Adalah sebuah kewajaran ketika kamu meminta pacarmu melakukan suatu hal yang menurutmu baik untuknya. Misalnya, karena dia perokok berat, kamu memintanya untuk mengurangi konsumsi rokok. Kamu memiliki ekspektasi bahwa suatu saat dia akan berhenti merokok. Tentu itu baik, apalagi demi alasan kesehatan. Namun, ini bisa berdampak buruk saat ekspektasimu berlebihan. Misalnya, kamu berharap bahwa pacarmu akan berhenti merokok dalam 1 bulan. Wah, nyaris nggak mungkin ‘kan?
Ekspektasi berlebihan macam itu justru akan bikin kamu sendiri kecewa. Nggak hanya itu, hubunganmu dengan dia juga bisa kena getahnya. Dan itu dapat mengalihkan perhatian dari hal-hal yang sebenarnya lebih penting buat kalian berdua.
Sudah, jangan bebani pacar dengan ekspektasi berlebihan. Percaya deh, itu cuma akan merusak hubungan.
1. Ekspektasi berlebihan berpotensi menghasilkan kekecewaan. Apalagi kalau ekspektasi itu tak ditemani usaha yang sepadan
Ekspektasi berlebihan kerap tidak masuk akal. Misalnya saja, kamu mau pacarmu tahu apa yang kamu pikirkan, tanpa kamu harus mengatakannya. Ekspektasi pribadimu, lah dia ‘kan pacar? Bukannya seharusnya dia paling ngerti kamu luar dalam?
Pacarmu ‘kan bukan Dedy Corbuzier. Dia adalah manusia biasa yang masih terus belajar untuk memahamimu secara utuh. Tentu dia butuh panduan dari kamu — mana bisa dia mengerti apa yang kamu pikirkan kalau kamu nggak mencoba menyampaikan?
Ekspektasi tinggi harus selalu ditemani usaha yang sepadan. Kalau tidak, namanya ekspektasi berlebihan.
2. Kekecewaan atas ekspektasi yang tidak tersampaikan akan berbuah kecurigaan. Jangan-jangan, dia nggak lagi punya perasaan….
Kekecewaan akan membawamu pada anggapan bahwa dia tidak benar-benar mencintaimu. Kamu dikuasai oleh pandangan umum yang mengatakan bahwa orang yang benar-benar cinta memiliki komunikasi batin yang kuat, sehingga dia bisa tahu apa yang kamu mau tanpa berkata-kata. Percayalah, belum tentu dia tidak mencintaimu hanya karena pengetahuannya tentang dirimu belum cukup penuh. Berilah dia waktu untuk belajar sampai benar-benar bisa paham.
Ketika ekspektasimu berpegang pada pendapat umum, maka kekecewaan yang kamu dapatkan. Jelas saja. Setiap hubungan cinta adalah pengalaman yang unik, tidak bisa disamakan dengan apapun. Temukan cara sendiri untuk berkomunikasi. Jangan jatuh pada pandangan umum yang kadang sama sekali tidak tepat untuk sebuah hubungan. Kebahagiaan adalah ketika kamu lepas dari ekspektasi umum dan berdiri di atas kakimu sendiri.
3. Ekspektasi berpotensi bikin bertengkar. Apalagi kalau dia sebenarnya punya ekspektasi sendiri yang gak serasi.
Pertengkaran demi pertengkaran akan kamu tuai ketika kamu selalu meragukan cinta pasanganmu. Hubunganmu menjadi sangat tegang karena kamu akan terus berusaha untuk membawanya memenuhi ekspektasimu. Padahal, dia memiliki caranya sendiri yang harus kamu pahami juga. Namun, kamu selalu dihantui oleh ekspektasimu, sehingga tidak sempat melihat cara dia mencintaimu.
“Kalo kamu memang cinta sama aku, cepet selesaiin skripsinya biar kita bisa cepet nikah.”
“Lah? Tapi aku memang belum kepikiran buat nikah. Sekarang justru aku pengen skripsiku maksimal, jadi gak bisa cepet-cepet.”
“Ya enggak mau tahu, pokoknya selesaiin karena aku mau nikah muda.”
