minoritas dan mayoritas yang saling melawan dan membela, ada persekongkolan yang manis, ada rayuan oposisi yang taktis dan ada harapan-harapan yang ditertawakan, ada yang mengalah dan ikhlas. Semuanya berjalan lembut … dan menghanyutkan.
Nah kenapa Hipwee Jurnal ini harus saya tulis? Hipwee Jurnal juga salah satu cara biar saya dan kalian bisa beromantisme. Saya menginginkan ada hubungan yang lucu antara penulis dan pembaca. Saya sering sedih melihat pertikaian kalian di kolom komentar, padahal Hipwee nggak ada niat buat bikin semua jadi ribut, nggak pernah ada keinginan memihak kalau semisal ada pro kontra. Tapi, ya itulah romantis … saya kadang memilih menulis yang lembut-lembut biar kalian selalu lembut tapi tetap menghanyutkan. Seperti kamu … .