“…”
4. Karena ekspektasi berlebihan, sikapmu ke dia bisa terasa sangat menyebalkan.
Kamu akan menjadi pemaksa-manja-yang-menyebalkan. Itu baru urusan skripsi. Belum lagi urusan sehari-hari. Ketika baju yang dipakainya untuk pergi kencan suatu malam, tidak sesuai dengan ekspektasimu. Mood-mu jadi agak kacau, kamu memintanya untuk mengganti pakaiannya. Dia tidak mau karena nyaman dengan pakaiannya. Hanya pertengkaran yang akan memenuhi kencanmu malam itu — sesuatu yang bisa dihindari… kalau kamu nggak membebaninya dengan banyak ekspektasi.
5. Ekspektasi berlebihan akan membuatmu fokus pada dirinya. Sementara untuk memacu dirimu sendiri, kamu lupa.
Cobalah untuk mematut diri hadapan cermin. Mungkin itu lebih baik buat dirimu. Ekspektasi membuatmu hanya terus menebak-nebak dan fokus pada pasanganmu. Kamu hanya berusaha untuk membuatnya menjadi apa yang kamu inginkan. Padahal, setiap individu harus berkembang bersama.
Bayangkan, kamu fokus ke dirinya terus, sedangkan dia tetap berusaha fokus untuk berkembang bagi dirinya sendiri. Kamu lupa untuk itu. Dirimu Sendiri terabaikan. Kamu tertinggal dari pasanganmu. Kekecewaan akan melingkupi oleh karena perasaan tertinggal.
6. Karena ekspektasi yang kaku, kamu tak akan bisa melihat berbagai kemungkinan yang sebenarnya bisa bikin hubunganmu lebih bahagia.
Harapanmu yang terlalu besar pada dirinya untuk melakukan apapun yang kamu imajinasikan, hanya akan menambah kesengsaraanmu. Imajinasi yang seperti itu akan menutup datangnya ide-ide romantis dan kebahagian yang total. Misalnya, kamu terlanjur marah ke pacarmu karena tidak memberi apapun di hari ulang tahunmu. Padahal, dia telah menyiapkan sesuatu yang spesial dan akan diberikan jauh hari setelah hari ulang tahunmu. Sedikit lebih romantis bukan? Tapi kamu menutupnya.
Selain itu, ekspektasi yang kaku akan membuatmu susah beradaptasi. Padahal dunia bergerak dengan arah yang tidak pasti. Kamu harus bisa bertahan ketika semua hal tidak berjalan sesuai dengan ekspektasi. Cobalah untuk belajar beradaptasi mulai saat ini. Kedewasaan emosi ditentukan oleh kemampuan mengelola kondisi yang tak lagi pasti.
7. Hubunganmu akan terasa sempurna di atas ketidaksempurnaan. Asalkan rasa syukur selalu pada tempatnya untuk menangkal kecewa yang berlebihan dari ekspektasi yang kelewatan.
Gratitude is the key to happiness and anything that undermines gratitude must undermine happiness. And nothing undermines gratitude as much as expectations. The more expectations you have, the less gratitude you will have. ~ Dennis Prage
Rasa Syukur adalah kunci kebahagiaan. Segala hal yang mengabaikan rasa syukur akan meruntuhkan kebahagiaan. Dan tidak ada yang lebih pandai dalam mengabaikan rasa syukur kecuali ekspektasi. Semakin banyak ekspektasi yang ada di tanganmu, semakin kering rasa syukurmu.
Tidak ada yang menyalahkan ekspektasi seseorang terhadap pasangannya. Boleh-boleh saja asalkan masuk di akal. Apalagi dalam rangka kemajuan bersama. Ekspektasi jelas berbeda dengan harapan yang tulus. Biasanya, ekspektasi dalam sebuah hubungan cenderung egois, tertutup, dan tidak mementingkan pasangan, terlebih ketika ekspektasi tersebut sudah berlebihan dan tidak realistis.
Harapan yang tulus akan membawamu pada komunikasi yang terbuka dan negosiasi yang dewasa. Lebih baik menyalakan sebatang lilin daripada terus mengumpat pada kegelapan. Lebih baik memperbaiki yang terlihat di mata daripada terus memelihara perasaan kecewamu karena ekspektasi yang luput tercapai.